Disamping itu walaupun terlihat lamban ternyata katak tebu ini dapat bergerak dan menyebar dengan kecepatan sekitar 40-60 km per tahun nya.
Sehingga tidak heran katak tebu ini dengan kemampuan adaptasinya yang sangat tinggi kini menyebar ke hampir seluruh wilayah Australia dan menjadi hama yang mengganggu keseimbangan ekosistem.
Pemerintah Australia memang kini sangat kewalahan menghadapi meningkatnya populasi dan penyebaran katak tebu ini akibat tidak ada musuh alaminya.
Berbagai cara sudah dilakukan namun sampai saat ini belum berhasil mengatasi ledakan populasi katak tebu ini.
Puncaknya hari ini (20/1) di Taman Nasional Conway di negara bagian Queensland ditemukan katak tebu raksasa dengan bobot badan mencapai 2,7 kg.
Dengan ukuran raksasa ini tidak heran katak tebu yang ditemukan ini memecahkan rekor dunia sebagai katak terbesar di dunia dan dinamakan Toadzilla.
Dari segi ilmu genetika ekologi ditemukannya Toadzilla ini menunjukkan bahwa suatu spesies yang hidup pada lingkungan yang sumber dayanya melimpah dan tidak ada musuh alami akan dapat berkembang biak dan mengalami perkembangan tubuhnya lebih besar dan berubah menjadi predator.
Berubahnya fungsi katak tebu yang dulunya dianggap menjadi solusi dan kini menjadi hama merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi Indonesia dalam mendatangkan spesies alien baik melalui jalur resmi ataupun secara illegal.
Keberadaan spesies baru yang diintroduksi pada suatu ekosistem dapat saja menjadi tidak terkendali dan memusnahkan spesies lain yang secara alami berada di ekosistem tersebut selama ratusan bahkan ribuan tahun.