Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Penjaga Malam dan Kudeta Mei 98 di Toyal

22 Mei 2021   09:15 Diperbarui: 22 Mei 2021   09:34 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Radio Tua dan Kudeta ; Kolaborasi foto detik, kompas dan RDK UIN

"Beberapa hari ini, saya tidak bisa tidur malam," Keluh Kicar pada seorang Bapak (sekuriti) komplek

Pekan pertama mei tahun 1998, hari minggu pukul 02.00 menjelang pagi di komplek perum Bonavista di Kota Ademog tidak seperti biasanya. Beberapa pemuda terlihat sangat mencurigakan gelagatnya. Mereka mondar-mandir dan sangat sibuk, ditangan mereka terlihat beberapa lembar kertas.

Pos-pos jaga perum Bonavista, beberapa orang sekuriti mondar-mandir di depan portalnya, bisa jadi sekuriti sudah mencurigai sejumlah pemuda yang sedari sore sangat sibuk menyebarkan semacam selembar surat hitam.

Nakicar (29) tahun, duduk di pangkalan tongkrongan ujung gang dengan radio tuanya, dia serius menyetel gelombang radio mencari siaran Radio Ademog SRA 108.0 yang biasa menyiarkan berita. Berita Peralihan Kepemimpinan dalam waktu dekat, di istana ada ketegangan, istana menyiapkan banyak hal, ada sejumlah kendaraan dan tentara keamanan kota.

"Kendaraan lapis baja mengelilingi istana, Kota Ademog dalam keadaan darurat" Radio SRA mewartakan dengan suara yang terputus-putus

Dugaan kicar benar, sejumlah pemuda yang sedari tadi sibuk ternyata menyiapkan diri, konsolidasi kudeta kepada sang pemimpin. Pantas saja, pergerakan pemuda-pemuda ini tidak seperti hari biasanya.

Tiba-tiba ada pemuda yang menghampiri Nakicar, dia senior di kampus Nakicar, sering gelar diskusi dan suka demontrasi. Namanya Atar, pemuda kasak kusuk, pakaiannya tidak pernah rapih. Sebagai seorang junior di kampus Nakicar sangat menghargai Atar

Di hari biasa, pemuda ini hanya melakukan aktivitas ke kampus-kampus mereka, sebagiannya lagi sibuk naik gunung, punggung mereka terlihat rangsel yang identik dengan pendaki gunung, mereka biasa terlihat hilir mudik di terminal baru kota ademog.

Radio SRA belum kelar mewartakan berita, saat itu kota Ademog di pimpin seorang Pemimpin bernama Otra, dia sangat Otoriter dan korup. Mental pemimpinnya menyebabkan kesibukan para pemuda sore hingga malam di kota Ademog. Dugaan Kicar, besok atau pun hari berikutnya, akan terjadi kudeta berdarah atas siasat pemuda-pemuda yang sibuk ini

"Sebaiknya saya harus beritahu hal ini kepada orang teman-teman" gumam kicar yang masih terlihat seperti patung kayu menyendiri di ujung gang memeluk radionya.

Orta, sang pemimpin otoriter ini menjadi pemimpin menggantikan pemimpin sebelumnya pada tahun 1967 silam. Kejatuhan pemimpin sebelumnya di kota Ademog juga melewati fase kudeta yang sama, hanya saja dilakukan oleh orang-orang dekat istana secara diam-diam. Masih orang-orang Orta juga, sang pemimpin otoriter ini. Pemimpin Kota Ademog sebelumnya semenjak kota Desa Ademog secara Resmi menjadi satu kota secara adminitasi oleh negara.

Menjadi sebuah kota, melewati tahapan pertentangan yang sangat luar biasa. Ada pihak-pihak yang tidak menyetujui, ada juga pihak yang mendukung, berbagai cara generasi dahulu Ademog telah berupaya melobi dan kongsi kekuatan dukungan dari masyarakat.

Kota Ademog, sebelum menjadi kota secara Resmi, masih dalam bentuk Desa dengan Wilayah distrik tiga, rakyatnya selalu di tindas oleh orang asing yang dari awal mendami Desa karena melakukan aktivitas berdagang. Bergulirnya perkembangan, dari tahun ke tahun desa ini di perjuangkan menjadi kota. Pimpinan Pertama bernama Pak Teo, orang menyebutnya sebagai bapak Rakyat.

Pak Teo adalah salah satu tokoh dari beberapa pemuda desa Ademog yang sama-sama berjuang untuk mnejadikan desa Ademog sebagai kota. Perjuangan itu direstui Tuhan. Tahun 1940an desa Ademog resmi menjadi Kota dan Bapak Rakyat dipercayakan Sulis, Mali dan teman-temannya menjadi pimpinan pertama kota Ademog.

"Semoga saja, yang menggantikan Bapak Rakyat (Pak Teo) adalah orang yang sama baik sebagai pemimpin untuk kota Ademog" Kilah Kicar sambil menatap radio yang masih berteriak

Kicar adalah mahasiswa tahap awal tahun 1997, dia baru saja semester dua di jurusan politik. Awalnya dia ingin menjadi seorang pengacara, hanya saja mimpinya tidak tercapai. Dia lulus tes di satu universitas Negara Toyal. Negara Toyal berada di wilayah paling timur peta dunia.

Menjadi mahasiswa tahap awal, kicar belum mengerti tentang organisasi atau perkumpulan-perkumpulan. Apalagi Organisasi Aliran Kiri dan Kanan, dia masih sangat jauh dari Ihwal Aktivis. Inilah sebab kicar sangat heran dengan gerakan serta gelagat sejumlah pemuda di kota Ademog akhir bulan maret hingga mei. Tetapi kicar sudah tahu, demonstrasi semenjak  1993 oleh mahasiswa merubah wajah Toyal berubah jadi medan tempur

Kebiasaan kicar, selain suka belajar, dirnya suka mendengar siaran radio.  Kicar belum pandai bergaul, lagi pula di komplek Bonavista ini anak-anak jarang bergaul satu sama lain. Bapak kicar adalah seorang guru sekolah dasar yang bekerja setengah mengabdi pad apemerintah. Ibunya seorang pedagang kaki lima di pasar terminal baru kota Ademog.

"Kicar, kamu tidak ikut kita dalam gerakan ini" kata Atar yang berdiri di depan kicar sambil memegang beberapa lembar kertas

Keheranan di mata kicar sangat jelas terlihat, bagaimana tidak?, sebagai seorang mahasiswa tahap awal di tawarkan untuk ikut satu gerakan yang resikonya sangat besar. Beruntung kalau gerakan ini di takdirkan sukses. Kalau gagal, kuliahnya terbengkalai atau bisa saja bukan hanya Atar dan teman-temannya sebagai pemuda di kota Ademog dan sekaligus aktivis mahasiswa di kampus tapi dirinya juga menjadi incaran pemerintah karena dianggap ikut dalam gerakan melawan.

Di kampus mereka, ada sebagian mahasiswa menginap di sekretariat organisasi intera kampus. Jadi ada aktivitas malam. Hal ini baru kicar tahu setelah seniornya Atar memberitahukan dia.

"Nantilah, kalau jadi. Kita pasti bertemu di kampus besok pagi kak" Jawab Kicar

Malam itu Atar tidak mendapat jawaban memuskan dari kicar. Atar hanya menyampaikan bahwa besok di kampus, komunitas mereka melakukan rekrutan anggota baru. Kicar disarankan untuk ikut menjadi anggota biar tau apa sebenarnya tujuan Atar dan pemuda atau mahasiswa yang lain melakukan gerakan ini. Atar tidak menyebutnya kudeta.

"Besok kan hari minggu, apa aku harus ke kampus?, aku ajak teman-teman yang lain juga? Ah, pagi lah baru pikir jawabannya" Kicar mulai memikirkan apa yang di katakan Atar sambil kerinyitkan matanya

Aktivitas dengar radio selalukicar lakukan seusai belajar. Ini sudah menjadi rutinitas dia. Teman-teman kicar sendiri, si Anna dan Bial, ardi dan yang lain menyebut Kicar sebagai Penjaga Malam. Mereka tidak pernah bertemu dengan dia di rumah, ketika mereka berkunjung ke tempat dia. Selalu saja berpapasan dengannya di ujung gang komplek Bonavista.

Mereka tidak tahu apa yang di lakukan kicar di ujung gang komplek, tetapi aktivitas yang rutin berkawan radio karat dan tua sudah di lakukan kicar semenjak dia masih sekolah SMP. Kicar sangat suka dengan suasana malam, aktivitas di ujung gang komplek sebenarnya hanya alasan kicar untuk cari angin. Padahal di komplek itu sangat jarang orang mondar mandir dan sangat sepi. Apalagi ketegangan mahasiswa dengan pemerintah tahun 1990an. Kota Ademog menjadi makin sepi dan suasannya benar-benar tenang.

Di dekat tempat kicar duduk, portal komlek tidak pernah di buka. Sepeda maupun motor tidak bisa melewatinya. Kata Pak amat sekuriti, pengelola Perum Bonavista membenarkan ada ketegangan antara pemerintah dengan mahasiswa dan masyarakat akhir-akhir ini. Pak amat di minta selalu waspada dengan setiap gelagat orang-orang yang masuk keluar perum.

Gang komplek berhadapan denga perum bonavista, Kicar sudah akrab dengan sekuriti di Perum Bonavista. Ketegangan yang pak amat sampaikan, sama seperti yang di sampaikan Atar padanya. Radio masih saja menyayi tidak jelas mewartakan dengan suara patah-patah.

Di kota Ademog, masyarakat masih menggunakan telepon rumah dan telepon umum. Signalnya tidak sebagus sekarang dan radio hanya disiarkan pada saat tertentu saja.

"Mengapa kamu tidak tidur Car? Apa yang kamu lakukan hingga malam begini?" tanya pak amat sekuriti pada kicar

Kebiasaan kicar, siapa saja yang menanyakan dia, delalu simple jawabnya. Buat dia, orang di komplek dan sekitar sudah tahu kalau dia selalu duduk di ujung gang semenjak dia masih SMP. Hingga masa kuliah dia, orang-orang tidak pernah tahu apa yang dia lakukan.

"Aku mencari waktu tidur aku yang hilang , Pak Amat" jawab kicar pada pak Amat

Pak amat dan siapun pasti keheranan dengan jawaban kicar, jawaban yang sama mereka dapat jika bertanya pada Kicar tentang apa yang dia lakukan di ujung gang bersama radio tuanya, selalu itu-itu saja jawaban kicar.

Kicar menatap kosong dan menyandarkan kepalanya di sandaran triplek tempat duduk ujung gang. Dia memikirkan tentang ketegangan yang disampaikan oleh radio, oleh Atas seniornya tadi dan pak amat. Menurut kicar, ketegangan ini melahirkan korban antara pihak pemerintah dan rakyat, terutama mahasiswa sebagai simpul penggeraknya rakyat. Kicar terdiam, radionya masih saja berteriak dengan siarannya 

Pak amat hanya mengangguk-angguk, sambil celetuk dalam hati " pantas saja orang sini menyebut kamu penjaga malam karena tidak tau apa tujuan kamu sepanjang malam icar "

Kicar berpikir bahwa keadaan Ademog ini genting sekali tentunya, sebab dari cerita beberapa senior di jurusan politik. Dakade sebelumnya saat pergantian Pak Rakyat sudah terjadi konflik internal Pemerintah Toyal yang sangat dahsyat. Orang-orang dekat di Istana sendiri yang melengserkan Pak Rakyat. Tujuannya menggantikan kekuasaan Pak Rakyat. Hal itu, semenjak 1990an ini terlihat sangat panas lagi udara politik pemerintahan

Bagi kicar, ini adalah hukum karmauntuk Pak Orat si pemimpin diktator, toriter dang sangat Koprup. Kudeta hanya bahasa pemanis dari pemaksaan dan desakan untuk mengundurkan diri. Jadi sama saja, gelagat pemuda akhir april hingga mei tahun 1998 ini sama seperti menjelang demonstasi tahun seblumnya. Sambil berjalan menyusuri gang menuju rumahnya. Di rumah, meja belajarnya ada koran, halaman muka surat kabar cetak itu, kicar memembaca "dusta dijung maut"

Beberapa hari kemudian, masih di bulan Mei 1998 terjadi kudeta kepemimpinan, demonstrasi Atar dan sejumlah teman pemuda yang tergabung menjadi satu bentuk kekuatan besar tidak dapat terbendung. Jatuh sang pemimpin otoriter di kota Ademog. Kicar menyebutnya sebagai Kudeta Mei 1998 di Negara Toyal tercinta. Revolusi Mahasiswa tidak dapat dihindarkan, jalan-jalan dipenuhi massa aksi, jalan kaki menuju istana, meminta sang pemimpin turun Tahta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun