Mohon tunggu...
Rumi Aksara
Rumi Aksara Mohon Tunggu... -

| Hanya Manusia Biasa yang Ingin Berbagi Pemikiran dan Memiliki Hobi Mewarnai | Freelancer Content Creator | For inquiries contact me: rumiaksara[at]gmail[dot]com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Purnama Pukul 23:52

29 Januari 2019   00:00 Diperbarui: 29 Januari 2019   00:06 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini, sekali lagi kulihat purnama begitu jelas terasa sinarnya mengalir di mata, terus melaju kupandangi hingga mataku lelah, hingga hatiku terkesima akan kuasa pencipta. Seolah tak hanya menerangi bumi yang dilanda kegelapan menjadi temaram tetapi juga menembus hingga ke gelapya hati, kegundahannya hati, kemuramannya hati yang paling dalam oleh sebab yang tak kupahami. Malam ini dari sekian malam hatiku kembali terasa tentram jika memandangnya.

 Sudah purnama ke-16 dibulan ini rupanya, tetapi ada perbedaan dari purnama malam ini. Sungguh indah dan lebih terang cahayanya, bola pasir yang meminjam cahaya dari surya siang hari ini begitu mengesankan. Dalam kesendiriannya, tiada bintang yang terlihat satu pun di sisinya, begitu juga awan yang biasa menggoda juga enyah di hadapannya.

Sekali lagi, entah apa maksudnya, apakah purnama itu sedang menyombongkan dan menguasakan dirinya bahwa dia yang paling terang malam ini? Atau ia hanya ingin sendiri? Atau juga mungkin karena ia dijauhkan dari yang lain? Entahlah, yang pasti dari perbedaannya malam ini juga menggambarkan diriku yang sedang sendiri ini memandangnya. 

Memandang pria, pria? Iya lelaki. Siapa? Yang jelas pria. Pria yang seperti apa? Pria yang membuatku tak akan pernah lupa akan kedua bola matanya yang indah dan bibirnya yang lembut, begitu kemilau dan elok seperti purnama malam ini. Dirimu mencintainya? Aku sangat mencintainya. Lantas apa masalahnya? Tidak ada masalahnya. Lalu? Aku mencintainya. Apa yang dirimu ingin ceritakan adanya?

***

Pria ini, mas, kamu, si tampan atau entahlah apa namanya itu, seonggok rupa yang datang dikehidupanku kemudian pergi. Dirimu yang dari awal perlahan bisa mengalihkan kusutnya duniaku menjadi lurus dan halus bak sutra. Dirimu yang membuatku mencintai dengan tenang, dengan tulus, dengan halus, dengan ikhlas, dengan caraku sendiri. Menjadikan hari-hariku yang berwarna menjadi satu warna yaitu dirimu.

Pria yang begitu lembut hatinya dan manja yang mencari inti dari tujuan hidup dan kuharap dirimu mendapatkannya. Bagaimana bisa aku lupa dengan mata dan bibir itu? Bagaimana bisa aku lupa akan tawaku yang disebabkan olehmu? Bagaimana aku bisa melupakan semuanya? Cinta yang kita bangun bersama kini runtuh sebagai debu dan bongkahan dari sejatinya hidup.

Aku tak akan pernah lupa bagaimana aku mencintaimu dan bahkan dirimu itu sendiri. Hingga akhirnya kusadari aku singgah di persimpangan antara dua pilihan yang membuatku begitu keras dan berat dalam memilih sebagaimana persimpangan-persimpangan hidup yang sering aku jumpai. Kusadari masih banyak tanggung jawabku yang harus kulaksanakan yang dirimu juga mengetahuinya, begitu juga kurasa aku ini wanita bodoh dalam mengkultuskan Tuhan, dan dirimu juga yang membantuku untuk menentukan pilihan yang terbaik.

Kini, Tak banyak lagi harapanku. Harapanku hanya tertuju pada-Nya karena hanya Dia yang dapat melakukan hal yang tak mungkin menurut kita. Aku pun tak tahu kapan kita akan bertemu lagi dalam cinta dan sayang. Bukankah hal yang terbaik saja yang kita harap menimpa diri kita? 

Mudah-mudahan hal terbaik selalu menimpamu. Kisah cinta kita pada akhirnya akan menjadi arsip dalam kehidupan kita, mungkin akan menjadi sejarah pelajaran hidup atau kenangan manis atau hanya sekedar berangkas berdebu yang akan terlupakan. Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku dan menjadikannya terasa manis. Ah, bahkan tak kuasa diriku mengucapkan kalimat yang terakhir itu, seakan kita tak akan pernah berjumpa lagi. Tetapi masa depan siapa yang tahu?

~Penggalan kisah dari novel "2 Tahun"~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun