Yap, Rian baru saja mendaftar dan mengikuti seleksi ujian masuk kampus impiannya, bersama ketiga temannya yang sedari kelas satu hingga tiga SMA selalu sekelas dengannya. Ada si gembul Faris, si cungkring Gilang, dan si tampan Samuel. Mereka sedang berjalan keluar dari gedung tempat ujian, dan menuju ke kafe langganan mereka.
"Yah, semoga kita berempat bisa masuk di sana, di jurusan masing-masing," ucap Gilang dengan wajah masam karena baru saja menghadapi kumpulan soal paling mematikan seumur hidupnya, yang langsung diangguki serempak oleh ketiganya.
Beberapa menit kemudian, mereka berempat sudah berada di salah satu spot duduk langganan mereka, yakni di sudut ruangan dengan jendela besar yang langsung menghadap pemandangan luar kafe yang dipenuhi oleh manusia yang berlalu-lalang. "Jangan lupa, kita masih harus menghadapi ujian akhir sekolah. Jadi, jangan santai-santai dulu."
Peringatan dari Faris berhasil membuat ketiganya mengaduh pelan dan menyandarkan kepala di atas meja. "Stop, jangan diingetin dulu, Ris. Otakku masih ngebul," ujar Gilang dengan lesu.
"Bener tuh, kata Gilang. Tujuan kita ke kafe juga buat kabur sebentar dari kenyataan, dan tumben banget kamu bisa serius kayak gitu. Biasanya kamu yang paling semangat bahas makanan viral saat ini, Ris," timpal Samuel dengan nada datar tapi tersirat godaan di dalamnya.
"Haha, itu tandanya Faris sedang berusaha berada di jalan yang lurus, tahu," ujar Rian sambil terkekeh hambar.
"Tumben kamu bisa bijak juga, Rian," komentar Faris sambil menyeringai, yang hanya direspon Rian dengan mengibaskan tangan ke udara. Terlalu lelah untuk membalas komentar Faris.
Tidak lama kemudian, pesanan mereka semua telah datang dan mereka berbincang topik yang lebih santai yang diselingi lelucon, sampai-sampai Gilang dan Samuel terpingkal-pingkal hingga hampir jatuh dari kursi. Beberapa pengunjung ada yang melirik mereka sekilas, atau geleng-geleng kepala pelan melihat kelakuan meja di empat sekawan itu.
Usai makan enak di kafe, mereka semua berpisah menuju kediaman masing-masing. Tetapi, sebelum pulang, Rian menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah toko roti langganannya, yang tidak jauh dari kafe tadi. Begitu masuk, semerbak harum aroma aneka roti yang baru saja diangkat dari panggangan langsung menggelitik hidung Rian untuk segera dibeli. Ada varian original, hingga kreasi rasa-rasa unik seperti nanas-coklat, durian-vanilla, dan masih banyak varian lainnya.
"Halo, Bibi Ruby! Apa kabar?" sapa Rian sembari menutup pintu, dan agak terkejut karena banyak pelanggan hari ini yang membeli roti. Tidak terlalu ramai, tapi cukup untuk membuat antrian sebanyak tujuh orang.
Seorang wanita berambut merah ruby-seperti namanya-yang dikuncir ikat dua di kepalanya, pemilik toko roti bernama Ruby's Delight yang sudah terkenal seantero Xeriya itu, menyapa balik Rian dengan senyuman hangat. "Wah, halo juga Rian! Baik seperti biasanya. Oh iya, Bibi dengar dari Pak Caleb kalau kamu baru saja ikut ujian masuk PTN. Gimana, lancar?"