Mohon tunggu...
rohmad
rohmad Mohon Tunggu... Essada

Sebagai seorang praktisi yang mendedikasikan diri pada dunia pendidikan dan seni, semangat adalah suluh yang tak pernah padam dalam setiap denyut aktivitas saya. Di tengah padatnya rutinitas mengajar dan segala tanggung jawab profesional yang diemban, saya meyakini bahwa hidup adalah sebuah kanvas luas yang perlu diisi dengan warna-warna kegembiraan dan ekspresi diri. Maka, di sela-sela jeda dan ruang waktu yang tercipta, saya melarikan diri ke dalam dunia hobi yang begitu saya cintai. Ada semesta tersendiri yang terbuka saat kuas menari di atas kanvas, melukiskan imajinasi dan emosi dalam goresan warna. Setiap lukisan adalah cerita yang tak terucap, sebuah refleksi dari pengamatan dan perasaan. Tak hanya itu, tangan ini juga gemar menciptakan keindahan yang lebih nyata: merancang taman-taman mungil yang menjadi oase ketenangan, membentuk ornamen-ornamen unik yang menghidupkan sudut ruangan, dan merangkai berbagai kerajinan tangan yang sarat makna. Setiap karya adalah manifestasi dari energi kreatif yang tak pernah habis. Lebih dari sekadar hobi visual dan kriya, jiwa saya juga terpanggil untuk menyelami samudra kata. Menulis adalah cara saya bernapas, merajut gagasan, dan berbagi perspektif. Dari benak ini lahir beragam karya sastra: puisi-puisi yang melukiskan rindu dan renungan, geguritan yang merawat keindahan bahasa Jawa, pantun-pantun ceria yang menebar senyum, hingga cerpen-cerpen yang mengisahkan fragmen kehidupan manusia dengan segala kompleksitasnya. Setiap bait, setiap kalimat, adalah upaya untuk menangkap esensi, mengabadikan momen, dan menyampaikan pesan dari hati ke hati. Bagi saya, pendidikan dan seni adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Keduanya adalah jalan untuk menumbuhkan kepekaan, kreativitas, dan empati. Melalui pendidikan, saya mencetak generasi; melalui seni, saya menginspirasi dan terus belajar untuk menjadi pribadi yang utuh, yang tak pernah berhenti berkarya dan menebar manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Berdaun Luka

2 Agustus 2025   00:30 Diperbarui: 2 Agustus 2025   00:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi dibuat oleh canva desain

Ibu Selvy "Selvy! Kamu bawa siapa ini? Lihat semua orang. Teman-teman Ibu datang. Kamu mau bikin malu?"

Selvy"Ibu... dia Doni. Mas Doni. Dia sahabatku... kekasihku."

Ibu Selvyi' hah..cinta? Dengan pemuda miskin ini? Kamu bisa punya hidup layak dengan Rio. Anak manajer, calon direktur. Dan kamu pilih... pengangguran dari desa?"

Doni menunduk. Hatinya seperti diiris. Ia memilih mundur. Namun cinta membuat Selvy bertahan. Sampai malam itu...

Malam hari, Selvy mengetuk rumah Doni. Wajahnya basah oleh air mata.

Selvy "Mereka memaksa aku tunangan, Mas. Aku lari. Aku nggak sanggup... Aku cuma percaya kamu."

Dony "Selvy... kamu bawa badai ke rumahku malam ini. Tapi... hatiku selalu menjadi tempat teduh untukmu."

Tak lama, mobil polisi datang. Doni dituduh menculik Selvy. Ia dibawa, diborgol, dan dibungkam.

Selvy "Jangan tahan dia! Aku yang datang ke rumahnya! Aku yang memilih!"

Dony "selvy... untuk pertama kalinya, biarkan aku menjaga nama baikmu... meski harus kehilangan kamu."

Ia memilih diam di pengadilan. Ia dihukum setahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun