Mohon tunggu...
rohmad
rohmad Mohon Tunggu... Essada

Sebagai seorang praktisi yang mendedikasikan diri pada dunia pendidikan dan seni, semangat adalah suluh yang tak pernah padam dalam setiap denyut aktivitas saya. Di tengah padatnya rutinitas mengajar dan segala tanggung jawab profesional yang diemban, saya meyakini bahwa hidup adalah sebuah kanvas luas yang perlu diisi dengan warna-warna kegembiraan dan ekspresi diri. Maka, di sela-sela jeda dan ruang waktu yang tercipta, saya melarikan diri ke dalam dunia hobi yang begitu saya cintai. Ada semesta tersendiri yang terbuka saat kuas menari di atas kanvas, melukiskan imajinasi dan emosi dalam goresan warna. Setiap lukisan adalah cerita yang tak terucap, sebuah refleksi dari pengamatan dan perasaan. Tak hanya itu, tangan ini juga gemar menciptakan keindahan yang lebih nyata: merancang taman-taman mungil yang menjadi oase ketenangan, membentuk ornamen-ornamen unik yang menghidupkan sudut ruangan, dan merangkai berbagai kerajinan tangan yang sarat makna. Setiap karya adalah manifestasi dari energi kreatif yang tak pernah habis. Lebih dari sekadar hobi visual dan kriya, jiwa saya juga terpanggil untuk menyelami samudra kata. Menulis adalah cara saya bernapas, merajut gagasan, dan berbagi perspektif. Dari benak ini lahir beragam karya sastra: puisi-puisi yang melukiskan rindu dan renungan, geguritan yang merawat keindahan bahasa Jawa, pantun-pantun ceria yang menebar senyum, hingga cerpen-cerpen yang mengisahkan fragmen kehidupan manusia dengan segala kompleksitasnya. Setiap bait, setiap kalimat, adalah upaya untuk menangkap esensi, mengabadikan momen, dan menyampaikan pesan dari hati ke hati. Bagi saya, pendidikan dan seni adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Keduanya adalah jalan untuk menumbuhkan kepekaan, kreativitas, dan empati. Melalui pendidikan, saya mencetak generasi; melalui seni, saya menginspirasi dan terus belajar untuk menjadi pribadi yang utuh, yang tak pernah berhenti berkarya dan menebar manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Di Ujung Lorong

4 Agustus 2025   08:11 Diperbarui: 4 Agustus 2025   08:11 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar desain oleh canva, ketika pak Adi di ruang seni.

Di Ujung Lorong

Klaten, Jawa Tengah.
Malam menyusup pelan ke sela-sela tembok salah satu Sekolah Dasar  yang mulai renta. Sekolah dasar yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun itu biasanya sepi begitu bel berbunyi pukul 14.00. Tapi malam itu berbeda.

Pak Adi, seorang guru honorer muda, masih terlihat di ruang seni. Tangan kanannya sibuk memotong kardus, mengecat, dan menempel kain flanel untuk properti pentas seni anak-anak kelas 4. Lampu neon tua menggantung redup di atas kepalanya, mengayun perlahan tertiup angin.

“Tinggal backdrop candi, sama wayang anak-anak. Besok harus jadi,” gumam Pak Adi, mencoba membangkitkan semangat diri di tengah kantuk dan lelah.

Waktu menunjukkan 23.45 saat ia melangkah ke gudang belakang dekat toilet lama, tempat kardus besar disimpan. Lorong itu sempit dan gelap, hanya satu lampu di ujung yang menyala redup seperti nyawa terakhir lilin.

Redup nyala lilin, seperti tertiup angin, secara perlahan lahan semakin lama semakin menyusut dan meredup. Pak Adi merasakan bulu kuduk mulai mberdiri, merinding dimulai dari leher belakang. Situasi nampak tegang, ditambah dengan aroma yang tak sedap, dan ada bau yang cukup menyengat itu seperti bau minyak serimpi yang biasa dipakai untuk jenasah.  Saat matanya menyapu sudut lorong, ia terhenti. Hatinya tercekat, badanya kaku, lidahnya kelu. Ia beranikan diri untuk mentapa lebih tajam, sambil memicingkan mata agar lebih fokus pandangannya diarahkan ke sudut ruangan kemudainke arah lorong gelap itu.

Di sana… di dekat pintu toilet yang retak, ada sosok putih berdiri diam.

Seperti seseorang... atau sesuatu, dibungkus kain panjang, menjuntai... kotor.

Pak Adi mengerjap.

“Astaghfirullah... siapa itu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun