Siang ini saya telah duduk disatu sudut areal candi Klero. Sebuah kursi taman menerima pasrah beban tubuhku. Hanya dia. Beberapa kursi lain-yang tersebar dibeberapa titik- kosong.Â
Ketika saya datang, ternyata telah ada empat orang bersila direrumputan dibawah rimbun pepohonan. Penempatan posisi yang tepat. Karena sengatan matahari yang begitu ganas tidak mampu menjangkau mereka. Entah apa yang didiskusikan. Sepertinya asik.
Tempat ini representatif buat melepas penat, menangguk kenyamanan, menghirup kontemplasi. Beberapa warga sekitar menggunakan  sebagai ruang publik. Biasanya mereka bercengkrama di sore hari. Seperti yang saya lakukan. Walaupun masa PPKM belum usai(levelnya diturunkan) dan terus diperpanjang, tidak menyurutkan  saya bersilaturahmi.Â
Jarak 45 km dari rumah bukan suatu halangan. Hiburan semesta saya dapatkan berupa untaian senandung nada yang tercipta dari decit burung, gesekan dedaunan, teriakan seseorang dari jauh, raungan angin yang menderu tiada henti.
Menyusuri areal candi tidak butuh waktu lama. Karena tidak begitu luas, hanya berukuran 14 meter kali 14 meter dikelilingi pagar permanen  diantara kebun penduduk juga pekuburan. Karena struktur candi lebih rendah dari tanah sekitar jadi kesan menurun(cekung) terasa, hanya satu meter.Â
Bangunan batu andesit ini begitu kecil begitu sendiri. Pada bagian teras hanya berukuran 4 meter kali 6 meter dengan tinggi dari tanah 1,4 meter. Kalau kita naik kearahnya, tampak tangga batu polos tanpa ada hiasan makara atau sulur. Tergesa-gesa ketika membuatnya? Sehingga tidak diukir. Terlihat beberapa batu menonjol beberapa senti mengelilingi teras.Â
Diidentifikasi adalah umpak. Umpak merupakan batu penyangga tiang kayu pada rumah. Arkeolog mengatakan, candi Klero merupakan tempat pemujaan penganut agama Hindu, karena adanya yoni pada bilik candi, cuma tanpa lingga. Yoni merupakan simbol kesuburan. Dibagian cerat terdapat ornamen ular menyunggi kura-kura. Apakah ini ada maksudnya? Pada setiap dindingnya terdapat relung.
Bila pandangan mata diarahkan ke bagian atap candi, terlihat jelas bahwa atap pertama berbentuk limasan. Yang kedua dengan ukuran lebih kecil tepi atapnya terdapat hiasan antefiks atau simbar. Antefiks dalam ilmu kepurbakalaan dapat memberikan informasi mengenai teknologi dan kebudayaan masyarakat pembuatnya.Â