Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Graduated from Boston University. Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Anak Dipuja Seperti Raja, Orang Tuapun Jadi Jongos di Masa Tua.

1 Agustus 2025   09:08 Diperbarui: 1 Agustus 2025   09:08 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 "Ketika Anak Dipuja Seperti Raja, Orang Tua pun Jadi Jongos di Masa Tua"

Di dunia yang penuh ketidakpastian ini, pendidikan karakter anak bukan lagi sekadar pilihan---ia adalah kebutuhan mendesak. Kita hidup di zaman di mana anak-anak yang terlalu dimanja sejak kecil perlahan berubah menjadi manusia dewasa yang tidak siap menghadapi kerasnya hidup. Mereka tumbuh dengan mental raja, duduk manis sambil menunggu dunia tunduk di bawah kakinya---sementara orang tua yang membentuk mereka seperti itu, akhirnya menjadi jongos di masa tua.

Sebuah video yang tengah viral di platform sosial media memperlihatkan seorang anak yang diminta membantu pekerjaan rumah. Teks dalam video berbunyi: "Ketika mereka diminta untuk membantu", disusul dengan pesan tajam: "Didiklah anak kita sebagai bud4k dari sekarang supaya tidak menjadi Raja ketika dewasa." Tentu ini bukan seruan untuk perbudakan literal, melainkan sebuah satir sosial yang menggugah: jangan biarkan anak tumbuh tanpa tanggung jawab.

Antara Kasih Sayang dan Kemanjaan yang Merusak

Banyak orang tua modern hari ini, entah karena trauma masa kecil atau dorongan emosi ingin "memberi yang terbaik", akhirnya terjebak dalam pola asuh permisif---membiarkan anak melakukan apa saja, membelikan apa pun yang diminta, dan tidak pernah mengajarkan tanggung jawab sejak dini. Anak menjadi pusat semesta. Dan ketika orang tua tidak tega berkata "tidak", maka mereka sedang mencetak benih manusia dewasa yang rapuh secara karakter.

Jean Twenge, psikolog dari San Diego State University dalam bukunya "Generation Me", menyoroti lonjakan narsisme pada generasi muda akibat pola asuh yang terlalu berfokus pada "harga diri" tanpa disertai kerja keras atau tanggung jawab. Anak-anak diberi piala bukan karena mereka menang, tapi karena mereka "ikut serta." Tanpa disadari, ini menciptakan generasi yang haus pengakuan tapi miskin etos kerja.

Budaya "Raja Cilik" di Indonesia

Fenomena "raja cilik" bukan cerita baru. Kita semua pernah melihat---atau mungkin menjadi---anak yang dibela mati-matian meski salah, dibelikan mainan paling mahal meski belum bisa membaca, dan dibebaskan dari tugas rumah tangga karena "masih kecil." Yang terjadi kemudian, anak tidak pernah belajar membantu, tidak punya empati terhadap beban orang tua, dan lebih memilih menonton YouTube daripada mencuci piring.

Padahal, menurut Maria Montessori, tokoh pendidikan anak terkemuka, sejak usia dini anak harus diberi peran konkret dalam kehidupan rumah tangga agar tumbuh rasa tanggung jawab dan kemandirian. Anak usia 3 tahun sudah bisa diberi tugas sederhana: menata piring, menyiram tanaman, atau membereskan mainan. Sayangnya, banyak orang tua yang menganggap itu "menyiksa."

Hasil Didikan Salah: Orang Tua Jadi Jongos

Ketika anak terbiasa dilayani, tidak pernah diminta bertanggung jawab, dan selalu mendapatkan apa yang dia mau tanpa usaha---maka ia akan tumbuh dengan mental "entitled." Ia merasa berhak atas segalanya tanpa mau bekerja untuk mendapatkannya. Ketika dewasa, ia tidak merasa bersalah membentak orang tua karena nasi belum matang, atau tidur seharian sementara orang tua masih bekerja keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun