"Nini, semua kesalahan itu bersumber dari aku yang tua ini. Entah apa dulu yang telah aku lakukan sehingga membuat Tuhan menetapkan jalan yang sulit bagi cucu-cucuku ini," kata Resi Abiyasa seperti ada yang ia sesali," tapi Nini Sugala tidak perlu takut. Tidak ada yang akan memaksamu. Kami hanya sekedar berharap, andai engkau bersedia melakukannya dengan penuh keikhlasan."
Seketika Emban Sugala menangis ngguguk dan segera sungkem di kaki Resi Abiyasa.Â
Ia tidak tega seorang resi agung yang maha bijaksana seperti Sang Abiyasa begitu merendah kepadanya.
"Ampun bapa resi, hamba bersedia membantu keluarga ini dengan ikhlas," katanya agak tersenggal-senggal," daulat kanjeng begawan, hamba manut dawuh paduka."
Buru-buru Begawan Abiyasa bangkit dan membangunkan emban Sugala.
"Baik, baiklah nini emban, segera bangunlah. Bangunlah dan tenangkan dirimu."
Widura dan semua orang yang ada di situ seperti tertegun menyaksikan sikap dan ekspresi emban Sugala.Â
Diam-diam mereka bersyukur atas kesediaan wanita tersebut sesuai penuturannya sendiri tadi.
Sebentar kemudian setelah semua menjadi tenang maka Resi Abiyasa melanjutkan penuturannnya.
"Nah, nini tentu kami semua sangat bersyukur dan berterimakasih atas kebaikan hatimu. Tapi tentu kami ingin agar engkau mau mengemukakan permintaanmu," kata orang tua itu seraya memandang penuh haru kepada Nini Sugala,"maksudku, apabila engkau punya syarat-syarat tertentu kemukakanlah."
Sejenak wanita itu terdiam. Wajahnya masih sembab oleh air mata dan tertunduk lesu di hadapan Resi Abiyasa.