Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berakhirnya Masa Keemasan Asian Study di Australia

29 Juli 2021   05:00 Diperbarui: 29 Juli 2021   20:16 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The University of Queensland| Dokumentasi JACK Study Abroad via Kompas.com

Jika di era tahun 1980an -1990 an kiblat Asian Study termasuk Indonesia Study adalah Amerika, maka  setelah periode waktu tersebut kiblat bergeser ke Australia.

Bagi Australia mau tidak mau suka tidak suka memiliki hubungan baik dengan negara-negara di kawasan Asia termasuk tetangga terdekatnya Indonesia merupakan suatu keharusan.

Kegagalan Australia memahami letak geografisnya dan juga ketergantungan perekonomiannya pada Asia akan berakibat fatal.

Sebagai contoh beberapa kali hubungan diplomatik Indonesia dan Australia mengalami titik nadir akibat perbedaan pemahaman sikap dan perilaku politik kedua negara.

Permasalahan terbesar dari ketegangan yang seringkali timbul diantara Australia dan negara di kawasan Asia karena sikap Australia yang lebih berkiblat pada Amerika dan Eropa dalam politik internasionalnya, namun dalam hal ekonomi Australia mengaku merupakan bagian dari Australia.

Sikap Australia yang cenderung tidak dapat menyesuaikan dengan budaya Asia tampak sekali terlihat ketika Amerika di bawah Trump berseteru dengan Tiongkok, Australia lebih memilih mendukung Amerika dibanding salah satu mitra utama dagangnya Tiongkok.

Sebenarnya pimpinan terdahulu Australia menyadari betul bahwa masa depan Australia dari segi perekonomian itu ada di Asia, bukan di Amerika dan di Eropa.

Sebagai contoh di era pemerintahan Paul Keating hubungan Indonesia dan Australia sangat akrab dan saling mengerti.  Hal ini tentunya disebabkan pimpinan Australia memiliki tim pakar dan  negosiator yang sangat kuat yang mengerti betul akan budaya Indonesia.  

Oleh sebab itu di era tersebut pusat studi Asia termasuk Indonesia Study menjamur. Bahkan bahasa Indonesia diajarkan di sekolah-sekolah di Australia untuk mempersiapkan generasi penerusnya berkiprah di kawasan Asia.

Dari segi politik internasionalnya  di era tersebut Australia juga pernah memfokuskan bantuan luar negerinya ke negara-negara di Asia termasuk Indonesia.

Australia juga sangat berkepentingan untuk memiliki hubungan baik dengan negara tetangga terdekatnya Indonesia, tidak hanya dianggap teman namun juga sekaligus "ancaman" di masa depan baik dari segi perekonomian maupun keamanan.

Bahkan jika ditelusuri lebih dalam lagi di beberapa buku bacaan di sekolah di Australia, Indonesia disebut sebagai "threat form the north".

Ilustrasi: Australian National University
Ilustrasi: Australian National University

Jadi sangat dapat dimengerti jika era Asian Study di Australia pernah mencapai masa keemasannya karena memahami negara-negara Asia secara lebih mendalam secara budaya, bahasa dan politik merupakan suatu keharusan karena mitra keamanan dan mitra dagang utama Australia ada di Asia seperti Tiongkok, Jepang, Korea, dan Indonesia.

Sektor tertentu seperti pertanian, turisme, dan pendidikan Australia sangat tergantung pada negara Asia. Sebagai contoh ekspor sapi hidup dan daging sapi Australia ke Indonesia merupakan salah satu yang terbesar.

Masa Keemasan Telah Berlalu

Namun kini tampaknya era kemasan Asian Study di Australia secara perlahan namun pasti mulai sirna.

Hal ini terjadi disamping karena perubahan visi pimpinan Australia saat ini yang mulai menggeser kiblat politik luar negerinya ke Eropa dan Amerika, juga disebabkan oleh kondisi perokonomian Australia yang semakin terpuruk terutama di era pandemi ini.

Pimpinan Australia juga lupa bahwa Australia  adalah negara  multi nasional dan multi kultural.

Sirnanya masa keemasan Asian Study ini juga salah satunya disebabkan karena privatisasi perguruan tinggi yang menyebabkan program studi yang secara ekonomis menguntungkan saja yang akan bertahan di level perguruan tinggi.

Tanda-tanda meredupnya pamor Asian Study ini sudah tampak sekitar 10 tahun lalu ketika universitas besar yang sangat terkenal Asian Study mulai menutup programnya dan juga memberhentikan dosen-dosen yang sangat kompeten dalam politik, budaya, dan bahasa di kawasan Asia.

Sebagai contoh Asian Study di Australian National University sudah banyak memberhentikan dosen di kelompok keilmuan Asian Studi termasuk Indonesia Study.

Dari segi bisnis keputusan menutup Asian Study di universitas memang merupakan salah satu cara bertahan di era pandemi karena krisis keuangan universitas, namun dalam jangka panjang keputusan ini tentunya akan berdampak pada masa depan Australia untuk dapat berkiprah di kawasan Asia ini.

Ketidak harmonisan hubungan Australia dan Tiongkok dalam 5 tahun terakhir ini merupakan contoh nyata bagaimana perekonomian Australia terdampak besar.

Minggu ini kampus terakhir yang merencanakan mengurangi kegiatan dan juga stafnya yang terkait dengan Asian Study adalah La Trobe University.

La Trobe university merencanakan akan memecat sekitar 200 staf nya  karena kekurangan pemasukan sebesar US $ 165 juta karena menurunnya penerimaan dari mahasiswa internasionalnya secara drastis.

Bagi Australia yang sedang dilanda masa ketidakpastian dan kontestasi geopolitik yang semakin meningkat ini justru memerlukan keterlibatannya  dengan Asia agar dapat bertahan.

Penutupan Asian Study di universitas-universitas di Australia yang menjadi tren saat ini karena himpitan pendapatan universitas tentunya akan memengaruhi keterlibatan Australia di kawasan Asia atau sebaliknya.

Pengurangan dan pemotongan program bahasa Indonesia  di berbagai universitas di Australia memang telah mengundang kritik keras termasuk juga program  bahasa Cina, Jepang, dan Hindi.

Tidak hanya La Trobe university, University of Western Australia juga berencana untuk mengurangi staf penelitiannya dalam bidang Asian Study. Tidak hanya Asian Study akan terdampak pengurangan staf ini namun juga bidang ilmu antropologi dan sosiologi.

Di era perdagangan bebas literasi Asia sangat penting bagi Australia karena ketergantungan perekonomian Australia pada negara Asia seperti Tiongkok dan Indonesia.

Penutupan Asian Study di berbagai universitas di Australia tidak saja akan merugikan Australia namun juga menyia-nyiakan tenaga ahli dan pakar Asia yang tidak dapat mengajar lagi di universitas karena diberhentikan.

Keberadaan Australia di kawasan Asia ini membuat sumber daya manusia yang mengerti tentang Asia menjadi aset penting bagi masa depan Australia. Sumber daya manusia yang seperti inilah yang diperlukan oleh Australia untuk dapat bertahan di Asia.

Posisi Indonesia 2050. Sumber: IMF
Posisi Indonesia 2050. Sumber: IMF

Perlu diingat di tahun 2050 mendatang Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi peringkat 4 dunia yang peringkatnya akan jauh di atas Australia. Di saat seperti itulah ketergantungan Australia pada Indonesia dan negara Asia lainnya akan semakin besar.

Sikap pemerintah federal yang membiarkan Asian Study yang ada di berbagai universitas sehingga mati satu demi satu menjadi pertanyaan besar karena dalam jangka panjang sikap dan kebijakan seperti ini akan berdampak buruk bagi Australia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun