Korupsi telah menjadi salah satu persoalan paling krusial dan sistemik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampaknya merusak sendi-sendi pemerintahan, melemahkan kepercayaan publik, serta menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks hukum Indonesia, korupsi tidak hanya dipandang sebagai tindakan amoral, tetapi juga sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang memerlukan penanganan hukum yang tegas, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Perspektif hukum pidana melihat korupsi sebagai pelanggaran serius terhadap nilai keadilan dan hukum. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hadir sebagai landasan yuridis yang kuat untuk menjerat pelaku-pelakunya. Di samping itu, penguatan kelembagaan seperti keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan langkah strategis negara dalam merespons kompleksitas dan dampak merugikan dari praktik korupsi.
1. Dasar Hukum:
UU No. 31 Tahun 1999 adalah peraturan yang secara khusus mengatur mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No. 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas UU sebelumnya.
2. Definisi Korupsi:
Korupsi didefinisikan dalam undang-undang sebagai:
"Tindakan melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara."
Ini berarti bahwa korupsi tidak hanya berkaitan dengan pencurian uang negara, tetapi juga segala bentuk penyimpangan kekuasaan atau kewenangan yang berdampak negatif terhadap keuangan dan ekonomi negara.
3. Bentuk-Bentuk Korupsi Menurut UU:
Undang-undang merinci berbagai jenis korupsi, antara lain: