Mohon tunggu...
Dongeng

Legenda Asal-usul Banyuwangi

9 Februari 2016   20:42 Diperbarui: 9 Februari 2016   21:24 3285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan besar di ujung timur Pulau Jawa. Blambangan namanya. Kerajaan tersebut andil dalam hal peperangan hingga dapat melenyapkan Kerajaan Klungkung yang saat itu menjadi kerajaan terbesar di Pulau Dewata. Blambangan dipimpin oleh seorang raja yang gagah perkasa. Dia seorang yang kerja keras, pantang menyerah, dan berkemauan tinggi.

Sifat inilah diturunkan kepada anak satu-satunya yang akan menjadi putra mahkota, Raden Banterang. Rakyat Blambangan sudah mengenal Raden Banterang adalah orang yang sangat mirip dengan ayahnya. Kegemaranya yang sama, yakni berburu di hutan menjadikan wanita seantero negeri terpikat olehnya. Sayangnya dia belum mendapat seorang pun yang pantas menjadi pendamping hidupnya.

Singkat cerita, suatu pagi yang cerah dia ijin kepada ayahandanya untuk pergi ke hutan. Kegemaranya ini ia lakukan setiap saat. Dia dikawal bersama dua abdinya.

“Ayahanda, ijinkan putramu ini pergi berburu. Hamba akan segera kembali jikalau sudah mendapatkan seekor mangsa.” Pintanya.

“Baik anakku. Hai-hati disana. Kondisi kerajaan sedang tidak baik akibat kita menyerang Kerajaan Klungkung kemarin. Tentu banyak mata-mata yang akan membunuhmu. Aku menyiapkan dua pengawal terbaikku untuk melindungimu.” Sahut Paduka Blambangan.

Setelah mendapat pesan dari raja, Pangeran pun langsung menaiki kuda kesayanganya menuju utara. Dia berburu hingga sore hari menjelang petang tetap tidak mendapatkan seekor binatang buruan. Walaupun demikian, hal ini tidak membuat Pangeran Banterang kecewa sedikitpun. Matahari sudah mau tenggelam, namun semangatnya tak pernah pudar.


“Wushh”. Suara binatang lari dengan kencang. Pangeran menoleh dan mengejarnya. Dia terus menghentakkan pacuan kudanya hingga sampai di suatu sungai yang jernih. Karena tidak dapat dikejar dengan baik, pangeran tersebut turun dan mengambil seteguk air untuk melepaskan dahaganya. Dia sangat kelelahan dan memutuskan kembali ke Istana.

Di tengah perjalanan dia sontak terkejut melihat sesosok gadis cantik sendiri di bawah pohon besar. Ia menghampirinya dengan gelisah.

“Siapa anda?” tanyanya. Didalam hati dia berfikiran bahwa dia adalah makhluk halus.

“Namaku Surati.” Katanya.

“Benarkah? Bukankah engkau seorang makhluk halus? Aku sungguh tak percaya kau berada di tempat gelap seperti ini sendiri.” Kata Pangeran Banterang dengan tergesa-gesa.

Pangeran Banterang terpikat oleh wajah Surati yang cantik jelita. Dia berpikir untuk menjadikanya seorang istri untuk mendampinginya. Tetapi dia harus memastikanya dulu mengapa dia disini.

“Iya aku adalah seorang manusia” surati berkata.

Setelah berbincang lama, sekarang Pangeran tahu bahwa dia adalah putri Kerajaan Klungkung. Akibat serangan yang dilakukan ayahnya telah menewaskan ayah dan seluruh kerajaanya. Pangeran merasa bersalah dengan putri tersebut atas kejahatan ayahnya. Sebagai gantinya dia menebus dengan menikahinya. Namun sebenarnya bukan balas budi tujuan Pangeran Banterang tersebut, karena sejak jumpa pertama dia merasa aura cinta yang dalam dekat bersamanya. Untuk itu ia membawanya ke Istana.

Sampai di Istana Blambangan, sang raja kaget melihat putranya membawa seorang gadis yang cantik jelita tersebut. Ia menjelaskan kepada ayahnya bahwa dia menemukanya di hutan. Dia hidup sendiri karena tersesat di hutan tersebut. Pangeran menyembunyikan asal-usul sang putri demi cintanya kepada Surati. Ia yakin bahwa ayahnya tidak mau merestui apabila dia menceritakan Surati, putri Kerajaan Klungkung.

“Sendiko Dawuh Kanjeng Prabu. Saya Surati melarikan diri dari seberang. Ayah saya telah tiada dan saya hidup sendiri di hutan.” Kata dia.

Sang raja menerima salamnya dan merestui mereka menikah.

“Terimakasih banyak Kanjeng Prabu. Kami akan menjadi pasangan utuh hingga akhir hayat.” Sumpah mereka berdua sebagai ucap syukur Prabu Siliwangi telah merestuinya.

Pesta pernikahan pun digelar selama tujuh hari tujuh malam. Seluruh rakyat Blambangan diundang menghadiri acara pernikahan putra raja itu yang sangat megah. Seluruh rakyat terpesona melihat keserasian pangeran yang gagah dan tampan bersanding dengan putri yang cantik rupawan. Mereka layaknya pasangan raja dan ratu sejati.

Berita pernikahan ini menyebar luas hingga terdengar oleh sebagian rakyat Klungkung dari pulau seberang. Tak luput sepengetahuan kakak kandungnya, Rupaksa. Terlintas langsung dipikiranya untuk balas dendam akan kematian ayah dan juga keluarga serta kerajaanya akibat ulah Kerajaan Blambangan.

“Ini adalah hal yang baik Surati adikku. Kau tepat sekali menikah dengan lelaki putra bajingan itu. Awal permainan ini ada di tanganmu.” Gumanya dalam hati.

Sore menyingsing matahari. Angin bertiup riuh mengakhiri pesta nikah pasangan romantis Blambangan. Semua hiruk-piruk aktivitas kembali normal seperti sedia kala. Mereka hidup bahagia dengan kemewahan yang ada.

Suatu hari, Putri Surati ingin pergi ke pesta kerajaan tetangga. Dia mengenakan baju yang megah dengan aksesoris yang melekat sekujur tubuhnya. Anting emas, kalung berlian, hingga cincin permata ia gunakan. Wajahnya yang rupawan membuatnya tampil eksotik bagai seorang putri yang bersinar di dunia kala itu. Ia sudah mempersiapkan semuanya hingga matang. Ia berjalan hingga sampai ke depan pintu gerbang.

“Maaf tuan putri, hamba lancang menghalangi perjalanan anda.” Kata seorang pengemis berwajah suram dan pakaian compang-camping.

“Apa maksud anda menghambat kedataganku, wahai tuan?” kata Surati dengan lembut.

Seketika itu pengemis mentengadahkan wajahnya ke depan wajah Putri Surati. Sang putri keheranan seperti pernah mengenali sosok lelaki ini. Sambil mengingat-ingat wajahnya, ia gelisah. Lalu ia teringat pada sosok kakaknya, Rupaksa.

“Kakanda Rupaksa. Apakah itu engkau? Tanyanya dengan bimbang.

“Iya betul sekali dinda. Aku Rupaksa.” Jawabnya dengan tegas.

Ia terharu bercampur senang dapat bertemu dengan kakaknya lagi. Mereka berpelukan dan jatuh seketika air mata Surati yang tulus atas kecintaanya. Ia mempersilahkan kakaknya untuk masuk ke dalam Istana.

“Tidak Surati. Aku datang disini bukan untuk bertamu kepada bajingan Blambangan itu. Aku ingin membalas dendam semua apa yang telah dia lakukan terhadap kita.” Katanya.

“Kanda, masalah yang lalu biarlah usai. Kita bisa hidup damai lagi seperti dulu. Bukankah itu adalah hal yang baik jika kita memaafkan sesama yang lain? Jawabnya.

Tak pikir lama, Rupaksa segera pergi dari depan gerbang Istana ini agar tidak ketahuan oleh Raja Blambangan tersebut. Ia menitipkan sesuatu kepada adiknya itu.

“Apa ini kanda? Keris? Untuk apa?” Tanyanya.

“Simpan ini baik-baik di bawah bantalmu. Gunakan sebagai pelindungmu kelak ketika ada ancaman yang ingin mencelakai dirimu. Ini adalah pusaka yang tersisa dari Klungkung. Warisan dari ayahanda kita.” Jawabnya dan langsung menghilang.

“Kanda.... Kanda... Kanda...” teriaknya memanggil dengan kencang.

Sang Putri gelisah dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke pesta tersebut. Ia menuruti perintah kakaknya untuk menyimpan keris kecil itu di bawah bantalnya tanpa sepengetahuan siapapun.

Keesokan harinya Pangeran Banterang pergi ke hutan dengan membawa 7 buah panah yang runcing. Ia berpamitan kepada istrinya sambil mencium keningnya. “Hati-hati ya istriku”, pesanya.

Ia terus berburu hingga mendapat banyak hewan buruan. Ini membuat sang Pangeran puas atas jerih payahnya. Sambil duduk di semak belukar hutan, ia membuat rencana ingin pergi berdua bulan madu lagi bersama Surati. Memilih tempat yang nyaman dan tenang untuk menghilangkan rasa stres di dalam Istana. Dan juga untuk membuat langgeng pernikahanya.

“Tuan...” seorang laki-laki berwajah dewasa menghampirinya dengan baju compang-camping dan kusut.

“Siapa kau? Katanya dengan nada terkejut karena telah membuyarkan lamunan indahnya tentang bulan madu tersebut. Ia marah seketika.

“Beraninya membuat lamunanku buyar. Siapa kau?” tanyanya menghentak.

“Aku adalah petunjukmu. Engkau dalam keadaan bahaya sekarang. Istrimu adalah seorang penjahat yang akan melukai dirimu dan juga kerajaanmu. Dibawah bantalnya ada sebuah keris pusaka yang dapat meluluhlantahkan keluarga termasuk nyawamu. Ingat dia mempunyai darah Klungkung dan akan membalaskan dendamnya kepada seluruh keluarga dan kerajaanmu. Betapa bodohnya kau Banterang.” Ucapnya menggelegar lalu lenyap seketika.

“Tidak mungkin. Mana orang itu?” katanya sambil mencari di sekelilingnya.

Tanpa pikir panjang tidak memikirkan apapun, ia segera pulang ke istana dan mencari istrinya dengan cepat. Ia langsung menghampirinya dan menamparnya dengan keras.

“Dasar perempuan bajingan!” nadanya menyentak.

“Ada apa kanda? Aku tak tahu apa yang engkau pikirkan.”

“Kau telah berdusta Surati. Kau benar akan menyelakai kerajaan ini.” Kata Pangeran banterang dengan berlari menuju kamarnya.

Ia bergegas hingga menjatuhkan semua barang yang ada di hadapanya. Sampai di kamar tidurnya, ia mengambil bantalnya dan langsung terpampang dihadapanya sebuah keris. Ukiranya mirip seperti ukiran bali. Ia tak menyangka dan langsung memutuskan hal-hal jahat kepadanya.

Surati yang mengikuti di belakangnya terdiam bisu melihat tingkah suaminya itu. Ia tak mengerti mengapa dia bisa tahu ada pusaka peninggalan Klungkung di bawah bantalnya. Ia pun menjelaskan kepada Banterang semua yang ada.

“Alah kau bohong, Surati.” Kata Pangeran Banterang sambil menyeret Surati hingga sampai di sebuah sungai yang deras.

“Apa-apaan ini. Kanda mengapa membawaku kesini.” Tanyanya sambil meminta ampun.

“Kau bangkai. Cantik di luar busuk di dalam. Aku sungguh tak menyangka kau akan melakukan hal sekeji itu. Setelah aku menolongmu, kau akan menusukku hingga aku tak berdaya. Sungguh licik pikiranmu itu.” Jawabnya dengan nada tinggi.

Surati bingung dengan apa yang terjadi. Dengan penuh ikhlash ia merenung dalam hati untuk membuktikan semua kebenaran yang ada. Ia tulus mencintai Banterang. Bukan untuk balas dendam ataupun ingin mencelakai kerajaanya.

“Tapi apakah ini adalah sebuah akhir kita?” Tanyanya dalam hati.

“Oke kanda jika ini yang engkau mau. Bukti ketulusan dinda mencintaimu hanya dengan cara ini agar kau percaya padaku. Aku bersumpah loncat ke sungai ini. Apa yang akan terjadi adalah sebuah takdir. Takdir yang akan memisahkan kita yang akan terus dikenang selamanya.” Ia merintih pelan tak kuat menahan tangisanya.

“Apa yang kamu sumpahkan? Tanyanya mengancam.

“Demi langit dan bumi ini. Aku bersumpah loncat ke sungai ini. Jika nanti sungai ini berbau wangi, maka aku benar tulus mencintaimu dan salah apa yang kamu pikirkan. Tetapi jika suangi ini keruh dan busuk, niscaya aku bohong kepadamu.” Kata Surati dengan pelan.

Akhirnya dia melompat setelah sekian lama berfikir dalam-dalam. Hingga ia terjun  dari ketinggian sungai tersebut.

“Selamat jalan kanda” titahnya.

Sang Pangeran seketika merasakan hal yang aneh telah melakukan istrinya bodoh seperti itu. Lama kemudian air sungai tersebut jernih dan wangi. Sang pangeran tidak menyangka dan menuruni sungai tersebut. Ia mengambil air di telapak tanganya dan menciumnya dengan tulus.

“Wangi… Banyu… Wangi.. Banyu… Wangi.. Sungguh aku telah berdosa. Surati ! Surati ! Surati !” Teriaknya keras setelah sadar bahwa ia memang benar mencintainya.

Ia menyesal telah menuruti nafsunya yang berlebihan. Banterang pun menangis histeris seketika ditinggal oleh Surati. Kemudian sebagai permohonan maafnya ia rela mati jatuh ke sungai itu juga.

Berkat itulah air sungai yang ada di situ disebut Banyuwangi, yang mengandung kata banyu = air dan wangi = harum. Daerah ini sekarang dikenal luas dengan nama Bnayuwangi karena kisah seorang pengabdian Surati kepada suaminya, Banterang.

Nilai yang Terkandung            :

1.      Nilai Moral. Pada cerita tersebut dipaparkan sebuah kejujuran adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan jujur kita akan selamat hidup di dunia. Selain itu, kepercayaan kepada seseorang, menjadi suatu kunci bagaimana suatu masalah dapat diselesaikan. Di dalam cerita tersebut kepercayaan Banterang yang kurang kepada istrinya membuat semua yang ada berantakan hingga akhirnya mereka terjun ke sungai yang sama. Selain itu kita diajarkan sifat baik dalam melakukan suatu hal. Tidak adanya hal kebaikan membuat suatu konflik yang berkepanjangan.

 

2.      Nilai Agama. Di dalam cerita tersebut selalu diajarkan sikap rendah hati dalam berkuasa. Selain itu percaya kepada Tuhan atas segala apa yang terjadi menjadi kunci suatu masalah dapat diselesaikan.

 

3.      Nilai Budaya. Pada cerita tersebut diceritakan bahwa suatu kerajaan memiliki budaya untuk menghormati seorang raja dan para keluarganya. Selain itu istri harus hormat kepada suami adalah sebuah budaya yang ada dalam cerita tersebut.

 

4.      Nilai Etika. Yakni seorang yang lebih muda harus menghormati kepada yang lebih tua. Hal ini dilakukan oleh Surati yang selalu sopan dan tidak lancing kepada Banterang. Selain itu Pangeran Banterang yang ingin berburu ke hutan selalu berpamitan kepada ayahandanya. Ini menunjukkan bahwa sebuah etika sangat berguna di dalam kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun