Mohon tunggu...
romadhona diah
romadhona diah Mohon Tunggu... Guru - pencinta alam

Menulis itu bagaikan mengukir pada batu prasasti versi soft file.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kerinduku di Kota Padang

23 Desember 2017   20:01 Diperbarui: 23 Desember 2017   20:38 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acara berikutnya, kami berkunjung ke salah satu guru yang di Air Tawar. Ondeh Mandeh.. keterlaluan banget diriku ini, Samo gurupun Lupo. Berusaha mengingek-ingek, tapi indak barasil pula. kami ngobrol- ngobrol ( aku mendengarkan saja), foto-foto ( inipun aku tidak aktif) dan terakhir pemberian kenang-kenangan untuk guru kami tercinta. Tanpa disadari, aku mulai jenuh, aku merasa asing sendiri saat itu. Aku ijin sama ketua,  tuk memisahkan diri bertemu dengan Uda dan sahabatku Pipin. Aku rindu Uda dan sahabat kecilku.

Di rumah Uda yang di Air Tawar, kami melepas rindu. Sayang uda sedang sakit jadi tidak bisa mengantarku ke mana-mana padahal ngarep banget bisa diajak jalan-jalan keliling Padang, main ke toko donat madunya. Akhirnya samo istri uda, kami makan bakso mas Joko. Lapeh taragakku. nyam...nyam...


Samo Uni, kami berpisah di kampus Bung Hatta tempat aku janjian dengan sahabat kecilku. Pipin. Sahabat yang telah kutinggalkan 27 tahun yang lalu.Seperti apa Pipinku kini? deg-degan menanti saat- saat pertemuan kami. Dari kejauhan kulihat dia naik gojek. Pipinkah itu? Lama aku menatapnya, haru, senang. tak terasa air mataku meleleh...Pipin...kupeluk dia. Pipinku cantik banget. lembut, sabar , dia tidak berubah, dia masih seperti Pipin yang dulu. Pipin mengikuti keinginanku. Dia paham betul yang aku rindukan. kami duduk lama di batu-batuan tepi pantai. Pantai Bung Hatta sudah berubah. Aku tidak bisa main air lagi.

22007956_1648476391862643_4763621212497851453_n.jpg
22007956_1648476391862643_4763621212497851453_n.jpg
Setelah puas di pantai, kami jalan kaki menelusuri jalan Sumatera Wisma Indah 1. Pipin mengajakku berhenti di depan sebuah rumah  " Diah, berdirilah di siko, Pin ambiak gambarnyo". Pipin, jadi kangen kamu.  Ketika menulis ini hatiku tak menentu ingat Pipin. Kami lanjutkan jalan sore kami rasanya senang sekali bisa jalan kaki bareng Pipin. Terasa lama, mampir masjid, mampir ke bangunan yang kuanggap baru. TES namonyo. Sepanjang perjalanan, Pipin banyak cerita. Aku begitu menikmatinya sampai tak terasa  sampailah kami di Transtudio. Kami malala sampai Maghrib.. Kami kembalikan ke kafe Viki ambil carrier. Tanpa permisi, kami main duduk aja di kafe itu. He..he....serasa rumah sendiri.


Si tuan rumah itupun muncul. Dia mengajak kami ngobrol. Tanya ini tanya itu. Ternyata dia perhatian juga. Ga cuek 2 amat. Ga ada kesan sombong pada dirinya. Pantes saja teman-teman enjoy banget di sini. Nyaman aja. Image itu yang aku tangkap darinya. Dia mampu membuat semua tamunya nyaman dan betah untuk kumpul -kumpul di sini. Tapi sayang,dia ga nawarin aku minum padahal aku haus banget. He..he...okeylah carrier dah ketemu,. Waktunya menginap di rumah Pipin sahabatku.


Perjalanan Bukittinggi- Payakumbuah.

Paginya kami bakumpua lagi di posko untuk selanjutnya memulai perjalanan yang aku idam-idamkan sejak dari rumah. BukikTinggi - Payakumbuah.

Kuceritakan,  sekilas tentang Bikiktinggi. Bukiktinggi adalah kota yang sejuk di dataran tinggi cocok sebagai daerah peristirahatan yang banyak dikunjungi wisatawan karena alamnya yang indah. Di sini, aku rindu  jam gadang yang menjadi icon kota bukiktinggi yang memiliki keunikan. Kenapa tidak? karena disamping bernilai sejarah, jam ini hanya ada dua di dunia. kembarannya adalah menara jam Big Ben di gedung parlemen Inggris yang menjadi ciri khas kota London. Sayang kami hanya melewatinya saja, barantii sabanta untuk makan siang selanjutnya kami menuju ke Payakumbuah karena waktu yang tidak memungkinkan untuk berlama- lama di Bukiktinggi. Hhh... sebagai peserta, aku hanya bisa mengikutinya saja. Lanjuut....bye Bukittinggi... see u next entah kapan lagi aku bisa melihatmu? semoga masih ada kesempatan lagi. Aku tidak punya fotonya di sini.


Payakumbuah.

Payakumbuah memiliki alam yang unik karena dikelilingi bukit batu dengan kemiringan 90 derajat yang pasti aku takjub banget, ini yang membuatku kangen sama kotanya. Berbagai kuliner khas Minang siap memanjakan lidah . wow, bakalan gagal diet! Konon kabarnya banyak tokoh nasional yang kelahiran daerah ini. Kami menuju Harau. kalau tidak salah namonyo Arau Pilubang. Di dekat bukit yang berdinding 90 derajat itulah kami menginap. sesampainya di sana, kami menginap di kottage yang terbuat dari kayu, bentuknya bulat. unik sekali. karena aku masih kuper, aku belum  bisa membaur dengan teman-temanku. mereka sudah masuk ke kamar bersama teman-teman akrabnya.Aku sendirian. Tak apalah ada hikmahnya aku bebas tidur di kasur yang aku sukai, bebas mandi tanpa mengantri, bebas pakai baju apa saja. cihui!


Hari semakin malam, sebagian kawan-kawan pindah ke kamar yang kutempati karena kamarku ini masih kosong, enak, airnya lancar, kamar mandinya barasiah. Jadilah kami berenam di dalam kamar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun