Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Memahami Makna Sejak Dini : Kunci Membangun Generasi yang Tangguh dan Bijak

12 Juli 2025   22:03 Diperbarui: 12 Juli 2025   22:03 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Liputan6.com)

Setelah kegiatan, beri waktu untuk refleksi:

"Bagaimana perasaanmu setelah melakukan itu?"
"Apa yang kamu pelajari hari ini?"

Ini memberi ruang pada anak untuk mengolah pengalaman menjadi nilai. Seperti kata John Dewey, "Kita tidak belajar dari pengalaman. Kita belajar dengan merefleksikan pengalaman itu."

4. Hidupkan Nilai Melalui Teladan

Anak mengamati lebih dalam daripada yang kita bayangkan. Mereka mencatat ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan orang dewasa. Jika orang tua mengajarkan kejujuran tapi suka berbohong kecil, anak akan menangkap pesan kontradiktif.

Filsuf eksistensialis Albert Schweitzer menyatakan: "Example is not the main thing in influencing others. It is the only thing." Maka, jika kita ingin anak memahami makna hidup sebagai perjalanan yang jujur, penuh kasih, dan bermartabat, kita harus hidup dalam nilai-nilai itu terlebih dahulu.

5. Ciptakan Ruang untuk Merasa dan Merenung

Anak zaman sekarang dibombardir dengan layar, game, dan kegiatan tanpa henti. Akibatnya, banyak anak kehilangan waktu untuk merenung dan merasakan kehidupan. Padahal makna tidak muncul dari kecepatan, melainkan dari keheningan dan kehadiran penuh.

Sediakan waktu tanpa distraksi: jalan kaki bersama sambil berbicara santai, mendengar musik yang menenangkan, atau hanya duduk di beranda sambil bertukar cerita. Dalam ruang-ruang kecil seperti ini, makna hidup pelan-pelan masuk dan tumbuh.

Mengapa Ini Penting?

Jika anak tidak dibimbing memahami makna sejak dini, ia rentan menjadi pribadi yang cerdas secara akademik tapi kosong secara eksistensial. Ia mungkin tahu rumus matematika dan bisa mengoperasikan gawai canggih, tapi tak mampu menjawab pertanyaan sederhana: "Untuk apa saya hidup?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun