Mohon tunggu...
Rooma21
Rooma21 Mohon Tunggu... property technology

Rooma21.com adalah platform proptech (property technology) yang bertransformasi dari broker properti tradisional menjadi layanan broker modern berbasis teknologi, khususnya di wilayah Greater Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebijakan LTV BI 2025 - Strategi Developer dan Harga Rumah

12 Juli 2025   18:56 Diperbarui: 12 Juli 2025   18:56 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesimpulannya, "meskipun BI telah memberikan pelonggaran maksimal dalam skema LTV dan pemerintah turut memberikan insentif PPN, realitanya pasar tidak merespons dengan antusias. Bank tetap berhati-hati, daya beli tidak pulih sepenuhnya, dan struktur pasar sudah berubah. Paradoks pun muncul: regulasi semakin longgar, namun bank dan konsumen justru semakin konservatif."

Strategi Developer: Price-In sebagai Jurus Pamungkas

Sumber : Rooma21.com
Sumber : Rooma21.com

Dalam situasi pasar properti yang masih belum sepenuhnya pulih, developer mengambil langkah paling agresif untuk menarik minat pembeli --- strategi pemasaran "subsidi total" atau yang secara teknis dikenal dengan pendekatan price-in. Strategi ini sempat populer dan efektif di tahun 2023 hingga 2024.

Intinya, seluruh komponen biaya awal yang seharusnya ditanggung pembeli --- mulai dari down payment (DP), biaya-biaya KPR (provisi, asuransi, notaris) hingga pajak BPHTB 5% --- dimasukkan ke dalam harga jual rumah. Jika dihitung, total komponen ini bisa mencapai 15--20% dari harga rumah. "Praktiknya, konsumen hanya diminta membayar booking fee sebesar Rp 5juta hingga Rp10 juta." Selanjutnya, polanya adalah developer akan mentransfer dana ke rekening calon pembeli, yang digunakan kembali untuk pembayaran DP dan biaya KPR. Dana tersebut lalu kembali lagi ke rekening developer, sebagai bukti pembayaran uang muka dan ke Bank sebagai biaya2 KPR dan dokumen pembelian pun tampak sesuai di administrasi kredit bank.

Secara administratif, bank tetap melihat bahwa syarat pengajuan KPR terpenuhi: pembeli telah menyiapkan DP, menunjukkan transaksi biaya, dan harga rumah sesuai Dokumen Surat Pesanan Rumah (SPR), bank mengasep nilai properti sesuai yang tercantum dalam surat pesanan rumah. Tapi kenyataannya, skema ini adalah simulasi sirkular: dana hanya berputar untuk memenuhi syarat administratif, tanpa partisipasi cash murni dari pembeli.

Strategi ini mampu mendongkrak penjualan rumah, terutama di segmen menengah bawah. Konsumen yang sebelumnya tak sanggup mengumpulkan DP atau biaya transaksi langsung tergoda dengan kampanye "Cukup 5 Juta All-In, Langsung Akad". Beberapa developer bahkan melaporkan kenaikan pemesanan hingga dua kali lipat dalam waktu singkat.

Namun di balik itu semua, risiko besar sedang mengendap. Karena nilai KPR didasarkan pada harga jual yang sudah dipoles (termasuk komponen subsidi), jumlah cicilan bulanan menjadi lebih tinggi. Ketika terjadi guncangan ekonomi atau ketidaksesuaian arus kas rumah tangga, potensi gagal bayar meningkat. Dan itu mulai terjadi.

Pada pertengahan 2024, sejumlah bank mulai melaporkan kenaikan Non-Performing Loan (NPL) dari sektor KPR.  Sebagai respons, bank mulai memperketat persyaratan pengajuan dan approval KPRnya.

Di sisi lain, pengembang segmen menengah atas---yang umumnya menjual rumah dalam kondisi indent atau belum dibangun---justru mulai menghindari skema ini. Alasannya: selama bangunan belum selesai dan belum dilakukan akad jual-beli final (PPJB menjadi AJB), developer tetap menanggung risiko buyback jika pembeli gagal bayar. Artinya, jika bank membatalkan KPR di tengah jalan karena terjadinya tunggakan, beban unit kembali ke tangan developer --- lengkap dengan seluruh implikasi keuangan dan reputasi.

Realita ini membuat banyak developer kini lebih selektif. Skema "subsidi all-in" bukan lagi senjata utama, melainkan opsi terbatas untuk unit-unit ready stock atau sisa inventory. Yang tersisa dari euforia strategi price-in hanyalah jejak kampanye besar-besaran, dan pelajaran mahal bahwa pasar tidak bisa dimanipulasi hanya dengan gimmick harga.

Pada akhirnya, strategi ini terbukti efektif dalam jangka pendek, namun menimbulkan risiko sistemik dalam jangka menengah. Skema yang awalnya terlihat sebagai win-win solution---antara developer, bank, dan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun