"Ketika Anak Dipuja Seperti Raja, Orang Tua pun Jadi Jongos di Masa Tua"
Di dunia yang penuh ketidakpastian ini, pendidikan karakter anak bukan lagi sekadar pilihan---ia adalah kebutuhan mendesak. Kita hidup di zaman di mana anak-anak yang terlalu dimanja sejak kecil perlahan berubah menjadi manusia dewasa yang tidak siap menghadapi kerasnya hidup. Mereka tumbuh dengan mental raja, duduk manis sambil menunggu dunia tunduk di bawah kakinya---sementara orang tua yang membentuk mereka seperti itu, akhirnya menjadi jongos di masa tua.
Sebuah video yang tengah viral di platform sosial media memperlihatkan seorang anak yang diminta membantu pekerjaan rumah. Teks dalam video berbunyi: "Ketika mereka diminta untuk membantu", disusul dengan pesan tajam: "Didiklah anak kita sebagai bud4k dari sekarang supaya tidak menjadi Raja ketika dewasa." Tentu ini bukan seruan untuk perbudakan literal, melainkan sebuah satir sosial yang menggugah: jangan biarkan anak tumbuh tanpa tanggung jawab.
Antara Kasih Sayang dan Kemanjaan yang Merusak
Banyak orang tua modern hari ini, entah karena trauma masa kecil atau dorongan emosi ingin "memberi yang terbaik", akhirnya terjebak dalam pola asuh permisif---membiarkan anak melakukan apa saja, membelikan apa pun yang diminta, dan tidak pernah mengajarkan tanggung jawab sejak dini. Anak menjadi pusat semesta. Dan ketika orang tua tidak tega berkata "tidak", maka mereka sedang mencetak benih manusia dewasa yang rapuh secara karakter.
Jean Twenge, psikolog dari San Diego State University dalam bukunya "Generation Me", menyoroti lonjakan narsisme pada generasi muda akibat pola asuh yang terlalu berfokus pada "harga diri" tanpa disertai kerja keras atau tanggung jawab. Anak-anak diberi piala bukan karena mereka menang, tapi karena mereka "ikut serta." Tanpa disadari, ini menciptakan generasi yang haus pengakuan tapi miskin etos kerja.
Budaya "Raja Cilik" di Indonesia
Fenomena "raja cilik" bukan cerita baru. Kita semua pernah melihat---atau mungkin menjadi---anak yang dibela mati-matian meski salah, dibelikan mainan paling mahal meski belum bisa membaca, dan dibebaskan dari tugas rumah tangga karena "masih kecil." Yang terjadi kemudian, anak tidak pernah belajar membantu, tidak punya empati terhadap beban orang tua, dan lebih memilih menonton YouTube daripada mencuci piring.
Padahal, menurut Maria Montessori, tokoh pendidikan anak terkemuka, sejak usia dini anak harus diberi peran konkret dalam kehidupan rumah tangga agar tumbuh rasa tanggung jawab dan kemandirian. Anak usia 3 tahun sudah bisa diberi tugas sederhana: menata piring, menyiram tanaman, atau membereskan mainan. Sayangnya, banyak orang tua yang menganggap itu "menyiksa."
Hasil Didikan Salah: Orang Tua Jadi Jongos
Ketika anak terbiasa dilayani, tidak pernah diminta bertanggung jawab, dan selalu mendapatkan apa yang dia mau tanpa usaha---maka ia akan tumbuh dengan mental "entitled." Ia merasa berhak atas segalanya tanpa mau bekerja untuk mendapatkannya. Ketika dewasa, ia tidak merasa bersalah membentak orang tua karena nasi belum matang, atau tidur seharian sementara orang tua masih bekerja keras.