Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pegawai Honor Produk Nepotisme

6 Februari 2020   09:44 Diperbarui: 6 Februari 2020   09:40 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya berani mengatakan, pegawai honorer sebagai produk nepotisme karena ini fakta. Mereka bergabung sebagai pegawai di lingkungan pemeintahan tanpa melalui seleksi, tes secara terbuka. Di daerah saya tidak pernah lagi terdengar ada tes penerimaan calon pegawai honorer di Pemda beberapa tahun terakhir ini. Namun jumlah pegawai honor terus  bertambah.

Pegawai honor diterima karena ada surat sakti, kedekatan, bukan diterima karena kemampuan yang dilakukan dalam proses seleksi (ujian). Itu bukan lagi rahasia umum  Setiap kali suksesi kepala daerah, selalu saja ada penambahan pegawai honor kendati ada larangan dari pemerintah melalui PP Nomor 48 tahun 2005 tentang larangan perekrutan pegawai honor. 

Tapi larangan itu tetus dilanggar.  Kepala daerah memanfaatkan kekuasaannya dengan memberikan "hadiah" kepada tim sukses ketika Pilkada, keluarga tim sukses, keluarganya sendiri menikmati anggaran daerah dalam bentuk memfasilitasinya sebagai tenaga honor di Pemda. APBD hanya untuk kelompoknya sendiri. Bukankah ini juga korupsi? 

Meningkatnya jumlah pegawai honor telah membebani anggaran daerah sehingga mengorbankan kegiatan pembangunan di sektor lain. Peraturan penerimaan tentang penghentian penerimaan pegawai honor di pemerintahan, tampaknya tidak mampu membendung laju pertumbuhan jumlah pegawai honor. 

Mereka diterima tanpa syarat yang ketat, seperti usia, pendidikan dan lain-lain. Pokoknya diterima saja asalkan ada surat sakti dari kepala daerah dan pejabat tingi lainnya.

Ketika ada pernyataan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo bahwa pegawai honor akan dihapus, sesuai dengan aturan seperti yang tertuang dalam Undang Udang Nomor 5 tahun 2014 tentang Apraratur Sipil Negara (ASN) bahwa pegawai pemerintah itu terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), beberapa kepala daerah dan DPRD di daerah saya kompak menolaknya. Bahkan DPRD provinsi kepulauan Bangka Belitung mengajukan penolakan terhadap kebijakan itu ke Menpan RB. 

Bila dihapus keberadaan pegawai honor, mau dikemanan mereka? Apakah akan diangkat sebagai PNS seperti era presiden SBY, ataukah diangkat sebagi PPPK? Saya rasa kalau itu dilakukan berarti kembali ketidakadilan itu terjadi, karena mulainya mereka diangkat sebagai pegawai honor. Bila ingin adil, para pegawai honor yang ada sekarang bila ingin menjadi PNS dan PPPK dilakukan melalui tes terbuka bersama warga negara yang lain sehingga dapat terjaring Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

Bila Pemda ingin merekrut pegawai honor, rubah dahulu UU ASN melalui judicial review pasal 6 yang menyebutkan, "pegawai ASN terdiri atas a.PNS dan b.PPPK" guna memasukan pegawai honor sebagai ASN. Bila tidak Pemda dalam hal ini kepala daerah melanggar Undang Undang.

Salam dari pulau Bangka

Rustian Al'Ansori

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun