Alisa, wanita berambut perak panjang dengan mata biru terang yang menatap tajam suaminya itu berusaha menahan dirinya untukk tidak melayangkan bogem mentah pada Caleb, memandangnya dengan sorot mata, Kamu serius?
Bukannya melerai, jutsru Rian menikmati drama yang sedang terjadi sembari melahap kue coklat buatan ibunya yang lezat. "Drama hari-hari. Klise, tapi aku suka," katanya dengan sebelum memasukkan suapan yang kedua. Meski begitu, Rian tidak bisa menyembunyikan sudut bibirnya yang sedikit terangkat melihat keakraban kedua orang tuanya.
>>>>
Sinar mentari pagi menyelinap di kisi-kisi jendela dan ventilasi udara kamar Rian. Sepertinya kali ini alarm otomatisnya Rian kalah cepat karena dirinya sudah memakai seragam sekolah. Kemeja putih pendek dengan beberapa identitas diri yang dibalut dengan sweater berwarna biru tua, serta celana bahan berwarna abu-abu. Turun ke lantai bawah dengan kedua orang tuanya yang sudah berada di dapur lebih awal darinya. "Selamat pagi, Ayahanda dan Ibunda tercinta!" sapa Rian dengan dramatis.
Alisa yang sedang memasak sarapan hanya terkekeh sebelum menyahuti salamnya, sedangkan Caleb yang sedang membaca koran hologram di meja makan hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. "Pagi. Kamu bangun karena ingin rajin atau nggak bisa tidur karena antusias buat daftar nih?" tanya Caleb dengan nada menggoda.
Bagai teman karib, Rian menepuk bahu ayahnya santai sebelum duduk berhadapan dengannya. "Hehe, lebih yang kedua. Hari ini lho, Ayah! Deg-degan banget, sumpah," aku Rian dengan antusias.
"Santai saja. Datang, kerjakan, lupakan, dan tahu-tahu kamu lulus ujian seleksi PTN-nya," kata Caleb yang mencoba menyemangati putranya itu. "Lagipula, kalaupun gagal masuk PTN, bukan berarti mimpi-mimpimu selesai di situ. Masih banyak perguruan tinggi swasta yang bisa kamu masuki. Jangan memikirkan biayanya, dan serahkan urusan itu kepada ayah dan ibu. Mengerti?"
Rian terdiam, tapi perlahan ada perasaan hangat di dadanya yang membuncah. Sepertinya dia terlalu berpikir berlebihan tadi. Rian mengangguk dan berkata, "Terima kasih, Ayah," sambil tersenyum hangat.
Alisa yang sedari tadi hanya mendengar sembari memasak, diam-diam tersenyum mendengar percakapan keduanya. Pagi yang cerah nan hangat itu diakhiri dengan percakapan di meja makan sembari menyantap sarapan buatan Alisa yang mengenyangkan.
>>>>>>
"Hadeh, kelar juga akhirnya."