KompasTV menghadirkan narasumber yang kompeten dalam tajuk hangat Pemilihan Presiden Amerika Serikat antara petahana Donald Trump (74) dengan Joe Biden (77).
"Di sana (Amerika Serikat) saya sudah melewati sejumlah Presiden, hanya kali ini melihat Presiden yang ngotot," kata mantan Duta Besar Indonesia untuk AS, Dino Patti Djalal.
Dalam acara Sapa Indonesia Pagi, Kamis (5/10/2020) itu Dino Patti Djalal mengatakan sikap Donald Trump sebagai memalukan.
Kepepet pada perhitungan suara yang hampir pasti menenangkan Joe Biden, kubu Donald Trump menilai ada sejumlah kecurangan dalam proses penghitungan suara sejauh ini. Untuk itu pihaknya akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung.
Hingga tulisan ini dibuat, Tim Hukum Donald Trump akan menggugat penghitungan suara di setidaknya tiga negara bagian Georgia, Michigan, dan Pennsylvania.
Di lokasi-lokasi tersebut kubu Trump merasa curiga karena tertinggal jauh dari kubu Joe Biden dari 270 suara electoral college yang dibutuhkan untuk menenangkan kontestasi.
Tim kampanye Republik Trump juga mempertanyakan apakah surat suara yang baru tiga hari diterima setelah hari pencoblosan dari Pennsylvania memang bisa dihitung?
Akan tetapi di Michigan, ada saksi yang melihat sendiri bahwa pengawasan penghitungan suara suara itu sudah disaksikan oleh pihak dari kedua kubu. Saksi yang dimaksud adalah The Associated Press.
Demokrat Joe Biden tinggal membutuhkan enam electoral votes lagi untuk menang. Trump hanya mendapatkan 214 electoral votes, tertinggal cukup jauh dari Biden.
Jika empat tahun lalu Demokrat kehilangan wilayah ini, akan tetapi saat ini mereka menang di Wisconsin dan Michigan.
Maka dengan demikian, lampu hijau sudah menyala, Donald Trump segera siap-siap angkat koper dari Gedung Putih.
Dino mengatakan jika dulu dia sekolah dan kerja di sana (AS) dan telah melalui beberapa Presiden, belum pernah melihat akhlak Presiden yang seperti ini.
Menurut Dino tidak lah masuk akal dan tidak mendasar tudingan Donald Trump yang mengatakan telah terjadi sejumlah manipulasi suara.
"Tindakan memalukan, jika Trump mau menggugat silakan, saya yakin Biden akan keluar sebagai pemenangnya," kata Dino.
Melihat kondisi seperti itu, tidaklah heran jika ada setidaknya pakar politik yang mengatakan jika Pemilu AS kali ini mirip dengan Pemilu Indonesia tahun lalu.
Pada saat itu Prabowo juga mengklaim jika pihaknya telah memenangkan kontestasi. Ketinggalan dalam jumlah suara yang diraih, Prabowo lantas itu digugat ke Mahkamah Agung, ada manipulasi suara.
Dalam akun Twitternya, Kepala Biro media ABC News di AS, David Lipson, menulis jika pemilihan Presiden di AS kali ini seperti di Indonesia.
Lantas cuitan itu ditanggapi oleh Ross Tapsell. Dalam akun Twitternya, Ross Tapsell, dosen dan pakar Asia Tenggara di Australian National University (ANU) menulis "Ya seperti di Indonesia, barangkali juga jika Trump ditunjuk menjadi Menhan Biden,".
Anda dapat mengerti, Donald Trump ini diibaratkan Prabowo Subianto di Indonesia, sedangkan Joe Biden adalah Joko Widodo.
Pada perkembangannya, setelah pada akhirnya Mahkamah Agung menolak gugatan kubu Prabowo, maka dengan demikian Prabowo mengakui kemenangan Jokowi.
Presiden Jokowi lantas menunjuk Prabowo menjadi Menteri Pertahanan di kabinetnya.
Berandai-andai, jika pun Donald Trump diangkat menjadi Menteri Pertahanan di bawah Biden, maka itu namanya bukan mirip lagi. Itu ibarat peribahasa pinang dibelah dua.
Tinggal menghitung jari Joe Biden menghuni Gedung Putih, sejumlah pengamat ekonomi mulai angkat bicara apa yang bakalan terjadi, atau pengaruhnya kepada Indonesia.
Dari sejumlah pengamat itu dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
Kesepakatan dagang antara Amerika Serikat Indonesia harus direkayasa ulang. Ini dikarenakan kesepakatan sebelumnya sudah ditandatangani oleh Donald Trump. Jadi jika Biden menang kesepakatan harus dimulai dari awal lagi.
Pasar keuangan dunia termasuk Indonesia akan lebih memberikan harapan dan dapat membelokkan arah kebijakan Trump yang selama ini kerap menimbulkan gejolak.
Ekspor Indonesia akan mengalami perbaikan. Ini dikarenakan Biden lebih pro kepada pasar menengah di AS. Maka dengan demikian, ekspor alas kaki atau garmen dari Indonesia akan lebih mudah diserap, di AS maupun ke Cina.
Perang dagang akan mereda. Selama ini perang dagang terutama antara AS dan Cina tegang. Biden digadang-gadang mampu meredam tensi panas perang dagang antara AS dan Cina.
Arus modal ke negara berkembang termasuk Indonesia akan mengalir lebih deras.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI