Media sosial pun dapat digunakan secara sehat. Alih-alih membandingkan, kita dapat menggunakannya untuk saling mendukung, menginspirasi, dan berbagi pengalaman nyata---termasuk tantangan dan proses, bukan hanya hasil akhir.
Budaya lari massal yang lahir dari FOMO adalah cermin dari masyarakat digital kita hari ini: cepat terhubung, mudah terpengaruh, namun juga memiliki potensi besar untuk membangun kebiasaan sehat bersama. Pengaruh norma sosial dapat menjadi alat yang kuat untuk menciptakan perubahan perilaku, asal disertai kesadaran reflektif.
Lari seharusnya bukan sekadar tentang siapa yang tercepat atau siapa yang paling sering tampil di feed Instagram. Lari adalah perjalanan personal, bentuk perawatan diri, sekaligus ruang perjumpaan dengan sesama. Maka, saat kita melihat Story teman yang sedang berlari minggu ini, boleh saja kita terinspirasi. Tapi sebelum mendaftar lomba berikutnya, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah aku benar-benar ingin berlari, atau hanya takut tertinggal?"
Refrensi
Deutsch, M., & Gerard, H. B. (1955). A study of normative and informational social influences upon individual judgment. Journal of Abnormal and Social Psychology, 51(3), 629--636.
Kompas Health. (2024). FOMO dan Media Sosial dalam Dunia Olahraga. [Wawancara dengan Psikolog Olahraga]
Global Running Survey. (2023). Trends and Motivation in Running Activities. Global Running Foundation.
Universitas Indonesia. (2023). Studi Stres Sosial Peserta Event Lari Jakarta. Fakultas Psikologi.
IndoRunners. (2019--2024). Event Data and Running Community Reports
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI