Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

2. Rusman: Pertarungan di Tepi Hutan Jenggala (a)

16 Juni 2018   00:53 Diperbarui: 23 Juli 2019   13:34 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pinggiran hutan Jenggala, di tepi sebuah padang yang cukup luas dua orang lelaki masih berdiri berhadap-hadapan. Adipati Tuban Mas Hario Dalem yang sedang dilanda keraguan berdiri memandang paman gurunya Ki Panitis. Nampaknya keduanya memiliki pandangan yang berbeda mengenai cara menghadapi pasukan Mataram yang kini masih menguasai Kota Tuban. 

"Paman tidak boleh ada di barisanku, tapi jangan juga menyeberang ke pasukan Mataram. Pendek kata, kau harus mati paman," berkata adipati yang bergelar Benteng Surolawe itu.

Dengan tenangnya Panitis kemudian menjawab: "Angger, apakah angger bermaksud membunuh aku?"

Pertanyaan itu laksana menghantam dada Mas Hario Dalem sehingga terasa akan meruntuhkan segenap tulang iganya. Sesaat lelaki muda itu terdiam, namun kemudian dia mencoba mengerahkan segenap kekuatan dan keberaniannya untuk menjawab. Hanya sepatah kata : "Ya!"

Kembali Panitis tersenyum. Senyum yang menggoncangkan hati pemimpin Tuban yang garang itu. Di mata Mas Hario Dalem, Panitis yang sekarang bukan lagi seorang pencari rumput yang malas. Panitis itu kini berdiri dengan wajah tengadah.

Lelaki tua itu kini benar-benar bersikap sebagai seorang senapati di garis peperangan. Panitis yang pernah dikenalnya dahulu, ialah dia yang dulu bagaikan singa di garis depan, saat Tuban membela Pajang menghadapi pemberontakan orang-orang Mataram di tahun 1582 M. Kini Panitis adalah benar-benar paman gurunya.

Karena itu dada Mas Hario Dalem menjadi berdentang cepat. Meskipun demikian, ia masih berusaha untuk tegak dengan wajah yang tegang, menghadapi orang tua itu.

Bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun