Pendidikan Tinggi Dibisniskan: Mengapa Indonesia Gagal Menjamin Akses Pendidikan Tinggi Gratis Seperti Jerman?Oleh: Ronald Sumual PasirPendahuluan:Di
Dimana Bumi Dipijak, di Situ Tanah di Obral: Pemiskinan dengan Dalih Investasi dan Pembangunan
Ketika gereja ditolak karena beda keyakinan, yang sedang digugat bukan bangunannya melainkan hati nurani kita semua.
Sakit 3 hari ini membuat saya merenung: sehat itu hak, tapi kini jadi barang mahal. Islam punya solusi: negara wajib biayai kesehatan rakyat.
Di dunia yang makin rakus mengejar angka, masih adakah sistem ekonomi yang adil dan penuh nurani?
Dua dekade reformasi, hukum justru jadi alat kekuasaan. Ketika keadilan hanya milik elite, rakyat bertanya: masih adakah makna dari reformasi itu?
Ayat-ayat keadilan sosial dalam Al-Qur'an mengingatkan kita untuk berlaku adil dan berbuat baik kepada semua orang, tanpa memandang latar belakang.
Hak Asasi Manusia Dalam Bayang-Bayang Kepentingan Kekuasaan Apakah HAM masih punya ruang ketika kepentingan politik menguasai panggung?
Dalam konteks negara demokrasi seperti Indonesia, pers tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi. Ia memiliki peran strategis sebagai penjemba
Job fair ricuh, pengangguran tinggi, keadilan kerja masih jauh dari harapan. Saatnya sila kelima Pancasila diwujudkan!
Negara seharusnya memberdayakan warganya. Menjadikan rakyat sebagai subyek pembangunan bukan obyek pembangunan.
Apakah kita mengatasi kemiskinan, atau hanya mengatur definisinya agar terlihat lebih baik ?.
Ketika sebuah laporan resmi hanya berhenti pada surat pengantar tanpa tindak lanjut, maka rakyat wajar mempertanyakan: Untuk apa kami melapor?
Kurikulum terus berubah, fasilitas tetap timpang. Sampai kapan pendidikan kita hanya fokus pada teori, sementara keadilan nyata untuk siswa terabaikan
Rumah murah bukan mimpi, tapi jebakan. Setiap pagi jadi pelarian dari neraka jalanan. Ini bukan solusi, ini dodolisme sistemik.
Generasi sandwich tak sempat pensiun, terhimpit orang tua dan anak, lalu digilas AI, jika negara jadi buaya, haruskah kita hidup dari belas kasihan?
"Indonesia Emas 2045" digembar-gemborkan sebagai masa depan gemilang. Tapi di balik slogan manis itu, realita berbicara lain
Pancasila bukan sekadar hafalan—tapi seharusnya jadi resep utama dalam dapur ekonomi kita. Sudahkah ia benar-benar kita masak dan sajikan?
Transformasi digital telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan. Namun, di balik kemajuan ini, masih ada kelompok yang tertinggal dalam hal akses y
Di era media sosial, satu kesalahan bisa viral dalam hitungan menit. Reputasi dihancurkan, dan publik menjadi hakim tanpa ruang klarifikasi.