Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Becermin dari Baiq Nuril dan Fairuz A. Rafiq: Pelecehan Seksual Verbal Itu Bukan Soal Sepele

13 Juli 2019   08:05 Diperbarui: 13 Juli 2019   11:18 2179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: theodysseyonline.com

Ini adalah soal ketidakseimbangan relasi gender yang menempatkan perempuan sebagai objek seksual belaka plus dilanggengkan oleh hegemoni dogma dan mitos. Laki-laki berdiri sebagai yang superior, yang merasa berhak menguasai bahkan mengontrol tubuh perempuan.

Sayangnya, masyarakat kita masih menganggap candaan-candaan bernada seksual adalah sesuatu yang lazim, bahkan dijadikan alat pembuktian "kejantanan" seorang laki-laki karena berhasil "melumpuhkan" perempuan.

Saya seorang perempuan dan saya pernah mengalami catcalling. Anda tahu kan istilah catcalling? Ini juga termasuk pelecehan seksual sebenarnya. Karena saking seringnya catcalling itu terjadi di mana pun dan kapan pun, dilakukan oleh banyak sekali laki-laki, dan dibiarkan oleh perempuan sebab tak punya kuasa untuk melawan, jadilah catcalling itu membudaya.

Baiklah, jika catcalling itu perbuatan sepele, kenyataannya hampir seluruh populasi perempuan di muka bumi ini tidak pernah merasa senang dan nyaman terhadapnya. 

Kayaknya kalau dilakukan survei, paling enggak di Indonesia, saya kira mayoritas perempuan akan menjawab 'pernah mengalami catcalling' dengan takaran pelecehan yang berbeda-beda. Entah itu terjadi pada perempuan berpakaian terbuka ataupun tertutup. Entah itu pelakunya laki-laki dewasa ataupun remaja.

Perbuatan remeh seperti siulan-siulan ini mengganggu sekali dan bukan sesuatu yang lucu. Jelas, perempuan berhak "marah". Tapi kalau soal catcalling di jalanan, paling banter perempuan hanya bisa sabar menahan lonjakan amarahnya. Kalau melawan, kadang-kadang bisa berab urusannya. Begitulah kenyataannya.

Tak heran jika berkaca pada kasus yang dialami Fairuz, ada saja orang-orang yang turut menertawakan "bau ikan asin" dengan dalih semata-mata lucu--terutama sebelum kasus ini dilaporkan Fairuz dan mencuat di publik--dan merasa tidak ada yang keliru dengan ini. Mungkin orang macam ini memang terbiasa melakukan atau menerima catcalling.

Tak heran pula ada orang-orang yang melihat istilah "ikan asin" dari cangkangnya saja dan melupakan--atau pura-pura lupa--terhadap makna yang berkonotasi melecehkan itu. Terlepas dari bumbu sensasionalitas dan gosip murahan hanya karena sepasang mantan suami-istri itu bertitel selebriti, kita harus mendukung Fairuz karena ia sudah berani bersuara.

Lalu, bagaimana dengan Baiq Nuril?

Momentum untuk Memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Perlindungan terhadap perempuan dari berbagai bentuk kekerasan seksual sangatlah lemah. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya, hanya memandang pelecehan seksual sebagai tindakan yang melibatkan kontak fisik. Padahal, bentuk pelecehan seksual itu beragam.

Dari penanganan terhadap kasus Fairuz dan Baiq Nuril ini, publik harus menangkap sinyal-sinyal yang bermasalah dan mentransmisikannya menuju keadilan gender. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun