Mohon tunggu...
Ardian Yunizar
Ardian Yunizar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

silent reader

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kopdar: Mungkinkah Seindah Harapan?

10 Januari 2014   16:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:57 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gimana ya rasanya kopdaran (kopi darat) dengan penulis idola kita di Kompasiana?

Sebagian dari kita mungkin pernah merasakan bagaimana sensasi dan rasanya, tapi saya yakin sebagian besar lainnya baru sebatas menghayal dan membayangkannya saja. Ada yang sedang berhayal bertemu dengan Ellen Maringka sambil membayangkan apakah kecantikannya setara dengan foto profilenya selama ini. Sah-sah saja ya khayalan seperti itu, asal jangan anda berhayal bisa bertemu aktor ganteng Brad Pitt kalau ingin kopdaran dengan Pakde Kartono, walaupun mungkin 11-12 lah bedanya. Silahkan bagi siapa yang mau permisi ke belakang sebelum lanjutkan membaca tulisan saya (hehehe ampun Pakde, saya jangan dipentung).

Kiranya khayalan soal tampang dan fisik hanyalah secuil kecil dari gambaran kita yang terbesar, yaitu bagaimana sebenarnya kepribadian sosok penulis idola kita tersebut (bukan mobil pribadi dan semacamnya ya). Dan… sosok seorang penulis akan sering digambarkan oleh pembacanya, tidak jauh atau bahkan sama persis seperti apa yang ia tuliskan selama ini. Dengan apa lagi kita bisa membayangkannya, karena memang itulah yang kita buat dan hasilkan di Kompasiana, tulisan.

Maka sebagai contoh, jangan salahkan saya bila menggambarkan sosok Arke itu kocak bawaannya, kumel dan acak adut penampilannya (kok jadi balik ke fisik lagi ya hehehe) karena memang seperti itulah perawakan tulisannya selama ini menurut saya, walaupun kemudian di sisi lain saya juga yakin dengan khayalan bahwa Arke ini adalah seorang teman yang baik dan siap menolong kita di saat sedang susah (ehemmm saya ditraktir ya kalo nanti kopdaran bang hehehe). Atau, coba bayangkan juga seperti apa Tjiptadinata Effendi? Kalau bayangan saya, bapak kita ini orangnya cool alias kalem, arif nan bijaksana prilaku dan tutur katanya, usianya juga mungkin lebih tua dari orangtua saya. Seperti itulah proyeksi yang saya dapatkan dari sekedar melihat tulisan dan sedikit komunikasi dengan beberapa Kompasianer selama ini, mungkin sama dengan bayangan milik anda, mungkin pula berbeda.

Balik lagi kita ke topik penulis idola. Yang namanya idola pasti digambarkan sebagai sosok yang baik-baik, mengagumkan, inspiratif dan bla bla bla. Nah, sebelum anda akhirnya merencanakan ingin kopdaran dengan penulis idola anda—siapapun itu—saya hanya ingin memberikan saran, berhati-hatilah! Ya… berhati-hatilah dengan perspektif yang telah anda bangun tentang penulis idola tersebut. Lebih berhati-hatilah lagi apabila perspektif itu malah telah berubah menjadi sebuah ekspektasi!

Sungguh kawan… segala perspektif dan ekspektasi anda itu bisa jadi jauh berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya ada pada sosok penulis idola anda tersebut, dan anda mungkin akan kecewa bila hal tersebut benar-benar terjadi, seperti halnya yang pernah saya alami.

Selain di Kompasiana, saya telah cukup lama aktif dalam sebuah wadah citizen journalism yang lain. Dulu, di sana ada seorang penulis kawakan yang cukup disegani oleh teman-teman yang lain. Bisa bertemu dengannya merupakan suatu kesempatan yang amat ditunggu, apalagi kesempatan itu terbuka lebar karena dia juga berdomoisili di Jakarta. Waktu itu, saya masih tinggal di ibukota, bekerja sebagai karyawan kecil di sebuah perusahaan swasta untuk beberapa tahun lamanya, sebelum akhirnya memutuskan pulang kampung hingga sekarang.

Lalu kesempatan itu datang, ketika salah seorang teman kami dari China mudik ke kampungnya. Ia memang sengaja menyempatkan diri untuk singgah sebentar di Jakarta karena keinginan yang kuat merasakan sensasi kopdaran bersama. Pada waktu dan tempat yang disepakati, akhirnya kami sepakat untuk kopdaran, ada belasan orang yang hadir. Bertemulah kami di sana dengan penulis senior tersebut, kita sebut sajalah si Mr X. Tapi apalah nyana… saya yang datang dengan segala perspektif dan ekspektasi pada Mr. X, yang bila saya gambarkan adalah sosok yang penuh kharismatik dan kebapakan, ternyata sama sekali tidak saya temui pada saat itu. Bila kita bertanya kepadanya, ingin tahu seperti apa dia dalam keseharian, ia akan menjawabnya dengan panjang lebar. Lama kelamaan, kok akhirnya obrolan itu semuanya tentang dia ya? Tidak ada pertanyaan balik dari Mr. X kepada teman-teman yang lain, apalagi kepadaku, tentang siapa kami ini? Di mana kami bekerja? Sudah kawin atau masih jomblo? Minimal itulah, sekedar untuk mengalihkan obrolan agar tidak melulu tentang dirinya. Tapi lagi-lagi itu tidak terjadi, Mr. X memang menikmati dirinya menjadi pusat perhatian dan obrolan.

Cukuplah bicara soal Mr. X yang menggemaskan itu. Pengalaman yang amat berharga dari kopdaran dengan penulis idola, saya hanya cukup mengambil hikmahnya, bahwa bukanlah tulisan yang menjadi cerminan pribadi si penulis di dunia nyata. Memang bisa jadi ia seperti apa yang kita gambarkan, atau bahkan lebih baik. Tapi janganlah pernah menutup kemungkinan, bahwa tulisan yang amat baik dari orang yang kita idolakan tersebut justru bisa tidak selaras dengan kepribadiannya sendiri.

Gimana sekarang, masih mau kopdaran? Hehehe jangan jadi takut ya karena baca tulisan saya ini. Tenang saja, saya yakin sosok-sosok Kompasianer kita baik semua kepribadiannya, mudah-mudahan. Dan sebagai bekal persiapan kopdar dengan penulis idola anda tersebut, saya berikan sedikit saran dan tips, semoga bermanfaat.

Jangan menaruh harapan tinggi sebelum bertemu dengan penulis idola anda. Sedikit bolehlah, tapi jangan banyak-banyak, biar ga terlalu kecewa bila hasilnya tidak sesuai dengan yang anda inginkan.

Kalo pada akhirnya orang yang anda idolakan tidak sesuai harapan anda, jangan pernah jelek-jelekkan penulis tersebut. Perspektif anda belum tentu sama dengan orang lain. Terima saja mereka apa adanya, begitu toh ternyata kepribadian mereka, yo wes lah, selama tidak merugikan anda.

Jangan hanya karena alasan tampang atau fisik untuk menjadikan seorang penulis sebagai idola anda. Bagaimanapun, anda akan lebih bersyukur bila mendapatkan penulis yang kepribadiannya baik, karena dengan itu anda akan mendapatkan sambutan yang hangat darinya.

Yang wajar-wajar saja mengidolakan seorang penulis. Karena mereka juga manusia, sama seperti kita, punya kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Dan terakhir… Mari kita mencari teman sebanyak mungkin, bukan musuh yang dikoleksi hehehe.

----------------------------

Terima kasih untuk Ellen Maringka yang telah membantu proses pembuatan artikel ini

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun