Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Membaca adalah bagian dari hidup saya, terutama karya-karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Mudik Lebaran dalam Cerpen "Lailatul Qadar" Karya Danarto

6 April 2024   21:21 Diperbarui: 6 April 2024   21:23 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://dkj.or.id/berita/berpulangnya-sastrawan-danarto/


Danarto dan Cerpennya dalam Hidup Saya

Danarto (1940-2018) dan karya cerpennya bagi saya merupakan teka-teki yang sulit dipecahkan. Beliau konsisten dengan gaya penceritaan yang surealis dan realisme magis yang penuh simbolis.

Di antara syarat cerpen dianggap baik adalah potensi multitafsir di setiap kepala pembaca. Pemaknaan saya belum tentu serupa dengan kalian ketika membaca cerpen beliau.

Gaya kepenulisan beliau yang mendobrak tak ayal memberikan napas baru (suatu pembaharuan) dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Banyak karya cerpen beliau yang di dalamnya terdapat unsur puisi, musik, dan seni lukis sehingga ada efek puitis, musikal, dan artistik dekoratif.

Bahkan ketika Danarto menulis di koran, yang notabennya penulis sastra koran kebanyakan bergaya cerpen realisme, beliau tetap konsisten dengan surealis dan realisme magisnya. Seperti Kabut Neraka (Jawa Pos, 08/07/2010), Macan Lapar (Kompas, 05/09/2010), ApoCalypse (Kompas, 15/05/2016), Jejak Tanah (Menjadi cerpen pilihan Kompas tahun 2002).
 
Saya telah membaca beberapa cerpen Danarto baik yang di koran dan buku karya Danarto (kumcer Godlob, Berhala, Adam Ma'rifat) juga karya beliau yang diaudiokan di kanal Youtube yaitu Ikan-ikan di Laut Merah, Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat, dan Lailatul Qadar.
 

Cerpen-cerpen Danarto dalam hidup saya telah memberikan beragam wawasan, mempersembahkan banyak makna, dan pencerahan kebatinan tentang dunia sufi. Cerpen beliau hidup di dalam pikiran saya sebagai suatu gagasan yang luar biasa.

sumber gambar: www.freepik.com
sumber gambar: www.freepik.com


Mudik dalam Cerpen "Lailatul Qadar"

Mudik sudah melekat dalam tradisi perantau masyarakat Indonesia. Saya dan keluarga saya pun dahulu mudik---dari Bekasi ke Madura.

Sepanjang perjalanan ialah harapan dan doa agar selamat sampai tujuan, kampung halaman. Ketika sudah sampai, maka rasa senang melonjak. Bersua dengan keluarga di kampung dan berlebaran bersama.

Mudik juga menjadi gagasan dalam cerpen Danarto berjudul "Lailatul Qadar" dan sebagaimana biasanya gaya Danarto bercerita, paragraf pembuka cerpen tersebut memukau dengan bahasa yang puitis.

Alasan tokoh Satoto dalam cerpen tersebut juga sama dengan keluarga saya. Mudik adalah momen untuk bisa bertemu kerabat di kampung. Satoto sekeluarga dari Jakarta yang mudik ke Jawa Tengah dengan kendaraan pribadi tetap bisa berpuasa dan tidak meninggalkan sholat.

Toh mudik belum tentu merusak ibadah sholat, puasa, dan manjauhkan dari Lailatul Qadar. Sehingga saya tidak sepakat dengan gagasan Kiai Efendy Zarkasyi dalam cerpen tersebut, yang gembar-gembor selama 40 tahun berdakwah mentiadakan mudik yang biasa dilakukan masyarakat di sekitar sepuluh akhir bulan Ramadhan.

Satoto sekeluarga yang terjebak macet, sekonyong-konyong melihat jalan panjang longgar dan sepi lalu melintasinya. Di sepanjang jalan itu tidak ada kendaraan lain dan terwujud festival semesta, kejadian-kejadian ajaib. Kejadian itu saya rasa adalah refleksi dan metafora bagi orang mukmin yang mendapat Lailatul Qadar.

Kejadian mengantri karcis kereta api, kemacetan, dan calo licik yang menguasai gerbong dalam cerpen tersebut, adalah kejadian yang akan terus terjadi saat musim mudik.

Pendek kata, pesan yang saya peroleh dari cerpen "Lailatul Qadar" karya Danarto tentang mudik adalah mudik belum tentu melalaikan ibadah di bulan puasa dan mudik momen untuk perjumpaan dengan keluarga di kampung yang tidak boleh dilewatkan---orang-orang rela beli karcis dengan mahal kepada calo demi bisa mudik dalam cerpen tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun