Mohon tunggu...
Riwisna Putunanga
Riwisna Putunanga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Sains Psikologi Kesehatan, Universitas Padjadjaran

currently diving and growing into health/medical psychology. Salam Sehat!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

How To Deal With Quarter Life Crisis?

15 Desember 2022   19:33 Diperbarui: 16 Desember 2022   15:41 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki usia 20-an merupakan fase yang paling menantang, hal ini karena individu bukan lagi berada pada fase remaja, namun juga belum memasuki usia dewasa secara matang. Menurut Arnett peralihan dari masa remaja ke masa dewasa disebut sebagai emerging adulthood, yang terjadi dari usia 18 hingga 25 tahun (dalam Santrock, 2011). 

Individu di tahap emerging adulthood umumnya individu yang akan menyelesaikan perkuliahan dan akan menjalani tingkat pendidikan yang lebih tinggi, fokus untuk memulai karir, atau memiliki rencana-rencana untuk hubungan yang lebih serius dengan partner mereka. 

Pada masa ini adalah masa yang sering berubah bagi banyak individu karena individu mulai bereksplorasi pada berbagai kemungkinan dalam pekerjaan, percintaan, dan bagaimana cara individu tersebut memiliki pandangan akan dunia. Selain itu, pada emerging adulthood, umumnya individu mulai dan telah membuat pilihan hidup yang konsekuensinya bertahan lama.

Menurut Agarwal, et al (2020), terdapat lima ciri perkembangan yang menentukan individu memasuki tahap emerging adulthood; (1) individu merasa ambigu dalam hal status dewasa -- anak muda dalam rentang usia ini biasanya menggambarkan diri mereka dalam beberapa hal sebagai orang dewasa, namun dalam beberapa hal tidak, dan terjebak di antaranya; (2) periode eksplorasi diri dan dunia secara aktif; (3) masa ketidakstabilan dalam peran dan hubungan, yang berasal dari kurangnya ikatan jangka panjang yang memungkinkan perubahan gaya hidup, peran dan tempat tinggal;

(4) menghabiskan banyak waktu untuk self-focus, mereka berusaha berinvestasi untuk masa depan mereka sendiri; dan (5) masa untuk fokus dan optimisme ke masa depan. 

Contohnya ketika individu yang baru lulus kuliah atau baru memasuki dunia pekerjaan, mereka akan mempertanyakan hal yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang. Individu mulai bertanya pada dirinya mengenai kehidupan seperti apa yang akan mereka jalani, Langkah apa yang harus mereka pilih, apakah hal yang sedang mereka perjuangkan akan membuahkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi mereka.

Individu mulai membandingkan dirinya dengan individu lain yang berada diusia yang sama. Pada fase ini individu akan mempertanyakan mengenai dirinya, kemampuannya, apakah hal yang ia jalani sesuai dengan passion, dan juga mengenai pasangannya, karena individu menganggap bahwa keputusan yang ia ambil saat ini akan memiliki dampak yang panjang di masa depan.

Pada tahap perkembangan ini, individu mulai mencari jati diri mereka yang sesungguhnya. Mereka mulai mencari-cari tujuan hidup yang lebih nyata, kemudian mereka dihadapkan dengan kehidupan yang (terkadang) tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. 

Robbins dan Wilner (dalam Rossi dan Mebert, 2011) menggambarkan periode setelah kelulusan perguruan tinggi sebagai periode yang tidak tenang, stres, dan memicu kecemasan, yang dapat menyebabkan perasaan ragu-ragu, tidak berdaya, dan panik.

Selain terjadi pada fase setelah kelulusan perguruan tinggi, Robinson (2019) mengatakan bahwa emerging adulthood juga sering kali dihadapkan pada situasi saat individu sudah bekerja. Individu mungkin saja merasa tertekan saat berada dilingkungan pekerjannya, namun disisi lain individu tersebut tidak dapat meninggalkan pekerjaannya karena ada hal yang menjadi pertimbangan, contohnya adanya kewajiban untuk bekerja. 

Hal tersebut dapat memicu kecemasan, kebingungan, dan stres pada individu karena ia harus memilih untuk tetap menjalankan pekerjannya namun ia tidak merasa nyaman atau meinggalkan pekerjaannya namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa pekerjaan baru akan lebih baik dari pekerjaannya sekarang.

Pada masa inilah sering kali muncul fase yang disebut dengan quarter-life crisis. Quarter-life crisis muncul ketika individu dihadapkan pada kenyataan bahwa hidup tidak seperti yang dipikirkan. Ini adalah emotional crisis of identity dan self-confidence.

Individu dihadapkan pada perasaan bahwa mungkin ia tidak jujur pada dirinya sendiri yang sebenarnya, tetapi ia juga tidak yakin tentang siapa ia seharusnya. Rossi dan Mebert (2011) juga mendefinisikan quarter-life crisis sebagai krisis identitas yang membuat lulusan perguruan tinggi tertekan, terjebak dalam lingkungan pekerjaan yang membuat cemas, dan penuh keraguan.

Pada umumnya, individu yang sedang merasakan quarter-life crisis seringkali membandingkan dirinya dengan pencapaian individu lain yang seusianya. Merasa dirinya tertinggal bila dibandingkan dengan orang di sekelilingnya. Hal tersebut lah yang dapat membuat individu semakin tidak percaya diri mengenai dirinya dan juga muncul keraguannya mengenai masa depan. 

Sedangkan quarter-life crisis adalah hal yang umum terjadi dan banyak individu lain yang pernah mengalaminya.
Jika merasa sedang mengalami fase ini, jangan panik. Meskipun mungkin akan merasa stress dan lelah, namun sebenarnya fase ini dapat dimanfaatkan untuk evaluasi diri dan mulai membuat pilihan yang lebih baik untuk ke depannya.


How not to lose to quarter life crisis?
1. Learning new skill -- memulai hal baru dari aktivitas sehari-hari dan menghabiskan waktu untuk mempelajari keterampilan baru. Mencari hobi baru yang memunculkan emosi positif.
2. Journaling -- menuliskan hal-hal kecil yang telah dicapai, hal ini akan membuat diri menjadi lebih percaya diri.
3. Stay connected! -- terkadang hal ini membuat diri untuk menjauh dari komunitas sosial, namun sebenarnya komunitas sosial lah yang dapat membantu diri lebih bersemangat agar tidak merasa stuck dan tidak sendirian. However, we still need social support!
4.Meditasi membantu diri untuk lebih menenangkan pikiran, ketika pikiran tenang maka diri akan berpikir lebih jernih dan akan membantu diri saat mengambil suatu keputusan.
5.Jangan terburu-buru, life is not a race.

Rerefences:

Illustration by Behance - Pinterest

1.Agarwal S, Guntuku SC, Robinson OC, Dunn A and Ungar LH (2020) Examining the Phenomenon of Quarter-Life Crisis Through Artificial Intelligence and the Language of Twitter. Front. Psychol. 11:341. doi: 10.3389/fpsyg.2020.00341
2.Rossi, Nicole E., & Mebert, Carolyn J. Does a Quarterlife Crisis Exist?. Journal of Genetic Psychology. 2011; Vol. 172(2), Page 141-161.
3.Santrock, John W., (2011). Life Span Development 13th edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
4.Robinson, O.C. (2019). A Longitudinal Mixed-methods Case Study of Quarter-life Crisis During The Post University Transition: Locked-out and Locked-in Forms in Combination. Journal of Emerging Adulthood. Vol. 7, Issue. 3. https://doi.org/10.1177/2167696818764144

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun