Mohon tunggu...
Rossa Saniya
Rossa Saniya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Knowledge

Que Sera Sera

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tuhan Bersajak

25 November 2019   18:50 Diperbarui: 25 November 2019   19:22 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah ratusan kali Kutitahkan nona berangkat lewat gunung itu, bukan? sudah Kukatakan Aku pasti menjagamu disetiap liku-likunya, terjalnya, bahkan sampai tiba di akhir pendakian, Aku masih menyertaimu. Tapi nona layaknya seorang dungu, memilih jalan pintas, jalan setapak dengan bilik-bilik hitam , yang pintunya-pintu sorga bagi para lanang yang jenuh dengan cinta. Lebih mudah dilalui memang, tapi nona sendiri tahu bukan? ada jurang dihilirnya.

Kemudian nona berdalih saat mereka menyebutmu munafik.

Bunyinya begini: terpaksa. nasib. takdir.

Tapi bukankah nona sendiri yang memilih menggantungkan kalimat pengampunan di langit-langit bilik. Nona sendiri yang menyamarkan detikan jarum jam dengan nada-nada erotis semalam suntuk. Nona sendiri yang mengizinkan dinding-dinding menjadi saksi kaki-kaki yang berselisih.

Nona sendiri yang mengizinkan keparat-keparat itu selama bertahun-tahun, menjamah bibirmu, tengkukmu, gundukanmu, selangkamu, tungkaimu, tanpa takut Aku geram. Nona sendiri yang memilih jalan setapak, padahal sudah aku letakkan bingkisan di akhir pendakian.

Sudah jelas 'kan, nona?  bukan terpaksa, bukan nasib, bukan takdir. Nona sendiri dalangnya, nona yang bersukarela.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun