Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Cleaners", Benang Kusut dan Kerja Suram Moderator Konten Media Sosial

7 Oktober 2019   01:32 Diperbarui: 7 Oktober 2019   18:50 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Cleaners | Foto: sundance.org

The Cleaners menampilkan beberapa cuplikan perwakilan dari Facebook, Google, dan Twitter sebagai saksi di persidangan soal pemilu AS 2016. Sidang ini diadakan tahun 2017. 

Seorang Senator bertanya tentang kekhawatiran atas interpretasi publik yang awam terhadap konteks pada akun-akun media sosial, misalnya mana akun yang terindikasi teroris dan mana yang bukan. Ini bukan wilayah teknikus semata, "Siapa para ahli konten ini?"

Jawaban para perwakilan perusahaan Silicon Valley ini mirip politisi, terlalu banyak retorika alih-alih menjawabnya dengan valid. Kalau disederhanakan, jawaban perwakilan Facebook kira-kira begini, "Kami punya ribuan pekerja, mereka bisa menonaktifkan akun yang terindikasi teroris".

Lalu, perwakilan Twitter kira-kira bilang begini, "Kami punya sistem algoritma yang bisa membantu kami". Sementara perwakilan Google kira-kira begini, "Kami bekerja sama dengan perusahaan lain yang bisa menangani masalah konten ini".

Pernyataan Facebook dan Google itu mungkin bisa diterjemahkan dengan: bahwa jumlah pekerja yang ribuan orang itu sebagian besar dikontrak melalui perusahaan outsourching dan berkantor di luar Silicon Valley.

Seperti yang disebut Washington Post, malam sebelum mereka bersaksi di persidangan, Mark Zuckerberg mengumumkan bahwa Facebook akan mempekerjakan 10.000 orang baru di bidang keselamatan dan keamanan untuk meninjau konten. 

Sebulan kemudian, YouTube dan Google menjanjikan 10.000 orang untuk akhir 2018. Twitter menjanjikan 1.500 pekerja untuk tahun 2018.

Tapi apakah moderator ini, yang disebut oleh Facebook sebagai "peninjau konten untuk bidang keselamatan dan keamanan", betul-betul "ahli" menangani konten media sosial?

Bisakah secuil kasus yang saya deskripsikan di permulaan paragraf bisa dihindari? Bisakah sistem algoritma yang mereka jalankan menyaring konten dengan lebih objektif?

Sekarang kita tahu belaka bahwa algoritma yang mereka rancang benar-benar meracuni dunia. Keterpilihan presiden AS dan Filipina misalnya, peran masif algoritma "kawin" dengan wacana post-truth. Contoh lain yang paling dekat, kebisingan polarisasi pilpres Indonesia beberapa bulan yang lalu, bahkan sekarang gemanya masih tersisa di sana-sini.

Beranda media sosial kubu A selalu dipenuhi argumen-argumen "kebenaran" versinya sendiri. Begitu pula yang terjadi pada kubu Z. Suara kebenaran versinya masing-masing terus menggema dan memantul balik di ruang media sosial. Bisakah para raksasa teknologi mengatasi segala kekacauan itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun