Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Graduated from Boston University. Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Digital Circular Economy: Jalan Baru Menuju Ekonomi Hijau di Era Digital

16 Agustus 2025   09:18 Diperbarui: 16 Agustus 2025   09:20 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Digital Circular Economy: Jalan Baru Menuju Ekonomi Hijau di Era Digital

Bayangkan sebuah dunia di mana setiap ponsel, laptop, atau perangkat rumah tangga yang kita gunakan tidak lagi berakhir sebagai limbah elektronik beracun, melainkan kembali masuk ke dalam siklus produksi sebagai sumber daya baru. Bayangkan pula bahwa setiap produk yang kita beli dapat dilacak asal-usul bahan bakunya, hingga ke mana perjalanannya setelah masa pakai selesai. Dunia inilah yang mulai diwujudkan melalui konsep Digital Circular Economy.

Dari Ekonomi Linear ke Ekonomi Sirkular Digital

Selama berabad-abad, pola ekonomi dunia didominasi oleh logika linear: ambil--buat--buang. Sumber daya alam dieksploitasi, diolah menjadi produk, digunakan, lalu dibuang. Model ini terbukti boros dan menciptakan gunungan limbah yang sulit dikelola.

Ekonomi sirkular hadir sebagai antitesis: gunakan kembali--perbaiki--daur ulang--berbagi. Namun, ekonomi sirkular manual saja tidak cukup cepat untuk mengimbangi skala konsumsi global. Inilah titik di mana digitalisasi berperan. Melalui teknologi seperti Internet of Things (IoT), blockchain, big data, dan kecerdasan buatan (AI), siklus hidup produk bisa dipetakan dengan akurat, transparan, dan efisien.

Inilah yang disebut Digital Circular Economy---sebuah perpaduan antara prinsip keberlanjutan dengan kekuatan teknologi digital.

Teknologi yang Membentuk Digital Circular Economy

Beberapa terobosan utama dalam ekonomi sirkular digital adalah:
1.Digital Product Passport (DPP)
Paspor digital ini berisi identitas lengkap produk: bahan baku, proses produksi, hingga instruksi daur ulang. Uni Eropa sudah menetapkan bahwa pada 2030, hampir semua produk akan diwajibkan memiliki DPP. Dengan ini, konsumen tahu apa yang mereka beli, dan produsen terdorong untuk lebih transparan.
2.Blockchain untuk Transparansi Rantai Pasok
Blockchain memungkinkan setiap tahap perjalanan produk tercatat secara permanen, sehingga tidak ada celah untuk greenwashing. Misalnya, apakah sebuah smartphone benar-benar menggunakan bahan daur ulang atau sekadar klaim pemasaran?
3.IoT dan Big Data untuk Optimalisasi Penggunaan
Sensor IoT pada mesin industri dapat memprediksi kapan sebuah komponen harus diganti, sehingga tidak ada pemborosan suku cadang. Big data menganalisis pola konsumsi agar produksi sesuai kebutuhan nyata, bukan sekadar spekulasi pasar.
4.AI untuk Prediksi & Efisiensi Daur Ulang
AI membantu memilah limbah elektronik secara otomatis, atau memprediksi tren konsumsi agar perusahaan tidak memproduksi berlebihan. Dengan demikian, rantai ekonomi menjadi lebih efisien sekaligus ramah lingkungan.

Respon Kebijakan Pemerintah: Antara Peluang dan Tantangan

Pertanyaan penting: bagaimana pemerintah menanggapi transformasi menuju Digital Circular Economy ini?
1.Uni Eropa: Pelopor Regulasi DPP
Uni Eropa menjadi pionir dengan kebijakan Digital Product Passport. Mulai 2026, produk baterai akan diwajibkan memiliki paspor digital. Targetnya, pada 2030, hampir semua kategori produk---dari tekstil hingga elektronik---akan transparan siklus hidupnya. Ini bukan sekadar regulasi, tapi strategi geopolitik: mengendalikan standar global.
2.Indonesia: Masih Tahap Awal
Indonesia, dengan jumlah pengguna gadget yang sangat besar, berpotensi menghasilkan limbah elektronik raksasa. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2023 menunjukkan lebih dari 2 juta ton e-waste per tahun. Namun, kebijakan spesifik mengenai Digital Circular Economy belum terlihat dominan.
Beberapa inisiatif yang ada, misalnya:
*Program Extended Producer Responsibility (EPR), yang mewajibkan produsen ikut bertanggung jawab atas limbah produknya.
*Dorongan digitalisasi melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), meski fokusnya masih terbatas pada sampah rumah tangga, bukan e-waste.
Sayangnya, penerapan DPP atau integrasi blockchain dalam rantai pasok belum menjadi agenda utama. Padahal, jika Indonesia serius, ini bisa menjadi peluang untuk memperbaiki citra sekaligus menekan biaya impor bahan baku melalui daur ulang.
3.Negara Asia Lain
Jepang dan Korea Selatan sudah lebih maju. Jepang memiliki sistem home appliance recycling law yang memanfaatkan data digital untuk memantau daur ulang. Korea Selatan menggunakan IoT untuk mengukur pengumpulan limbah makanan dan mengubahnya menjadi energi.

Mengapa Pemerintah Harus Cepat Bertindak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun