Ada pula pendekatan ekstrem: cryonics. Perusahaan seperti Alcor Life Extension Foundation menawarkan layanan membekukan tubuh (atau hanya otak) setelah kematian klinis, dengan harapan suatu saat teknologi bisa menghidupkan kembali.
Meski terdengar seperti cerita fiksi, puluhan orang sudah memilih cara ini. Namun, sampai saat ini belum ada bukti bahwa sel atau jaringan otak yang dibekukan bisa dihidupkan kembali tanpa kerusakan fatal.
Tantangan Ilmiah dan Etika
Meski terdengar menakjubkan, klaim "menghapus kematian" masih menghadapi tantangan besar:
1.Ilmiah: Banyak teknologi di atas masih dalam tahap eksperimental. Mind uploading, misalnya, bahkan belum terbukti secara prinsip apakah kesadaran bisa ditransfer.
2.Etika: Apakah manusia berhak "menantang" kematian? Bagaimana agama dan budaya merespons?
3.Sosial-ekonomi: Jika teknologi keabadian ada, siapa yang bisa mengaksesnya? Hanya kalangan superkaya? Apakah akan memperdalam ketimpangan sosial?
4.Ekologis: Dunia yang sudah penuh sesak manusia, bagaimana jika usia diperpanjang tanpa batas?
Antara Harapan dan Ilusi
Para pendukung optimistis mengatakan: jika Anda bisa bertahan hidup hingga 2050, Anda mungkin bisa "menghindari" kematian dengan teknologi regeneratif dan digital.
Namun para skeptis mengingatkan: meski sains berkembang pesat, hukum biologi dan batasan kesadaran tidak mudah ditembus. Keabadian mungkin tetap menjadi ilusi, meskipun usia sehat manusia bisa dipanjangkan hingga 120--150 tahun.
Refleksi: Apakah Keabadian Benar-Benar Tujuan Kita?
Pertanyaan terbesar justru bukan teknologinya, melainkan maknanya.
Apakah manusia memang harus mengejar hidup abadi? Atau sebenarnya yang lebih penting adalah memastikan hidup yang singkat ini dijalani dengan bermakna?
Sejarah menunjukkan, banyak orang yang hidup lama tetapi kehilangan arah, sementara ada tokoh-tokoh yang hidup singkat namun meninggalkan jejak abadi dalam kemanusiaan.