Karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa pinjaman koperasi diberikan secara selektif, diawasi secara ketat, dan digunakan secara produktif. Tanpa itu semua, koperasi hanya akan menjadi tempat penyebaran dana yang cepat musnah, seperti air hujan di tanah kering, menghilang tanpa bekas dan meninggalkan kerak.
Koperasi Disulap Jadi Program Bantuan?
Di tengah euforia pembentukan 80.000 Koperasi Merah Putih, kabar bahwa setiap koperasi akan menerima suntikan dana hingga Rp3 miliar terdengar seperti angin surga bagi masyarakat akar rumput. Sayangnya, euforia ini berisiko membelokkan arah koperasi secara fundamental. Alih-alih menjadi lembaga ekonomi rakyat yang mandiri dan produktif, koperasi mulai dipahami sebagai program bantuan pemerintah.
Dalam banyak pertemuan dan diskusi lapangan, terdengar kalimat semacam ini: "Itu kan uang pemerintah, jadi ya tidak apa-apa kalau kita pakai dulu, nanti juga ada lagi..." Pola pikir semacam ini sangat berbahaya karena menciptakan ilusi bahwa koperasi adalah saluran bantuan yang tidak perlu dikembalikan, semacam hibah terselubung yang bisa dimanfaatkan siapa saja, tanpa pertanggungjawaban jelas.
Inilah awal mula moral hazard: ketika orang merasa tidak berkewajiban bertanggung jawab atas dana yang bukan berasal dari kantong sendiri. Sikap ini menjangkiti bukan hanya anggota, tapi bisa merembes hingga ke pengurus koperasi. Akibatnya:
Dana yang semestinya bergulir untuk menggerakkan usaha justru terparkir di tangan-tangan konsumtif.
Tidak ada evaluasi serius terhadap penggunaan pinjaman.
Laporan keuangan tidak dibuat secara berkala, atau hanya menjadi formalitas.
Tidak ada tekanan sosial untuk mengembalikan dana, karena dianggap milik "pemerintah," bukan milik bersama.
Padahal, dalam prinsip koperasi sejati, dana yang dikelola adalah milik bersama. Setiap rupiah yang dipinjam harus dikembalikan, karena itu bagian dari hak anggota lain. Setiap keputusan harus melalui rapat anggota, dan setiap penggunaan dana harus dilaporkan secara transparan. Koperasi dibangun dari kepercayaan kolektif, bukan dari dana stimulan yang diasumsikan tak terbatas.
Jika koperasi diposisikan hanya sebagai program penyaluran bantuan, maka cepat atau lambat, koperasi akan kehilangan roh kemandiriannya. Ia akan hidup selama ada anggaran, dan mati begitu anggaran dihentikan. Lebih dari itu, koperasi akan kehilangan kepercayaan publik karena berubah menjadi sarang penyimpangan yang diselimuti legalitas administratif.