Suatu malam, saat mereka duduk di apartemennya, semua yang mereka rasakan akhirnya meledak. Ariana menatap Kenandra, matanya dipenuhi rasa syukur dan sesuatu yang lebih. Dia sudah lama berusaha untuk menahan perasaannya, menghindari perasaan yang terlalu dalam, namun kini, dia tidak bisa lagi mengabaikannya.
"Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa Kak Ken," katanya, suaranya bergetar.
"Kak Ken sudah jadi tempat aku berpijak. Aku..."
Dia berhenti, tak tahu bagaimana melanjutkan kalimat itu.
Kenandra menatapnya, ekspresinya lembut, matanya penuh pengertian.
"Ariana, kau tidak perlu berkata apa-apa. I've always got your back."
Namun, saat itu, sesuatu berubah di antara mereka. Perasaan yang tak terucapkan, rasa saling menghormati, kepercayaan, semua itu tidak lagi hanya persahabatan atau keluarga. Mereka lebih dari itu. Ikatan yang tumbuh di antara mereka kini muncul ke permukaan.
Kenandra mendekat, bibirnya hampir menyentuh dahinya.
"Kita sudah melalui begitu banyak bersama. Dan aku rasa... aku rasa aku sudah tahu sejak lama kalau itu kau. I don't want to live in a world where you're not in it."
Jantung Ariana berdetak cepat. Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, dia membiarkan dirinya merasa, benar-benar merasa, apa yang selama ini tumbuh di antara mereka.
"Aku rasa aku juga tahu," bisiknya, napasnya tercekat.