Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Matematika, Sebuah Problematika yang Tak Kunjung Usai

13 Juni 2021   08:50 Diperbarui: 15 Juni 2021   12:51 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:seputarpengetahuan.co.id

Pendidikan adalah suatu hal yang memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu negara. Maju mundurnya suatu negara sangat ditentukan oleh faktor pendidikannya. 

Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pembangunan suatu negara, faktor pendidikan lebih diperhatikan karena pendidikan merupakan satu-satunya cara agar manusia dapat menjadi lebih baik dalam meningkatkan sumber daya manusia, sehingga dapat mengimbangi setiap perkembangan yang terjadi agar tidak tertinggal jauh oleh kemajuan teknologi terutama di bidang pendidikan. 

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa :"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara".

Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sangat penting adalah matematika. Oleh sebab itu, matematika diajarkan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. 

Selain itu, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu diujikan dan menjadi salah satu syarat dalam seleksi penerimaan peserta didik sejak SMP/MTs sampai perguruan tinggi. 

Hal ini menjadi bukti bahwa matematika sangat dibutuhkan dalam pengembangan pengetahuan ilmu-ilmu lainnya dan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun pada kenyataannya, matematika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang  sulit dan menakutkan bagi sebagian besar peserta didik sampai saat ini. 

Persepsi yang negatif terhadap matematika dapat membawa pengaruh yang tidak baik dalam penguasaan seorang peserta didik terhadap matematika. 

Kemampuan seorang peserta didik dalam memahami matematika, dapat dipengaruhi pula oleh tingkat pemahaman mereka terhadap angka-angka (kecerdasan numerik) maupun pemahaman terhadap unsur kebahasaannya (kecerdasan verbal).

Kecerdasan dalam arti umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan  yang membedakan kualitas orang yang satu dengan orang yang lain. Tingkat kecerdasan yang dimiliki setiap peserta didik berbeda-beda, ada yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, sedang, bahkan rendah.

Saat ini para ahli telah membagi kecerdasan menjadi 7 bagian, yaitu Kecerdasan Logikal Mathematic (Kecerdasan Numerik), Kecerdasan Linguistik (Kecerdasan Verbal), Kecerdasan Musical, Kecerdasan Spatial, Kecerdasan Bodily Kinesthetic, Kecerdasan Interpersonal, dan Kecerdasan Intrapersonal.

Dalam mempelajari matematika, seorang peserta didik dituntut memiliki kecerdasan numerik yaitu kecerdasan dalam menggunakan angka-angka dan penalaran (logika) serta memecahkan masalah secara logis. 

Di sinilah yang menjadi pangkal masalahnya. Banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam melakukan operasi hitung matematika dan penalaran logis lainnya. 

Bisa jadi salah satu penyebabnya adalah adanya miss Komunikasi antara kemampuan bahasa seorang peserta didik dengan bahasa yang digunakan oleh guru yang mengajar. 

Pelajaran matematika identik dengan simbol-simbol bilangan, yang seharusnya permasalahan ini diberikan kemudian, setelah peserta didik memahami bentuk konkret yang menjadi objek pembicaraan.

Kecerdasan verbal atau kecerdasan menggunakan bahasa (linguistik) menjadi penting bagi seorang peserta didik. Kecerdasan ini dapat distimulasi melalui kegiatan membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan cerita. 

Dengan kecerdasan verbal yang baik, seorang peserta didik bisa berdiskusi dengan luwes, menyampaikan pendapat dengan bahasa yang relevan dengan situasi dan kondisi, membuat laporan dan kesimpulan secara akurat, juga memahami perintah dengan tepat. 

Kecerdasan verbal pada dasarnya mulai  pertama kali didapat seorang peserta didik dalam lingkungan keluarga. Keluarga berperan penting dalam mengembangkan kecerdasan verbal. 

Seyogyanya, sejak dini para orang tua sudah melatih kecerdasan verbal anak-anaknya dengan sering membacakan cerita atau dongeng pengantar tidur untuk mereka, membuka ruang "ngobrol santai' dengan mereka. 

Sehingga dikemudian hari, hal ini akan menjadi 'tabungan' ribuan perbendaharaan kosa kata yang akan dimiliki seorang anak ketika ia masuk usia anak-anak dan remaja.

Dalam pembelajaran matematika, Seorang guru semestinya tidak hanya semata-mata memberikan permasalahan kepada peserta didiknya berupa soal-soal matematika secara tekstual, tetapi lebih kepada permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Seorang guru matematika harus sudah mengarahkan pembelajarannya  kepada kemampuan literasi matematika.

Dalam PISA (2012) literasi matematika diartikan sebagai kapasitas individu untuk memformulasikan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Hal ini meliputi penalaran matematik dan pengunaan konsep, prosedur, fakta dan latihan matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Hal ini menuntun individu untuk mengenali peranan matematika dalam kehidupan dan membuat penilaian yang baik dan pengambilan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang konstruktif, dan reflektif.

Dalam pengertian ini, seseorang yang memiliki kemampuan literasi matematika yang baik, akan memiliki kepekaan terhadap konsep-konsep matematika yang relevan dengan fenomena atau masalah yang sedang dihadapinya. Dari kepekaan ini kemudian dilanjutkan dengan pemecahan masalah dengan mengunakan konsep matematika.

Probmatika pembelajaran matematika tidak semata-mata terfokus pada nilai hasil belajar yang rendah. Akar masalahnya justru terletak pada persepsi yang salah terhadap matematika dan mekanisme pembelajaran yang masih berkutat pada hasil. Peran orang tua juga sangat vital dalam membangun persepsi awal tentang matematika sejak dini. 

Matematika bukanlah monster yang menyeramkan, justru secara makro ia adalah sebagai sarana kita untuk dapat menggunakan akal dan nalar dalam memahami dan menjalankan peran kita sebagai manusia. Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan sebagai khalifah di muka bumi. ***

Referensi :

https://www.oecd.org/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun