Mohon tunggu...
Muhamad Rodin
Muhamad Rodin Mohon Tunggu... Aktivis Pulau Seribu / Aktivis HMI / Aktivis GPII / Aktivis Pemuda Nusantara

Aktivis Pulau Seribu / Kader HMI dan Kader GPII, Serta Pejuang Politik. Menulis Adalah Bagian Dari Ikhtiar Perjuangan dan Senjata Perubahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Polemik 4 Pulau AcehSumut: Saatnya Negara Tegak Lurus pada Konstitusi dan Keadilan

2 Juli 2025   12:07 Diperbarui: 2 Juli 2025   12:07 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Empat pulau di ujung barat Indonesia---Panjang, Lipan, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil---yang selama ini berada dalam administrasi Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, mendadak menjadi polemik nasional. Hal ini dipicu oleh munculnya Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang ditandatangani pada 25 April 2025, di mana keempat pulau tersebut tercantum sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Kementerian Dalam Negeri menjelaskan bahwa keputusan tersebut bersifat administratif, berupa penyesuaian kode wilayah, bukan penetapan batas wilayah definitif. Namun dalam konteks sosial dan politik lokal, keputusan tersebut memantik keresahan, terutama dari masyarakat Aceh yang merasa wilayahnya "dipindahkan" secara diam-diam.

UUD 1945 dan Regulasi yang Berlaku: Penegas Batas Negara yang Sah

Dalam konteks konstitusional, penetapan batas wilayah diatur melalui regulasi yang ketat dan berjenjang:

Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa negara dibagi dalam daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang masing-masing memiliki pemerintahan daerah.

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan bahwa batas wilayah ditetapkan melalui regulasi resmi, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Permendagri No. 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah, menyusun mekanisme teknis dan partisipatif dalam menetapkan batas wilayah antar-daerah, termasuk validasi bersama dan keterlibatan pemerintah daerah terkait.

Kepmendagri 25 April 2025: Perlu Klarifikasi Lanjutan, Bukan Dituduh Sepihak

Dalam konteks hukum, Kepmendagri 25 April 2025 memang tidak bisa dijadikan dasar legal batas wilayah karena ia hanya merupakan kodefikasi administratif. Akan tetapi, perlu diakui bahwa substansi dan implikasi sosial dari surat ini mengandung sensitivitas tinggi, terutama di wilayah dengan jejak sejarah dan identitas budaya yang kuat seperti Aceh.

Penting untuk menegaskan bahwa polemik ini bukan soal siapa yang disalahkan, melainkan bagaimana negara hadir menyelesaikan persoalan dengan bijak dan sesuai konstitusi. Maka itu, Kementerian Dalam Negeri tidak bisa disudutkan, karena pada akhirnya lembaga tersebut juga bersifat eksekutor administratif yang tunduk pada arahan Presiden dan hasil verifikasi lembaga teknis (BIG, BPN, TNI).

Pernyataan Sufmi Dasco di DPR: Wakil Rakyat Hadir, Presiden Ambil Alih

Dalam rapat koordinasi antara DPR dan pemerintah, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa persoalan ini telah dikomunikasikan langsung kepada Presiden:

"Kami bersama Ketua DPR telah menyampaikan aspirasi masyarakat Aceh dan Sumut secara langsung kepada Presiden. Presiden kemudian mengambil alih persoalan ini dan memutuskan bahwa empat pulau tersebut tetap berada dalam wilayah Aceh."

Pernyataan ini memperkuat komitmen negara untuk menjaga keadilan wilayah dan ketertiban hukum, serta mencegah polarisasi dan konflik sosial yang lebih besar.

Keputusan Presiden Sudah Jelas: Pulau Kembali ke Aceh

Pada 17 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian secara resmi menyatakan bahwa keempat pulau tersebut dikembalikan ke Provinsi Aceh. Ini merupakan keputusan penting yang mencerminkan sikap kepemimpinan yang responsif dan mengedepankan asas keadilan.

Namun keputusan presiden ini belum tertuang dalam dokumen hukum yang definitif, karena itu tahapan regulasi harus dilanjutkan melalui penerbitan Permendagri tentang Penegasan Batas Wilayah sebagai payung hukum yang kuat.

Solusi Akar: Perkuat Negara Hukum, Cegah Konflik Berulang

Untuk menyelesaikan polemik ini secara tuntas dan mencegah terulangnya kasus serupa di daerah lain, berikut solusi strategis:

1. Segera terbitkan Permendagri Penegasan Batas Wilayah Aceh--Sumut berdasarkan prosedur Permendagri 141/2017, melibatkan data BIG, partisipasi publik, dan dokumen historis.

2. Dokumentasikan Keputusan Presiden dalam bentuk hukum tertulis, menjadi referensi yuridis di masa depan.

3. Moratorium aktivitas administrasi di wilayah sengketa hingga batas ditetapkan secara resmi.

4. Bangun sistem koordinasi maritim dan administratif antarwilayah agar masyarakat tetap dilayani secara adil.

5. DPR dan Kemendagri bersama-sama mengawal regulasi batas wilayah berbasis konstitusi dan keadilan sosial.

Penutup: Tegakkan UUD 1945, Jaga Persatuan Daerah

Empat pulau kecil telah mengingatkan kita semua bahwa keadilan dan ketertiban wilayah tidak cukup diatur oleh dokumen administratif, tetapi juga harus ditopang oleh legitimasi hukum dan kepercayaan rakyat.

Dengan keputusan Presiden yang tegas, keberanian parlemen melalui Sufmi Dasco Ahmad, serta sikap terbuka dan profesional dari Kemendagri, Indonesia membuktikan bahwa negara ini bisa hadir bukan untuk menciptakan batas baru---melainkan untuk menjaga persatuan dan keadilan di setiap jengkal tanah airnya.

Penulis :

Muhamad Rodin - Aktivis Pemuda Dari Pinggiran Negeri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun