"Bestie, healing dulu yuk!" kalimat ini mungkin terdengar biasa bagi generasi Z, tapi bagi generasi sebelumnya, ini membingungkan. Seringkali, kita selalu mendengar para remaja Indonesia bercakap dengan memakai bahasa-bahasa gaul terdengar unik  yang tidak biasa dan biasanya kurang beretika dalam berbicara. Mereka banyak yang meniru bahasa-bahasa gaul dari orang orang di media sosial ataupun akulturasi budaya yang terjadi. Susilawati (2023) menyatakan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai aturan di kalangan generasi Z turut menciptakan kosakata yang baru yang kerap kali menyimpang dari struktur dan norma kebahasaan, . Hal itu juga dapat membuat Bahasa Indonesia bisa punah jika tidak dipertahankan penggunaannya oleh para generasi Z. Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah apakah perubahan penggunaan Bahasa Indonesia di kalangan generasi Z merupakan bentuk inovasi atau justru distorsi terhadap kaidah kebahasaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menyelidiki dan juga menganalisis transformasi penggunaan Bahasa Indonesia di kalangan Gen Z, serta menilai apakah perubahan saat ini merupakan bentuk inovasi bahasa atau justru distorsi terhadap kaidah yang berlaku. Oleh karena itu, penulisan ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran generasi muda akan pentingnya menjaga dan mempertahankan penggunaan Bahasa Indonesia, agar tidak terkikis oleh dominasi bahasa gaul. Selain itu, penulis juga ingin mendorong pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbagai konteks komunikasi di kalangan anak muda. Kita sebagai warga Indonesia sesungguhnya patut berbangga karena kita dikaruniai kekayaan suku, budaya, bahasa, dan adat istiadat yang sangat beragam. Meski tiap daerah memiliki bahasa daerah sendiri, kita dipersatukan oleh satu bahasa nasional, yaitu Bahasa Indonesia. Berdasarkan Bab XV Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi kenegaraan. Sebagai generasi Z, kita semestinya bersyukur dan juga bangga atas keberagaman ini, dan juga menumbuhkan semangat nasionalisme seperti yang sudah dicontohkan para pemuda terdahulu melalui ikrar Sumpah Pemuda. Menurut Susilawati  (2023), bahasa dimengerti sebagai sistem bunyi yang bersifat arbitrer dan digunakan oleh sekelompok masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu, atau oleh individu lain yang telah mempelajari budaya tersebut, untuk saling berkomunikasi, penggunaan bahasa, menjadi sangat amat penting karena lewat bahasa, manusia bisa menjalin hubungan sosial dan berusaha mengerti satu sama lain. Generasi Z hidup dalam era digital dan sangat akrab dengan dunia maya, menjadikan mereka tidak hanya sebagai pengguna aktif media sosial, tetapi juga sebagai kreator yang memanfaatkan berbagai platform digital untuk menyampaikan ide, berkomunikasi, serta menjalin relasi sosial secara virtual. Menurut Saraswati (2019), banyak anak muda yang mulai beralih dari Bahasa Indonesia ke bahasa gaul atau bahasa asing karena dianggap lebih santai. Kata-kata dalam bahasa gaul biasanya diubah sedemikian rupa sehingga hanya dapat dimengerti oleh sesama pengguna dari kalangan remaja. Namun, karena penyebarannya begitu cepat melalui media massa dan media sosial, istilah-istilah tersebut kini dapat dipahami hampir seluruh remaja Indonesia, terutama yang aktif secara digital. Padahal, kosakata dalam bahasa gaul terus mengalami perkembangan, perubahan, bahkan penambahan hampir setiap hari. Dua pengertian tentang bahasa gaul saling melengkapi: definisi pertama menekankan bahwa bahasa gaul memiliki kosakata yang khas dan tidak umum, sementara definisi kedua memperjelas bahwa bahasa ini banyak digunakan oleh kalangan muda dan bersifat dinamis. Bahasa gaul yang digunakan remaja memiliki ciri-ciri unik seperti ringkas, fleksibel, dan penuh kreativitas.  Suleman dan  Islamiyah (2018) menyatakan kata-kata yang dipakai biasanya pendek atau telah disingkat dari bentuk aslinya melalui proses perubahan bentuk kata (morfologi) atau diganti dengan istilah yang lebih singkat,. Perkembangan bahasa gaul di kalangan remaja berlangsung sangat pesat, didorong oleh berbagai faktor lingkungan seperti pengaruh teman sebaya, tren media sosial, dan budaya populer. Menurut Susilawati (2023), beberapa istilah gaul yang sering digunakan oleh anak muda saat ini antara lain seperti red flag, flexing, ghosting, glow up, savage, bjir, gacor, mewing, sigma, gaje, dan masih banyak lagi yang terus bermunculan mengikuti tren di media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa gaul bersifat sementara dan terus berganti mengikuti arus perkembangan zaman dan budaya remaja. Fenomena ini menyebabkan terjadinya kesenjangan bahasa antar generasi. Banyak orang tua, guru, atau bahkan generasi sebelumnya seperti Boomer merasa kesulitan memahami maksud ucapan anak muda karena terlalu banyak frasa tidak umum yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.  Selain itu, penggunaan bahasa campuran juga menyebabkan penyusutan dalam penguasaan kosakata Bahasa Indonesia yang resmi.  Suleman dan Islamiyah
DAFTAR PUSAKA Susilawati, L. Â (2023). Analisis Penggunaan Media Sosial sebagai Sarana Promosi Wisata Kuliner di Surabaya. Jurnal Pengabdian Masyarakat Jurnal Umum Pendidikan Sains dan Literasi, 2(1), 6-10. https://journalwbl.com/index.php/jupensal/article/view/352/103 Suleman, J., & Islamiyah, E. P. N. (2018). Dampak Penggunaan Bahasa Gaul Di Kalangan Remaja Terhadap Bahasa Indonesia. http://simkatmawa.kemdikbud.go.id/v3/assets/upload/foto_non_lomba_061016_1560700655018261800.pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI