Mohon tunggu...
Ruli Trisanti
Ruli Trisanti Mohon Tunggu... Guru - pengajar

pengajar yang ingin belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Magnolia dalam Rinai Hujan

3 Oktober 2022   22:30 Diperbarui: 3 Oktober 2022   22:36 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seharian ini hujan mengguyur kota. seorang perempuan bertubuh kecil tak melepas pandangannya pada rinai hujan dari sudut kesepiannya. Hujan menyajikan alunan irama tersendiri. Di antara rinai hujan dan guruh yang menggemuruh, HP-nya bersuara tanda ada pesan di aplikasi WA. walau enggan, ia buka juga, lalu dibacanya sebuah pesan

"Lia, sehat?" pesan dari Yuka teman sekelasnya

singkat dia balas "ya"

"sorry, lia. Jangan tersinggung! apa benar yang orang-orang bilang, kalau kamu hamil?"

Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga. Kemarin saat Bu Andin dan kepala sekolah datang tidak ada yang langsung bertanya tentang ini. Lia yankin sebenarnya kedatangan mereka juga pasti ingin memastikan kondisi ini. ya, tentang kehamilannya. Karena rasa malu lebih besar artinya dari sebuah kejujuran, ayah Lia menyembunyikan kebenaran dengan mengatakan bahwa putrinya sedang sakit. Lia hanya berdiam diri di dalam rumah. hampir dua minggu ia tak menampakkan diri, bertemu dengan teman-temannya. Apa lagi pergi ke sekolah. Tak mungkin lagi. Namun tak ada kebohongan yang terus tertutup, pasti akan tampak juga. Yuka pasti dengan dari gunjingan orang-orang kampung sebelah, di mana ada sosok pria yang kemarin begitu Lia cintai, begitu Lia puja setengah mati. Kini cinta itu entah mengapa serupa air telaga di musim kemarau. Yang ada sekarang kehampaan, berbalut rasa mual yang terus menyerang dan rasa tegang di sekitar tengkuk. 

"iya" singkat saja Lia membalas, tetapi hatinya sedang meronta. Entah harus ke mana? tak akan ada lagi sahabat yang selalu menemani seperti dulu. Bukan salah mereka. Yuka, Luna dan Sari tidak pernah tahu apa yang Lia lakukan di luar persahaban mereka. 

"mereka anak baik-baik. terlalu polos" gumam Lia seraya menghapus air matanya.

Lalu Lia mengingat peristiwa yang dilaluinya dengan laki-laki itu. Pria tanggung yang juga masih belum sampai 17 tahun. Di sekolah mereka tidak pernah berkomunikasi karena Lia hanya menghabiskan waktu bersama sahabatnya, yuka, Luna dan Sari. Mereka menyampaikan cita-cita satu sama lain. Yuka ingin jadi jurnalis. Entah pekerjaan apa yang dia bayangkan. Luna, yang paling pintar di antara mereka tak perna berubah, selalu bilang harus jadi dokter. Dan Sari yang paling manis dan sedikit agak kenes dalam sehari bisa berubah-ubah cita-citanya. Bila sedang membaca profil seorang aktris ia akan dengan yakin suatu saat nanti Sari akan menyusul naik ke panggung keartisan. Bila di kelas ia mendengarkan Pak Johan menjelaskan Matematika, bukannya ia tekun mencoba setiap rumus ia malah bercita-cita menjadi istri yang taat bila suaminya tampan seperti Pak Johan. Begitulah Sari. 

Lia sendiri selalu tersenyum takjub dengan sahabat-sahabatnya. Lia tidak pernah mengungkapkan cita-citanya. "Yang penting bisa terus jadi sahabat kalian, aku sudah jadi orang terkaya" ungkapnya. Lalu mereka berempat berpelukan.

"Lia, malam ini jalan, yuk!" sapa seorang anak laki-laki di gerbang sekolah sewaktu jam pulang. 

bagai anak kucing dielus kepalanya, Lia tersenyum simpul. Anak laki-laki itu pun menyeringai girang. Ia tahu apa arti senyum Lia padanya. Lia pun merasa senang bisa jalan dengan anak laki-laki itu. Levi namanya. Seperti dunia lain di luar persahabatannya dengan Yuka, Luna dan Sari. Dunia yang membuncahkan kehangatan, bukan sekedar kesetabilan yang kadang menurutnya datar. Ketika Lia bersama Levi ada saatnya mereka tertawa, bertengkar, lalu berpelukan. Sampai Lia tidak menyadari ia telah terjerumus. 

Malam itu Levi memelukknya sangat erat. sampai nafas mereka sarasa menjadi satu. Sekeras apa pun Lia mengelak, Levi terus merengkuhnya hingga mereka jatuh tergulung gelombang liar sanubari. Saat tersadar Lia hanya terduduk sambil merapikan keusangan dalam dirinya. "Maaf!" desah Levi. 

Hubungan yang tak seharusnya itu terlanjur terjadi, tak bisa lagi diputar dan batalkan.

Melihat perubahan dalam dirinya, Lia mulai menyadari ada jiwa lain tertanam dalam tubuhnya. Usianya memang 15 tahun, tapi untuk memahami bahwa apa yang ia dan Levi lalui malam itu akan berakibat ini. Ya, Lia menyadari ia tengah mengandung janin hubungannya dengan Levi.

Ketiga sahabat Lia masih mengabiskan watu dengan gerak jiwa yang sama. Saling tertawa, saling mendukung dan saling membahas apa saja yang mereka lihat, mereka baca, tapi, tidak pada perubahan Lia.

Tidak ada yang menyadarinya, bahkan Levi menganggapnya sesuatu yang bisa berlalu begitu saja.

"lev, aku hamil!" singkat saja lia sampaikan lewat WA

Levi tidak membalas. Entah apa yang ada dalam benaknya. Tidak percayakah ia pada Lia? gadis kecil yang beberapa saat lalu ia rengkuh tubuhnya, ia koyak kesatinannya. Sekarang ia membisu tak tahu apa yang bisa mereka lakukan setelahnya.

**

"Sudah Mamak bilang, jadi perempuan itu jangan tolol!" maki ibu Lia, mengetahui putrinya mengandung. "Lihat Mamak, sudah bodoh, miskin pula!" Ibunya terus meracau sambil mengguncang-guncang bahu Lia. Lia diam saja. Bahkan air mata tak dapat mengalir dari sudut matanya. Hatinya membeku.

"Sekarang kau mau apa dengan orok itu? habis sudah Lia..."teriak ibunya histeris.

Lia tak dapat berkata apa. Sejak saat itu Lia hanya berdiam diri dalam rumah. Orang tuanya juga tidak berbuat apapun. Bahkan mereka tidak menghungi keluarga Levi. "Biar rusak sekalian"

Apalagi bapak. tak terucap satu kata pun dari lisannya pada Lia. Harapan untuk masa depan Lia, sudah habis berkeping-keping. Bapak hanya menyuruh istrinya menaruh makanan putrinya yang bertambah buncit itu di kamarnya, tanpa sepatah kata pun.

Mereka berdua beraktivitas seperti biasa. Menutup telinga atas gunjingan tetangga tentang Lia. 

Kini Lia bagai menghilang. Levi pun tak menunjukkan keberaniannya. Semua berjalan seperti biasa. Tak ada lagi canda tawa Lia dengan sahabat-sahabatnya. Sampai pada saat Lia melahirkan bayinya sendiri, tanpa bantuan seorang pun di kamarnya. Saat Lia berhalusinasi. Lia tak mengenali bayinya. Rembesan darah dari tubuhnya pun tak lagi berasa. 

Di siang hari yang dipenuhi rinai hujan, Lia tak lagi mengenali dirinya sendiri. Ia membawa bayi yang baru dilahirkannya seperti menyangking orok kucing. Ia keluar dari rumahnya dengan lelehan darah dan bayi yang tak ia kenali lagi. Magnolia yang indah telah sirna bersama rinai hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun