Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Antara Kopi, Aksara dan Jagat Maya

15 Juli 2025   00:49 Diperbarui: 15 Juli 2025   00:49 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Buka kerja, tempat ritual dunia literasi

Pukul 00.25 WIB, di sudut sunyi, di Batam, terhampar sebuah medan tempur pribadi. Bukan dengan pedang atau perisai, melainkan dengan aksara dan kafein. Meja kerja plastik merah yang di siang hari terlihat polos, kini bertransformasi menjadi pusat kendali operasi begadang. 

Sebuah cangkir keramik, benteng terakhir pertahanan melawan kantuk, mengepulkan aroma kopi pekat. Setiap hirupan adalah injeksi energi yang menyebar ke seluruh sistem saraf, membangunkan neuron-neuron yang siap berpartisipasi dalam maraton kognitif yang akan segera dimulai.

Di antara kertas-kertas yang menunggu coretan dan keyboard yang siap mengetikkan kisah, berserakan artefak-artefak pendukung. Holder ponsel, semacam menara pengawas mini dalam kotaknya, siap menyajikan panorama tak terbatas dari jagat maya, berita terbaru, utas viral, hingga meme yang memicu gelombang tawa tanpa suara. 

Di sampingnya, sound mini teronggok, mungkin nanti akan mengalunkan melodi-melodi musikalisasi dan puisi yang memicu inspirasi atau sekadar menjadi latar belakang bisu bagi perjalanan pikiran. Ini adalah gudang amunisi mental, tempat di mana setiap benda memiliki fungsi strategis dalam upaya menaklukkan waktu dan ide.

Meja ini adalah sebuah lanskap pasca-apokaliptik dari sesi-sesi sebelumnya. Kaleng-kaleng biskuit kosong tergeletak tak berdaya, sisa-sisa pertempuran melawan rasa lapar yang tak terhindarkan. Di dekatnya, kaleng susu Collagena dan tablet Renovit menjadi simbolisasi upaya regenerasi dan daya tahan, seolah tubuh ini adalah mesin yang perlu terus dioptimalkan. 

Kemudian ada tembakau khas Getasan, yang baunya tercium samar-samar, sebuah ritual kuno yang diyakini sebagian orang dapat membuka gerbang kreativitas atau setidaknya menjaga mata tetap terjaga. Semua berantakan, namun dalam kekacauan itu terdapat pola, sebuah tatanan yang hanya dipahami oleh penghuninya.

Saya, sang komandan di garis depan ini, masih terpaku dalam posisi yang sama, sebuah ritual pra-tempur yang tak tergoyahkan. Tangan saya meraih cangkir kopi, menyesap cairan hitam itu seperti eliksir kebijaksanaan. Pandangan saya terpaku pada layar ponsel, memindai linimasa media sosial atau halaman berita. 

Ini bukan sekadar kebiasaan, ini adalah warming up otak, sebuah proses kalibrasi pikiran sebelum beralih ke mode penulisan intens. Informasi yang masuk adalah bahan bakar, pemicu ide, atau sekadar pengalih perhatian sesaat sebelum terjun ke dalam dunia kata-kata yang menanti untuk dibentuk.

Paradoksnya, ritual "inti sebelum tidur" ini justru menjadi pemicu utama terjaganya saya hingga dini hari. Ini adalah fase transisi, antara hiruk pikuk siang dan sunyi malam yang penuh potensi. Di sinilah Batam terlelap, namun pikiran saya justru terbangun, siap menciptakan, menggarap, mengawinkan narasi yang akan hidup dalam keheningan malam dan kepala orang-orang pekerja keras.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun