Mohon tunggu...
rolariaskania
rolariaskania Mohon Tunggu... Tenaga pengajar

Ketenangan didapatkan dalam ibadah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam Solusi Tajam Mengentaskan Kemiskinan : Mengapa Aturan Allah Belum Jadi Pilihan?

15 September 2025   20:26 Diperbarui: 15 September 2025   20:26 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemiskinan bukan sekedar urusan perut lapat, tapi luka sosial yang merampas martabat, memutus harapan dan menjebak generasi dalam lingkaran keputusasaan. Di Indonesia, ketidaksejahteraan masih menghantui. Ini bukan drama semata, tapi soalan pelik yang berpuluh tahun tak kunjung usai. Berbagai rezim berganti, janji politik bergema, namun solusi yang hadir sering hanya jadi plester di luka yang terus berdarah. Mengapa kita tak sadar untuk mengutamakan aturan-Nya yang menjanjikan keadilan sejati? Mengapa aturan Allah dalam Islam belum jadi pilihan utama?

Data kemiskinan tiap tahun berganti, daerah wilayah Indonesia masih banyak berada dalam tekanan ekonomi. Salah satu wilayah di Sumatera Barat, Kota padang berdasarkan data terbaru, angka kemiskinan pada tahun 2024 tercatat sebesar 4,06 persen atau setara dengan 41.400 jiwa. Meskipun angka ini menunjukkan tren positif, masih terdapat puluhan ribu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memerlukan intervensi kebijakan melalui program-program pemberdayaan dan graduasi masyarakat(Padek Jawapos/28 Mei 2025). 

Kebijakan Kapitalis Gagal Menuntaskan Kemiskinan?

Setiap pemimpin daerah telah berusaha mengupayakan menuntaskan masalah ini, dengan berbagai kebijakan dan strategi. Dari bantuan sosial, pelatihan keterampilan melaksanakan pembangunan struktur. Namun, dengan upaya yang telah dilakukan perlu ada evaluasi yang mendasar. Kebijakan yang hadir, seringkali memberikan solusi yang tidak mengakar dan tidak menuntas masalah. Pentingnya memperhatikan sistem yang menaugi kebijakan-kebijakan yang akan direalisasikan. Indonesia, negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis. 

Sistem kapitalis yang menjadikan azas manfaat sebagai prinsip. Dalam sistem ini, nilai manusi diukur dari produktivitas ekonomi, dan kesejahteraan hanya jadi bonus bagi yang mampu bersaing. Konsep yang ada pada tatanan kehidupan adalah sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Dengan konsep ini semakin memperparah keadaan dengan menyingkirkan moralitas ilahi dari kebijakan ekonomi. Riba, menjadi pilar utama dan tulang punggung kapitalisme yang amat jelas dalam aturan Allah swt dalam Al-Quran (Al-Baqarah:275) mengharamkan perbuatan Riba. Perlikau ini justru halal dalam sistem ini, yang terjerat dan menjadi korban adalah rakyat. Keniscayaan yang ada pada sistem ini adalah yang kaya semakin kaya yang miskin semkain terpuruk. 

Kebijakan ekonomi kapitalis berfokus pada pertumbuhan angka, bukan kesejahteraan sejati. Strategi peningkatan ekonomi, seperti bantuan sosial seringkali hanya bagian dari politisasi untuk merancang penjagaan status quo yang menguntungkan para elit. Bayangkan besarnya anggaran yang digelontorkan kepada rakyat, namun sampai ditangan masyarakat turun pula nilainya dengan drastis. Tidak heran, mengingat orang-orang yang berperan bagian dari individu yang lahir dari sistem kapitalis. Kebijakan ini, juga seringkali mencipatakan ketergantungan. Ibarat tidak diberi alat mandiri, melainkan hanya "ikan" tanpa pancing. Dengan jelas ketidakseriusan mengentaskan penderitaan ini. 

Islam Sebagai Solusi Holistik yang Terabaikan

Islam menawarkan sistem yang menyerang akar kemiskinan dengan pendekatan keadilan, bukan azas manfaat. Dalam Islam terdapat konsep zakat, namun berbeda dengan pajak. Dalam Islam zakat adalah ibadah sekaligus redistribusi harta yang berlandaskan perintah Allah. Tujuannya bukan hanya fiskal, melainkan memastikan keadilan sosial dengan mengalirkan kekayaan dari yang kaya ke yang miskin, serta memenuhi dimensi spritual individu. Ditribusi juga pada kebutuhan dasar negara, modal usaha dan pendidikan. Dengan tarif yang tetap yakni 2,5 %, dan dikelola oleh baitumal (institusi negara) dengan transparansi untuk memastikan distribusi yang adil. Dengan demikian kebijakan ini menciptakan efek pemberdayaan, bukan ketergantungan. 

Sedangkan pajak dalam sistem kapitalis-sekuler bertujuan mengumpulkan dana dengan landasan azas manfaat. Seringkali dialokasikan sesuai prioritas politik atau kepentingan elit, dan tidak selalu menjamin keadilan sosial. Pengelolaannya rentan terhadap korupsi atau penyalahgunaan. Dana yang digelontarkan dari pajak seringkali menyasar yang menguntungkan para oligarki bukan kesejateraan rakyat. Tidak transparansinya menciptakan ketidak percayaan rakyat.

Selain zakat negara Islam juga memiliki sumber pemasukan yakni, kharaj, jizyah, ghanimah, fai' dan lainnya. Pengelolaan sumber daya alam yang haram dikelola oleh individu, namun halal pada sistem ini. Sabda Rasulullah saw "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (sumber energi) (HR. Abu Dawud) dalam buku Nidzamul Iqtishadi fi Islam karangan An-Nabhani juga menjelaskan bahwan Sumber Daya Alam dalam Islam akan dikeloladan diditribuskan oleh negara. Dengan demikian ini akan menjadi salah satu sumber pemasukan besar bagi negara. Sumber kekayaan yang dikelola oleh seorang yang amanah, maka kewajaran negara dapat memenuhi kebutuhan dasar individu dalam naungannya. 

Sitem Islam telah disejarahkan, menggambarkan bagaimana Islam bukan hanya idealis namun secara historis dan realistis terbukti mampu mensejahterakan umat. Salah satu contoh bagaimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dimasanya tidak ditemukan orang yang berhak dan mau untuk menerima zakat, membuktikan bagaimana efektifnya sistem Islam dan sejahteranya rakyat kala itu. 

Sejatinya manusia adalah makhluk Allah yang dirancang hidup dengan sebuah tatanan aturan. Dengan demikian aturan dari sang khaliqlah yang layak kita terapkan sebagai pedoman berkehidupan diatas bumi Allah ini. Islam sebagai pedoman dan solusi hakiki terhadap masalah saat ini. Solusi yang holistik yang berpijak pada keadilan ilahi. Mari kita jadikan menegakkan syariat sebagai tujuan utama, yang mampu mensejahterakan kemiskinan dari akarnya. Wallahua'lan bissawab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun