Mohon tunggu...
Rossa Umdatul Khoirot
Rossa Umdatul Khoirot Mohon Tunggu... Mahasiswa/Unusia

Sosiologi, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

UU Pesantren Sudah Disahkan, Tapi Apa Kabar Implementasinya?

6 Agustus 2025   19:11 Diperbarui: 6 Agustus 2025   19:18 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Rossa Umdatul Khoirot.
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)

Sudah hampir enam tahun sejak negara mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Sebuah tonggak sejarah yang katanya akan membawa pesantren ke panggung pendidikan nasional bukan hanya sebagai institusi tradisional, tetapi sebagai bagian sah dari sistem pendidikan formal di Indonesia.

UU ini diharapkan mampu mengangkat pesantren dari sekadar institusi tradisional menjadi bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Banyak pihak optimis, UU ini akan mempermudah pesantren dalam memperoleh pengakuan formal, memperluas akses pendanaan, dan memperkuat kelembagaan. Namun, meski regulasi ini terdengar ideal di atas kertas, implementasinya di lapangan seringkali berjalan tidak sesuai harapan.

Namun, pertanyaan mendasarnya masih menggantung di lapangan: Apakah UU ini benar-benar telah dirasakan manfaatnya oleh pesantren, terutama yang kecil dan berbasis swadaya?

Realitas di lapangan seringkali berbeda dari yang dibayangkan dalam ruang-ruang kebijakan. Banyak pesantren tradisional, terutama yang jauh dari pusat kota, menghadapi tantangan besar dalam menafsirkan dan menerapkan aturan ini. Di sinilah letak persoalan mendasar: kebijakan yang baik tanpa pendampingan yang memadai hanya akan menjadi dokumen tanpa makna bagi komunitas yang seharusnya dilayani.

Saya mencoba mencari jawabannya dengan turun langsung ke sebuah pesantren tematik di Jakarta Barat, Pesantren Ekonomi Darul Ukhwah. Melalui riset lapangan dan wawancara dengan para aktor di dalamnya kiai, ustaz, pengurus, hingga santri saya menemukan kenyataan yang jauh dari euforia formalitas hukum.

Pengalaman ini memberi saya perspektif berbeda, bahwa kebijakan negara tidak selalu berbanding lurus dengan dampak di akar rumput. Bahkan, seringkali pesantren berjalan dengan caranya sendiri, tanpa banyak sentuhan dari sistem formal yang ada.

Antusiasme Ada, Tapi Pengetahuan Terbatas

UU No. 18 Tahun 2019 membawa semangat besar: pengakuan formal terhadap eksistensi pesantren, pengakuan terhadap ijazah muadalah, bahkan jaminan dana abadi pesantren dari negara. Dalam perspektif pemerintah, regulasi ini seharusnya menjadi jembatan antara tradisi pesantren dan birokrasi negara. Namun, kenyataan tidak sesederhana itu. Di Darul Ukhwah, pemahaman terhadap kebijakan ini masih terbatas, baik di kalangan pengurus maupun santri. Sosialisasi yang minim membuat undang-undang ini hanya dikenal sebatas nama, tanpa pemahaman teknis tentang bagaimana mengakses hak-hak yang dijanjikan.

Salah satu ustadz mengatakan dengan jujur bahwa mereka belum sempat mengurus pengakuan muadalah karena keterbatasan tenaga dan pengetahuan administratif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun