Mohon tunggu...
rustan amarullah
rustan amarullah Mohon Tunggu... insan yang penuh curiosity dan terus belajar

insan yang penuh curiosity dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Persepsi Dasar Netralitas ASN (Sebuah Opini)

22 Maret 2018   15:25 Diperbarui: 22 Maret 2018   15:32 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berlandaskan atas asas kebebasan, setiap warga negara telah mendapatkan jaminan dari negara berdasarkan UUD Tahun 1945 Pasal 28E ayat (3) untuk dapat secara bebas berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat dan pikirannya. Termasuk di dalamnya memperoleh kesempatan secara bebas untuk memilih.

 Atas jaminan ini terdapat konsekuensi umum yang melandasi bahwa setiap Warga Negara Indonesia memiliki hak asasi untuk dapat secara bebas menunjukkan pilihan politiknya secara terang-terangan serta dapat secara umum mengajak orang lain untuk ikut terlibat dalam suatu pemilihan umum.

Efek samping dari kebebasan tersebut dalam konteks politik adalah menjadikan keberpihakan atas suatu golongan atau kelompok tertentu yang menyebabkan terciptanya suatu kondisi yang tidak netral dalam pandangan yang rasional. Dampaknya, rasa aman masyarakat lain yang tidak sesuai pilihan politiknya sedikit banyak akan terganggu. 

Disinilah urgensi atas posisi dan peran pemerintah untuk memberikan rasa aman dan keadilan bagi masyarakat yang berbeda-beda pilihan atau preferensi-nya tersebut, sehingga tercipta suatu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat sebagaimana sila ke-5 pancasila.

Kaitan tentang pemerintah tidak terlepas dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan unsur pelaksana tugas pemerintahan dan pembangunan. ASN sebagai bagian dari masyarakat juga tidak luput atas hak asasi "bebas memilih" atau memiliki hak pilih tersebut. ASN juga secara mendasar memiliki hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan pikirannya serta berserikat dan ataupun berkumpul. 

Akan tetapi, berbeda dengan masyarakat lainnya, ASN bekerja dalam ruang birokrasi yang berarti ASN telah mengikatkan dirinya pada aturan yang dibuat oleh pemerintah sehingga perannya terbatasi sebagai abdi masyarakat atau pelayan masyarakat. Dengan demikian, loyalitas ASN hanya kepada publik atau dengan kata lain monoloyalitas kepada publik tanpa membandingkan pilihan atau preferensi politiknya.

Namun, beberapa ASN yang juga manusia-berkebutuhan memandang secara rasional dan logis atas setiap kesempatan atau tawaran yang ada. ASN sebagai pegawai ataupun bawahan secara oportunis akan menempatkan posisinya pada kriteria yang nyaman dan aman dimasa saat ini ataupun atas jaminan kenyamanan di masa mendatang. 

Oleh karenanya, memiliki logika keberpihakan kepada calon pemimpin yang dirasakan akan menguntungkan dirinya dan statusnya dianggap sebagai suatu hal yang normal dan relatif terjadi kepada setiap pegawai yang bekerja untuk pimpinan/ atasan. Akan tetapi, atas dasar aturan yang membatasi ruang gerak ASN dalam proses politik mendorong konsepsi birokrasi terbatas pada pelayanan publik serta fokus pada berkarya sesuai tugas yang dibebankan.

Atas dasar hal tersebut, netralitas seorang ASN pada dasarnya sangat bergantung pada keputusan pribadi ASN tersebut semata. Besarnya pengaruh dari luar birokrasi tidak akan memberikan efek jika ASN tersebut memutuskan untuk tidak terpengaruh dan mempercayakannya kepada sistem yang telah terbangun. 

Oleh karenanya, atas dasar prinsip keadilan serta penghargaan atas karya dan kinerja ASN, sistem birokrasi harus kuat ataupun diperkuat dengan berbasiskan pada merit sistem. Dengan demikian, ASN akan fokus pada performa atau kinerja memberikan pelayanan yang terbaik serta menghadirkan kesejahteraan kepada publik. Disamping itu, pelaksanaan prinsip pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) akan tercermin dengan pelaksanaan netralitas ASN yang efektif.

Pengawasan Netralitas ASN

Prinsip tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum menjadikan konsep netralitas ASN sebagai pembatasan dan juga kepastian peran dari PNS dalam pemerintahan akan memberikan implikasi pada penegakan aturan yang beorientasi pada jaminan ASN dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, atau dengan kata lain pengawasan akan memberikan rasa aman bagi ASN dari campur tangan politisasi birokrasi sekaligus upaya mendisiplinkan ASN agar fokus bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Dinamika suatu organisasi akan semakin kompleks dari waktu ke waktu, tuntutan target dan kinerja akan semakin tinggi, menyebabkan relatif beberapa orang atau pegawai mulai berbuat kesalahan. Tanpa adanya pengawasan yang baik tentu akan menghasilkan pencapaian tujuan organisasi yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pegawainya. Dengan demikian, pengawasan tidak lain merupakan mekanisme pengendalian manajemen yang memiliki daya cegah dan daya antisipasi atas penyimpangan yang tidak dikehendaki.

Pada aspek yang lain, berdasarkan teori McGregor terkait sifat dasar manusia maka pada dasarnya pegawai dalam menjalankan tugasnya terbagi menjadi dua tipe, yaitu pegawai tipe X dan pegawai tipe Y. Pegawai tipe X adalah pegawai yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya, namun menginginkan balas jasa yang tinggi. Karena mereka tidak suka bekerja, mereka harus diawasi secara ketat, diarahkan, dipaksa, diancam dengan hukuman agar mereka melakukan usaha-usaha ke arah pencapaian tujuan organisasi. 

Berbeda dengan pegawai tipe Y yang dalam kerja akan melakukan inisiatif, pengarahan sendiri, dan pengawasan sendiri atas pekerjaannya sehingga mereka berkomitmen terhadap pencapaian tujuan organisasi. Konsepsi ini relatif relevan dengan kondisi sektor publik saat ini, dimana perilaku pegawai tipe X ini masih cukup banyak ditemukan pada beberapa ASN. Banyaknya regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk mendisiplinkan ASN menjadi cukup bukti bahwa ASN masih perlu secara ketat diarahkan dan diatur.

Hal ini tentu tidak berlebihan mengingat jumlah ASN yang cukup banyak dengan disertai berbagai karakter dan rasionalitas yang berbeda-beda menjadikan aturan yang telah ditetapkan tetap berpotensi untuk dilanggar. Tersedianya kesempatan dan tawaran yang menguntungkan bagi ASN tersebut, menjadikan ASN sedikit "gamang" untuk mematuhi aturan dan akhirnya melanggar. Disinilah diperlukan sebuah pengawasan secara ketat baik dari internal organisasi maupun eksternal organisasi untuk memastikan penerapan suatu regulasi berjalan dengan baik.

Dalam pengawasan tentu melibatkan pihak yang mengawasi dan pihak yang diawasi. Posisi diawasi cenderung adalah pihak yang diharapkan bertindak dan berperilaku sesuai ketentuan yang ada. Adapun posisi mengawasi cenderung dilakukan oleh pihak yang memiliki kedudukan dan atau kewenangan untuk melakukan koreksi atau pembinaan terhadap yang diawasi. Relatif semua jenjang ASN berada dalam posisi diawasi dan mengawasi tersebut secara bertingkat hingga jabatan ASN tertinggi. 

Aktivitas bawahan diawasi oleh atasan dan atau atasan mengawasi kegiatan bawahan dilakukan secara berjenjang agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara berdaya guna sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan berjenjang inilah yang seringkali dikenal dengan istilah pengawasan melekat.

Dalam konteks netralitas ASN dalam pemilukada, pengawasan melekat tersebut diharapkan secara sistem berjalan optimal untuk menjaga konsistensi ketidakberpihakan ASN dalam politik praktis. Yang diawasi dalam hal ini bawahan, dan yang mengawasi atau atasan, keduanya perlu berkomitmen secara sadar untuk menciptakan situasi yang netral dan terbebas dari politik praktis sehingga masing-masing dapat secara normal menjalankan peran dan tugasnya dengan baik.

Selain pengawasan melekat yang dapat dikategorikan sebagai pengawasan internal, kehadiran unsur pengawasan lainnya yang bersifat eksternal juga diperlukan. Semakin banyaknya elemen yang mengawasi akan semakin mempertegas pelaksanaan aturan yang diberlakukan. Elemen pengawasan lain tersebut dapat berupa lembaga pengawas pelaksanaan netralitas ASN, serta pengawasan aktif dan terbuka oleh publik atas aktivitas ASN dalam pemilukada.

 ASN seperti diketahui memiliki kekuasaan dan wewenang. Upaya meminimalkan persoalan pelanggaran netralitas ASN agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dibutuhkan pengawasan berjenjang dan berlapis. Pengawasan atas pelaksanaan netralitas ASN berfungsi sebagai pengendalian dan pencegahan atas ASN yang belum mampu lepas dari keberpihakan, cenderung melanggar asas netralitas ASN, serta pengawalan atas belum mampunya sistem merit berjalan di lingkungan birokrasi. 

Agar pengawasan pelaksanaan netralitas ASN dapat berjalan optimal dan sukses maka hal utama yang dibutuhkan adalah profesionalisme birokratnya dan profesionalisme politisinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun