Australia juga sangat berkepentingan untuk memiliki hubungan baik dengan negara tetangga terdekatnya Indonesia, tidak hanya dianggap teman namun juga sekaligus "ancaman" di masa depan baik dari segi perekonomian maupun keamanan.
Bahkan jika ditelusuri lebih dalam lagi di beberapa buku bacaan di sekolah di Australia, Indonesia disebut sebagai "threat form the north".
Jadi sangat dapat dimengerti jika era Asian Study di Australia pernah mencapai masa keemasannya karena memahami negara-negara Asia secara lebih mendalam secara budaya, bahasa dan politik merupakan suatu keharusan karena mitra keamanan dan mitra dagang utama Australia ada di Asia seperti Tiongkok, Jepang, Korea, dan Indonesia.
Sektor tertentu seperti pertanian, turisme, dan pendidikan Australia sangat tergantung pada negara Asia. Sebagai contoh ekspor sapi hidup dan daging sapi Australia ke Indonesia merupakan salah satu yang terbesar.
Masa Keemasan Telah Berlalu
Namun kini tampaknya era kemasan Asian Study di Australia secara perlahan namun pasti mulai sirna.
Hal ini terjadi disamping karena perubahan visi pimpinan Australia saat ini yang mulai menggeser kiblat politik luar negerinya ke Eropa dan Amerika, juga disebabkan oleh kondisi perokonomian Australia yang semakin terpuruk terutama di era pandemi ini.
Pimpinan Australia juga lupa bahwa Australia  adalah negara  multi nasional dan multi kultural.
Sirnanya masa keemasan Asian Study ini juga salah satunya disebabkan karena privatisasi perguruan tinggi yang menyebabkan program studi yang secara ekonomis menguntungkan saja yang akan bertahan di level perguruan tinggi.
Tanda-tanda meredupnya pamor Asian Study ini sudah tampak sekitar 10 tahun lalu ketika universitas besar yang sangat terkenal Asian Study mulai menutup programnya dan juga memberhentikan dosen-dosen yang sangat kompeten dalam politik, budaya, dan bahasa di kawasan Asia.