Disebuah desa kecil yang tenang, jauh dari hiruk pikuk kota, tumbuhlah dua jiwa yang saling mengisi sejak masa kecil: Doni dan Selvy. Mereka bukan hanya teman, tapi belahan jiwa yang saling memahami tanpa harus banyak berkata.
Doni hidup bersama neneknya, dalam rumah bambu beratap rumbia, namun hatinya bersih seperti embun pagi. Ia miskin harta, tapi kaya cita dan rasa. Sementara Selvy adalah gadis pintar, anak dari keluarga terpandang di desa itu. Ia lembut, bersahaja, dan satu-satunya yang tak pernah memandang Doni dari sebelah mata.
Hari-hari mereka dipenuhi canda di pematang sawah, tawa di bawah pohon randu, dan diam-diam tumbuhlah cinta yang perlahan tapi kuat, seperti pohon yang berakar dalam tanah yang keras.
Meski hatinya penuh cinta, Doni tak ingin hanya menggantungkan harapan. Selepas SMA, ia memutuskan tak kuliah. Ia memilih bekerja keras. Ia menggambar, melukis dengan bahan seadanya, menjualnya di pasar kecil, dan merintis kanal YouTube sederhana yang merekam kehidupannya sebagai seniman desa. Satu demi satu, karyanya mulai dikenal. Subscriber bertambah, undangan pameran kecil berdatangan, namun ia tetap hidup hemat. Tabungannya ia belikan sebidang tanah, sisanya ia investasikan dalam ternak kambing yang ia titipkan ke teman lamanya di luar desa.
Selvy, sebaliknya, melanjutkan kuliah di kota. Jarak tak membuat cinta mereka pudar. Mereka setia berkirim surat setiap minggu. Kata demi kata mereka adalah benih rindu yang ditanam dalam keyakinan: suatu saat, cinta ini akan tumbuh menjadi rumah yang utuh.
Hari itu, Selvy diwisuda. Aula kampus penuh dengan bunga dan senyum kebanggaan. Doni datang mengenakan baju terbaik yang ia miliki: kemeja putih bersih, celana bahan, dan sepatu bekas yang disemir semalaman. Di tangannya ada lukisan: seorang perempuan dengan toga, berdiri di antara hujan, memegang bunga yang tak layu.
Selvy "Mas Doni... kamu datang juga. Aku... bahagia sekali."
Doni *Aku nggak punya bunga mahal. Tapi ini... perasaanku. Mawar ini, sekuat kamu. Tetap mekar meski diterpa badai."
Selvy "Aku lebih suka ini. Karena ini kamu."
Namun suasana berubah saat ibu Selvy datang, menggandeng seorang wanita sosialita. Anak wanita itu Rio berpenampilan mewah dan berwibawa.