Mohon tunggu...
Ansarullah Lawi
Ansarullah Lawi Mohon Tunggu... Dosen - Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Batam (ITEBA)

Pengampu Matakuliah Perancangan Produk dan Technopreneurship, Peneliti Ergonomi dan Lingkungan, Pengamat Politik, Pemerhati Pendidikan di Era Digitalisasi, Penggemar Desain Grafis, dll Semuanya dicoba untuk dirangkum dalam beberapa tulisan blog. Stay Tune! (^_^)v

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Indonesia Menuju Generasi Keemasan: Siapkah Kita?

12 April 2024   06:35 Diperbarui: 12 April 2024   09:53 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit to Irgi Nur Fadil | pexels.com

Sebelum kita membahas tentang masa depan pendidikan untuk mencetak generasi emas Indonesia, pertama-tama mari kita pahami lanskap pendidikan saat ini. Di era digital, generasi muda kita sering disebut sebagai 'generasi jempol' karena dominasi penggunaan gadget yang membatasi aktivitas fisik dan interaksi sosial. Ini bukan sekadar fenomena sosial; ini adalah tantangan pendidikan yang harus kita tangani dengan serius. Ilmuwan seperti Stepen Chu, pemenang Nobel Fisika, telah memperingatkan bahwa generasi mendatang mungkin kehilangan keterampilan lateral dan dexteritas yang kaya karena ketergantungan pada teknologi. Hal ini mengundang kita untuk berpikir ulang tentang bagaimana kita mendidik anak-anak kita, tidak hanya dalam hal pengetahuan, tetapi juga dalam keterampilan hidup dan berpikir.

Di sisi lain, kita menghadapi masalah fundamental dalam literasi dan numerasi. Hasil tes PISA 2022 menunjukkan bahwa Indonesia masih berjuang di area ini, dengan hanya sekitar 25% anak usia 15 tahun yang mencapai standar minimum. Literasi dan numerasi bukan sekadar tentang membaca dan menghitung; mereka adalah pintu gerbang ke semua jenis pembelajaran dan pemahaman dunia. Tanpa fondasi yang kuat di sini, anak-anak kita akan kesulitan untuk berkembang di bidang lainnya.

Selanjutnya, ada pertanyaan tentang bagaimana kita membangun fondasi yang kuat untuk generasi muda kita. Apakah kita ingin mereka menjadi ilmuwan empiris, ilmuwan sosial, atau berpikir secara lateral? Kita harus mengembangkan sistem pendidikan yang tidak hanya melatih mereka dalam fakta dan angka tetapi juga menginspirasi mereka untuk bertanya, menjelajah, dan berinovasi.

Pendidikan di Indonesia harus melampaui tujuan tradisional untuk lulus ujian dan mendapatkan pekerjaan. Ini harus tentang membangun keingintahuan, kecintaan terhadap pembelajaran, dan kemampuan untuk terus tumbuh secara intelektual dan pribadi sepanjang hidup. Growth mindset, konsep bahwa kemampuan kita dapat berkembang melalui dedikasi dan kerja keras, harus menjadi inti dari pendidikan kita. Anak-anak perlu diajarkan bahwa kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran dan bahwa tantangan adalah peluang untuk berkembang.

Isu lain adalah bagaimana kita menumbuhkan minat pada bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika), yang merupakan kunci untuk memecahkan banyak masalah global yang kita hadapi saat ini. Di Indonesia, ada kecenderungan untuk melihat bidang-bidang ini sebagai domain eksklusif bagi yang 'berbakat' secara akademik. Namun, kita perlu mengubah pandangan ini dan mendorong semua anak untuk mengeksplorasi dan menikmati STEM, menghubungkan mereka dengan masalah dunia nyata yang dapat mereka bantu selesaikan dengan keterampilan tersebut.

Pada intinya, kita harus bertanya pada diri kita sendiri: apa tujuan pendidikan di Indonesia? Apakah hanya untuk memproduksi pekerja yang dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja, atau apakah kita juga bertujuan untuk membentuk individu yang berpikir kritis, kreatif, dan bertanggung jawab yang dapat berkontribusi pada masyarakat? Jawabannya harus mencakup keduanya, dan untuk mencapai hal itu, kita perlu mengadopsi pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi dalam pendidikan.

Reformasi pendidikan tidak dapat terjadi dalam semalam. Ini membutuhkan strategi yang jelas, komitmen jangka panjang, dan kolaborasi antara semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pendidik, orang tua, dan masyarakat. Kita harus bersiap untuk perubahan yang sistemik, yang berarti melihat lebih dari sekadar kurikulum dan metodologi pengajaran, dan mengatasi faktor-faktor seperti kebijakan pendidikan, pembiayaan, pelatihan guru, dan keterlibatan komunitas.

Salah satu langkah penting adalah mengembangkan pendidikan yang berpusat pada siswa, di mana pembelajaran diarahkan oleh keingintahuan dan kebutuhan mereka, bukan hanya oleh kurikulum yang ketat. Ini akan membantu menumbuhkan kecintaan terhadap pembelajaran dan memotivasi siswa untuk mengejar pendidikan mereka dengan lebih semangat dan tujuan.

Peran guru sangat penting dalam transformasi ini. Guru harus dilihat sebagai fasilitator pembelajaran, bukan hanya penyampai pengetahuan. Mereka perlu didukung dengan sumber daya, pelatihan, dan kebebasan untuk berinovasi dalam pengajaran mereka. Peningkatan profesional yang berkelanjutan dan lingkungan yang mendukung akan membantu guru tumbuh bersama siswa mereka.

Selain itu, kita harus memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pembelajaran. Teknologi dapat menyediakan akses ke sumber daya pendidikan yang luas, memfasilitasi pembelajaran yang dipersonalisasi, dan membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 yang penting seperti pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan kolaborasi digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun