Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Graduated from Boston University. Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Tinggi Dibisniskan: Indonesia Gagal Menjamin Akses Pendidikan Tinggi Gratis Seperti Jerman?

18 Juli 2025   19:13 Diperbarui: 18 Juli 2025   19:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

3. Ketimpangan Akses:
Akibat biaya tinggi, anak-anak dari keluarga miskin kesulitan kuliah, atau terpaksa berhutang (via KIP-Kuliah atau pinjaman swasta). Pemerataan sosial lewat pendidikan akhirnya hanya jadi mitos.

Apakah Ini Sesuai UUD 1945?

Pasal 31 UUD 1945 ayat (1):
"Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan."

Ayat (2):
"Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya."

Ayat (4):
"Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD."

Catatan Kritis:
Meskipun ayat (2) menyebut pendidikan dasar, pasal ini tidak berarti pendidikan tinggi boleh dibisniskan tanpa batas. Pendidikan tinggi tetap dalam kerangka "hak warga negara", bukan privilese bagi si kaya. UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi menyebut bahwa pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan entitas bisnis.

Jadi, komersialisasi pendidikan tinggi jelas bertentangan dengan semangat konstitusi, apalagi jika membatasi akses rakyat miskin.

Analisis Filosofis: Ilmu atau Dagangan?

Pendidikan seharusnya berdiri di atas nilai kebenaran dan kemanusiaan, bukan laba. Tokoh pendidikan dunia seperti Paulo Freire telah memperingatkan akan bahaya banking education --- pendidikan yang memposisikan murid sebagai obyek pasif dan lembaga sebagai "mesin transfer modal intelektual".

Di Indonesia, pendidikan tinggi cenderung terjebak pada komodifikasi: mahasiswa menjadi konsumen, kampus jadi korporasi, dosen dikejar jurnal dan akreditasi yang "menguntungkan". Padahal pendidikan adalah medium transformasi etis, sosial, dan spiritual, bukan cuma sarana "menyerap tenaga kerja."

Rekomendasi Filosofis dan Teknis:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun