Mohon tunggu...
Abi Wihan
Abi Wihan Mohon Tunggu... Guru - Teacher

A Great Teacher is Inspiring

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lailatul Qadar di Mushalla Tua

1 April 2024   23:23 Diperbarui: 1 April 2024   23:35 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by: www.bing.com

Di sebuah desa terpencil, terdapat sebuah mushalla tua yang berdiri kokoh di tengah-tengah hamparan sawah. Mushalla ini telah menjadi saksi berbagai peristiwa selama bertahun-tahun, dari doa-doa yang tulus hingga dosa-dosa yang tersembunyi.

Pada malam ke-27 Ramadhan, ketika malam yang indah dan hening penuh dengan ketenangan, seorang pemuda yang hidupnya penuh dengan kemaksiatan jatuh pingsan di depan halaman mushalla. 

Arfan, orang biasa di menyapanya, malam itu tubuh Arfan dalam keadaan lemah karena dalam keadaan mabuk, tak sadarkan diri. Sementara di dalam mushalla, jamaah sedang tadarusan, membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan khidmat, tidak satupun jamaah yang menyadari kehadiran Arfan yang sedang berjuang untuk bertahan hidup.

Namun, lantunan Al-Qur'an yang mengalun indah perlahan menghilang dari pendengarnya. Suara itu semakin redup, hingga hanya terdengar sayup. Arfan, meski tak sadar, ia merasakan perubahan di sekelilingnya. Cahaya merah kehitaman memancar dari langit, dan hamparan Padang pasir terbentang di hadapannya.

Arfan terasa sangat haus terasa kering tenggorokannya, dengan sisa kekuatannya, antara ketidaksadarannya ia berusaha berdiri dan mencari air. Namun, saat menoleh ke belakang, ia melihat mentari bersinar terang dan semakin mendekat diantara hamparan padang pasir, tiba-tiba hamparan padang pasir berubah menjadi lautan api yang membara. Panasnya terasa seperti neraka. Ia berlari, matahari semakin mendekat, dan tubuhnya terbakar oleh api yang tak terbayangkan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Tersiksa, Arfan menjerit sekuat tenaga meronta-ronta kesakitan, Dalam keadaan terombang-ambing, tiba-tiba tubuhnya terperosok ke dalam padang pasir yang dalam. Jeritan tangisnya memenuhi udara. Ia teringat segala dosa yang pernah dilakukannya selama hidup. Rasa penyesalan dan ketakutan menghantui pikirannya.

Tiba-tiba, Arfan  tersadar. Ternyata ia berada dalam mimpi yang nyata. Tubuhnya gemetar saat ia memandang langit yang indah dan tenang. Mimpi yang dialami membawanya kedalam suasana yang mencekam. Pandangannya beralih ke arah mushalla tua yang berdiri tegak di sana.

Ia ingin masuk, namun merasa tidak layak. Dengan hati yang khusyuk dan penuh dengan penyesalan ia memaksakan diri menuju tempat berwudhu. Tubuhnya basah kuyup oleh keringat, gemetaran, namun tekadnya kuat. Di teras mushalla, ia menghadap Allah dengan bersujud. Air mata campur wudhu mengalir di pipinya.

Arfan merasa tak sanggup melangkahkan kaki ke dalam mushalla, ia hanya bersujud di teras mushalla bermunajat kepada Allah. ia sadar, malam ini begitu tenang tidak seperti malam-malam sebelumnya, terasa sangat teduh dihatinya, ia berharap dengan kerendahan hatinya yang kotor, pintu ampunan terbuka lebar. Dalam keheningan, ia mengadu dengan Sang Pencipta, memohon pengampunan dan hidayah. Setelah berbicara dengan rintihan dan penyesalan, mengakui semua kesalahan dan dosa yang dilakukannya kepada Sang Pencipta di teras mushalla, Arfan merasa beban dosanya terangkat sedikit demi sedikit. Didalam hati Arfan bergumam, apakah ini malam Lailatul Qadar yang sering dibicarakan orang-orang?, ia pernah mendengar bahwa di malam Lailatul Qadar, pintu ampunan terbuka lebar. Air mata Arfan semakin mengalir, ia merasakana malu dihadapan Allah dan istighfar pon tak hentinya membasahi lisannya saat itu untuk memohon pengampunan atas segala kelalaian dan dosa yang selama ini ia lakuka. Ia merasa bahwa ini adalah kesempatan terakhir baginya untuk berubah. Dalam keheningan, ia merenung tentang segala dosa yang pernah ia lakukan selama hidup.

Di mushalla tua ini yang penuh berkah menjadi saksi. Arfan menemukan cahaya yang selama ini ia cari. Allah telah memberikan hidayah dan keberkahan dalam hidupnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun