Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bullying di Sekolah, Sejarah Hitam yang Terus Diulang

13 Oktober 2025   05:52 Diperbarui: 13 Oktober 2025   05:52 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua Angga mengantar jenazah putra sulungnya ke pemakaman di Grobogan, Jawa Tengah. (KOMPAS.COM/PUTHUT DWI PUTRANTO NUGROHO) 

Suatu pagi di sebuah desa kecil, seorang anak remaja yang biasanya sigap mempersiapkan diri untuk sekolah justru enggan meninggalkan tempat tidur. Ada rasa berbeda di matanya---seolah gusar, tak menemukan gairah seperti biasanya. 

Namun, isyarat itu luput dari perhatian sekelilingnya, dianggap "biasa" saja, atau sekadar kemalasan anak remaja. Siapa sangka, hari itu menjadi akhir dari kisahnya yang tak sempat diperjuangkan.

Kisah tragis Angga Bagus Perwira (12) di Grobogan menjadi simbol dari fenomena menyedihkan: sekolah yang gagal mendengar isyarat bisu anak-anaknya. Ketika seseorang yang biasanya bersemangat menyatakan enggan pergi ke sekolah, mungkin itu bukan soal malas, melainkan luka yang lama tak terobati. 

Pada siang harinya, Angga ditemukan tewas --- diduga akibat penganiayaan oleh teman-temannya di lingkungan sekolah. Kematian ini mengoyak hati keluarga, sekaligus memantik pertanyaan besar: mengapa sejarah hitam bullying terus terulang di sekolah kita?

Kita sudah sering mendengar kisah-kisah serupa: anak yang menarik diri, sering sakit tanpa sebab, atau menolak tugas sekolah. Tapi seringkali kita mengabaikannya. 

Maka artikel ini hadir sebagai panggilan refleksi: bahwa bullying di sekolah bukan sekadar kejadian individual, melainkan sejarah hitam yang berulang, yang harus dihentikan agar tidak menelan lebih banyak korban.

Ketika Luka Lama Itu Kembali

Fenomena bullying di sekolah bukanlah hal baru. Di Indonesia, setiap tahun tercatat banyak kasus perundungan yang disoroti publik. Misalnya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat 23 kasus bullying sepanjang 2023, dengan setengahnya terjadi di jenjang SMP (Kemendikdasmen). 

Laporan-laporan ini hanyalah sebagian kecil dari kenyataan yang lebih luas --- banyak kejadian tak terekam atau tak dilaporkan.

Data KPAI memperlihatkan tren peningkatan: antara 2016--2020, KPAI menerima sekitar 480 aduan dari siswa yang menjadi korban bullying di sekolah (Databoks). Pada 2022, KPAI dan FSGI melaporkan 226 kasus bullying --- meningkat pesat dari 53 kasus pada 2021 dan 119 kasus pada 2020 (pgsd.undana.ac.id). 

Bahkan pada 2023, diperkirakan ada sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia, dengan hampir separuhnya terjadi di lembaga pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren (Suara Surabaya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun