Ingin merdeka mendatangi pantai, bicara sendiri camar mengintai
Menjadi terkepung bagaikan serangan serdadu. Telah menduduki pantai rindu. Setiap waktu bibirnya disentuh
Menjadi tempat bersembunyi. Tidak ada yang mencari
Ratusan tahun pulau kami dicangkulDulu hasil tambang diangkut kuli pikulHingga saat ini diisap dasar laut telah mematahkan terumbu karang
Bukan karena tidak mau beranjakTapi memang kaki tidak bisa berpijakTelah mematikan alirah darahWalau pun sesaat membuat kaki lemah
Belum selesaiKetika hari berhenti di ujung pantaiMenikmati laut menjadi berhari rayaOmbak berlari ikut bergembira
Ketupat disantap dengan rendang Rendang Padang dibuat ibu Hari lebaran saling bertandang Kegembiraan mengenakan baju baru
Masih ada persimpangan menempatkan dua rasa, asin dan hampa
Buih dibawa menepi terlihat letih Menghitam solar melekat di bibir pantai Beberapa ikan terdampat telah menjadi bangkai
Mereka berlari setelah berjemaah, tidak ingin menunggu reda, berpayung sajadah
Sudah sepi dari bising mengganggu debur gelombangOmbak tidak lagi bernada sumbangMesin pengeruk terhenti seketikaTerumbu karang tidak lagi disiksa
Ada sedikit keriputKarena kering menautLupa disiram karena kesibukan menyesak Menanggung kuncup mekar kemarin dibiarkan marahari
Debu telah dibersih embun. Lembar demi lembar tumbuh tunas daun
Terbuat dari kayu tebal menempel debu rumah tua tak bersuara meninggalkan sisa sejarah dengan lantai berdarah
Setelah Zuhur tidak langsung pulang Jemaah bukan lagi dihadang
Ketika petang masih kuncup mengeriputKetika malam tidak ada takutKetika subuh mekar merah memancarSeorang perempuan tua sedang mengincar
Bulan Ramadan selalu dirinduDirindu ummat yang bertakwaSelalu bersemangat janganlah lesuSemangat modal meraih bahagia
Tarawih belum juga selesai, Dilanjutkan witir hujan jatuh berderai
Tidak lama lagi, kata menghibur diriSebenarnya masih lamaHanya ini bisa meyakinkan hatiBahwa niat kuat tidak ingin menjadi pendosa
Puisi tentang seorang lelaki pekerja keras penggali septic tank