Mohon tunggu...
sangaji bagus nugroho
sangaji bagus nugroho Mohon Tunggu... Guru Vokasi Ilmu dan Teknologi Pangan

guru ilmu dan teknologi pangan pemerhati pendidikan dan dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik

17+8 Tuntutan: Saat Rakyat Menggugat di Bulan Merdeka

3 September 2025   12:46 Diperbarui: 3 September 2025   12:46 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tuntutan rakyak (sumber: dok/aji)

Agustus 2025 berlalu dengan langit yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tak hanya bendera berkibar, tapi juga suara rakyat yang menggema di jalanan. Di depan Gedung DPR, seorang mahasiswa berdiri di tengah ribuan massa. Di tangannya, secarik kertas berisi "17+8 Tuntutan"---gelombang harapan yang lahir dari hati masyarakat Indonesia.

"Bukan sekadar angka, ini adalah daftar mimpi kami," ucapnya pelan. Tuntutan itu nyata: dari desakan agar TNI kembali ke barak, transparansi anggaran DPR, pembebasan demonstran tanpa kriminalisasi, hingga upah layak bagi masyarakat pekerja. Orang-orang kecil, buruh, guru, pekerja informal---semuanya kini bersatu dalam suara yang tak lagi ingin diabaikan.

Di sisi lain, ibu pekerja menatap layar gawai, membaca berita tentang transparansi pejabat dan PHK massal yang mengancam. "Jangan suramkan lagi harapan kami, Pak. Kami hanya mau keadilan di tanah sendiri." 17 tuntutan mendesak selama sepekan, 8 agenda reformasi untuk setahun, semua diletakkan sebagai titian menuju Indonesia yang lebih manusiawi.

Gerakan ini tak lahir dari ruang kosong. Ia dirangkai dari diskusi, kolom komentar, advokasi LBH hingga siaran pers puluhan organisasi sipil. Influencer dan akademisi turut menggaungkan agar 17+8 tuntutan bukan sekadar wacana, tapi jadi suara yang mengubah wajah negeri.

"Setiap perubahan besar selalu diawali langkah kecil. Kamu---ya, kamu---bisa jadi bagian penentu arah: sebarkan, kawal, dan pastikan tuntutan rakyat tak lagi dibungkam."

Di balik barikade keamanan, suasana kota terasa tegang tapi juga penuh harap. Anak-anak muda berkumpul, bersorak di bawah spanduk bertuliskan "Transparansi! Reformasi! Empati!"---tiga kata yang kini menjadi mantra, merekatkan ribuan tuntutan menjadi satu suara bangsa.

Dalam riuh keramaian, seorang guru berbagi kisah: honor yang tak kunjung naik, ruang kelas bocor, kebijakan yang sering tak berpihak pada pendidikan. Ia berdiri bersama buruh, ojol, nakes, semua menuntut upah layak dan perlindungan dari PHK. Mereka tahu, suara kecil akan tenggelam jika disuarakan sendiri; tapi bersama, bisa jadi gelombang yang menggoyang kursi penguasa.

Di berbagai sudut kota dan media sosial, #17plus8TuntutanRakyat tumbuh jadi gerakan nasional. Influencer dan aktivis memetakan tuntutan utama: penarikan TNI dari pengamanan sipil, audit gaji DPR, dialog terbuka antara wakil rakyat dan masyarakat, hingga perlindungan buruh dan proses hukum atas kekerasan aparat.

Isi 17+8 Tuntutan Rakyat

17 Tuntutan jangka pendek (deadline: 5 September 2025):

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Politik Selengkapnya
    Lihat Politik Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun