Ia berjalan cepat ke luar ruang guru, wajahnya pucat pasi. Pak Dani, yang baru saja lewat membawa sapu, terdiam menatap kepergiannya.
Pak Dani (lirih, seperti bicara pada diri sendiri):“Sudah waktunya kita doakan tempat ini... sebelum ada yang terluka lagi.”
Hening kembali merayap.
Angin sepoi masuk dari celah jendela... membawa aroma samar… seperti bunga melati layu.
Puncak Teror di malam selanjutnya, Pak Josep bersikeras menjaga sekolah.
Pak Josep:“Saya mau buktiin! Pocong apaan! Cuma pantulan cahaya!”
Bersama Pak Dani, mereka duduk di ruang seni. Waktu berlalu. Tepat pukul 00.33, lampu lorong toilet padam sendiri. Angin sejuk mendadak terasa dingin membekukan.
Srettt... sreettt...
Suara kain diseret perlahan-lahan terdengar dari lorong.
Pak Josep berdiri. Menyipitkan mata.
Dan di sana… berdiri sosok putih itu lagi. Lebih dekat. Lebih nyata. Lebih mengerikan.