Mohon tunggu...
Rizky Prabowo Rahino
Rizky Prabowo Rahino Mohon Tunggu... Wiraswasta - Entreprenuer, Stock Enthusiast

Hanya untuk ruang menyalurkan hobi. Sedang belajar menulis apapun di waktu senggang secara santuy, bebas dan ringan. Jika rerkadang mengkritik harap dimaklumi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Belajar dari Kasus Tuduhan Pencurian Listrik Berujung Denda Rp 41 Juta oleh PLN

26 Agustus 2022   17:40 Diperbarui: 26 Agustus 2022   21:29 2544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi meteran listrik pascabayar. (Foto: Shutterstock via Tribunnewswiki.com)

Akun Twitter @sapphicoak mengunggah uneg-unegnya tentang PLN. Pihaknya dituding melakukan pencurian listrik karena tagihan bulanan berubah drastis. Dari biasanya 1,8 juta per bulan menjadi 500 ribu per bulan. Pemilik akun membantah tudingan pencurian listrik. Menurut dia, berkurangnya tagihan tersebut lantaran rumahnya hanya ditempati beberapa orang saja. Sehingga, penggunaan listrik menjadi berkurang saat ini.

Kabar terbaru, si pemilik akun itu yakni Jessica Tjoa (28) bercerita, keluarganya dikenakan denda sebesar Rp 41 juta oleh PLN. 

Dilansir Kompas.com, kejadian bermula ketika tiga petugas PLN bersama seorang polisi mendatangi rumahnya. 

Kedatangan bertujuan memeriksa meteran rumah Jessica, lantaran dianggap tidak normal penggunaan listriknya.

Pasca kunjungan, pihak Jessica dituding melakukan pencurian listrik, sebab segel meteran terputus. 

Listrik rumahnya pun harus diputus sekaligus menerima tagihan sebesar Rp 41 juta atas tudingan itu.

Jessica menegaskan, ia beserta keluarga tak mengetahui penyebab tali segel tersebut putus. 

Ia mengaku bingung, kenapa hal tersebut bisa tiba-tiba terjadi, padahal meterannya selalu dicatat oleh petugas setiap bulan.

Jika pemutusan segel dilakukan oleh keluarganya, ia meminta bukti dari PLN.

Menurutnya, aksi tersebut bisa dilakukan oleh siapa saja, mengingat meteran terletak di luar rumah.

Kini, rumah Jessica menggunakan token sementara dari PLN.

Ada Indikasi Kelainan KwH Meter

Masih dilansir dari Kompas.com, Manager Bagian Keuangan dan Umum UP3 Pekanbaru PLN UIW Riau dan Kepri Syaepul Hanan membenarkan, berdasarkan hasil pengecekan lapangan yang dilakukan, ditemukan adanya indikasi kelainan pada kWh meter yang bersangkutan.

Hasil awal pemeriksaan ditemukan ada indikasi kelainan pada kWh meter.

Terkait dengan keberatan yang disampaikan Jessica bersama keluarga, Syaepul mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi.

Prosedur keberatan pun telah dilaksanakan, di mana sembari menunggu hasil investigasi pihaknya telah memasang meteran sementara pada rumah yang bersangkutan. 

"Pengajuan surat keberatan pelanggan kepada Pimpinan Unit PLN maksimal 14 hari setelah pemeriksaan dan akan ditindaklanjuti dengan evaluasi oleh Tim Keberatan," ucapnya.

Harus Duduk Bersama!

Ini bukan perkara baru, soal adanya surat tagihan beserta denda yang terjadi di Republik Indonesia.

Fenomena ini tentunya harus disikapi secara bijak, khususnya oleh kedua pihak. 

Kembali duduk bersama adalah upaya bersama agar tidak terjadi salah paham dan mencari alternatif solusi yang tidak memberatkan.

Surat pemberitahuan "denda fantastis" itu tentu mengejutkan pelanggan. Apalagi jika diberikan secara tiba-tiba atau ujug-ujug datang ke rumah pelanggan.

Alangkah eloknya sebelum surat dikeluarkan, hasil investigasi harus benar-benar sudah "matang" dan mendalam.

Lebih baik lagi jika ada kesepakatan awal, sehingga tidak sampai keluar surat denda tersebut.

Sejauh ini, menurut saya pribadi, alasan yang disampaikan pelanggan cukup logis.

Penurunan jumlah tagihan listrik bulanan secara drastis adalah hal wajar jika dibarengi berkurangnya pemakaian listrik.

Jika dibandingkan misalnya, tentu pemakaian listrik oleh 8 orang jelas berbeda dengan 4 orang atau bahkan 3 orang apalagi 2 orang.

Beban listrik atas aktivitas penggunaan alat elektronik sudah jelas berbeda.

Sebagai contoh, jika biasanya 8 HP yang melakukan pengisian daya, sekarang hanya 4 HP setiap hari.

Contoh lain, jika 8 orang harus mengoperasikan dua kali penggilingan awal mesin cuci. Maka, jika 4 orang, cukup satu kali saja.

Itu baru penggilingan awal, belum menghitung dua kali pembilasan dan sesi pewangi pakaian.

Oh ya, ini belum bicara tentang berkurangnya pengoperasian lampu-lampu, kulkas, dispenser, magic jar, rice cooker, televisi, mesin air (jika tidak ada aliran PDAM), kompor listrik (jika tidak pakai gas elpiji), Air Conditioner (AC), kipas angin, mesin kompresor, CCTV, WiFi dan perangkat elektronik lainnya.

Berdasarkan pengalaman pribadi, saya akui bahwa pemakaian listrik berkurang ketika jumlah orang berkurang dan penggunaan perangkat elektronik berkurang.

Otomatis, kurangnya pemakaian listrik berbanding lurus dengan besaran biaya tagihan.

Bagaimana Solusi Menghindari Tagihan Listrik Membengkak?

Mengurangi dan membatasi penggunaan perangkat elektronik menjadi satu-satunya cara menghemat penggunaan listrik.

Sebab, listrik hanya berhubungan dengan perangkat elektonik yang membutuhkan daya.

Listrik tidak berjalan ketika perangkat elektronik non-aktif.

Saya pribadi di rumah juga berupaya menghindari pemakaian listrik berlebihan, khususnya pada malam hari.

Jika dirasa tidak terpakai sebelum beranjak tidur, saya mematikan sejumlah lampu-lampu di rumah. Hanya lampu teras rumah dan lampu kamar mandi/toilet yang hidup.

Sedangkan lampu kamar diganti dengan lampu yang mempunyai watt lebih kecil.

Tak hanya itu, penggunaan alat elektronik lainnya juga saya matikan untuk mencegah risiko terjadinya hal-hal tidak diinginkan, seperti magic jar, rice cooker dan dispenser.

Sementara itu, alat-alat elektronik lainnya hanya beroperasi secara insidentil ketika diperlukan dan berada di rumah.

Selain menghemat biaya tagihan listrik, tanpa disadari langkah ini juga menjadi upaya kita mengurangi global warming atau pemanasan global.

Pentingnya Menjaga Segel

Jauh sebelum peristiwa yang dialami Jessica Tjoa, ada peristiwa lain yang pernah terjadi.

Pada Rabu 22 Juni 2022 lalu, PT PLN (Persero) pernah membatalkan denda Rp 68 juta bagi pelanggan yang segel meteran listriknya dituding palsu.

Dilansir dari CNN, Perseroan mengatakan pelanggan yang bernama Sharon Wicaksono tersebut menggunakan segel meteran listrik yang tidak sesuai standar acuan.

Namun, setelah mempertimbangkan arus listrik yang masuk ke dalam rumah masih sesuai dengan batasan pengukuran pada kWh meter, maka disimpulkan pelanggan tersebut masih menggunakan listrik sesuai dengan daya yang terpasang.

Pada kasus Jessica Tjoa, ia beserta keluarga tak mengetahui penyebab tali segel tersebut putus. Menurutnya, aksi tersebut bisa dilakukan oleh siapa saja, mengingat meteran terletak di luar rumah.

Apalagi meterannya selalu dicatat oleh petugas setiap bulan.

Belajar dari kasus-kasus itu, maka sudah sepatutnya sebagai konsumen menyadari soal aturan segel meteran.

Entah itu segel meteran listrik prabayar yang menggunakan token atau voucher. Maupun listrik pascabayar yang masih menggunakan meteran jadul.

Segel meteran orisinil PLN berfungsi untuk mencegah terjadinya hal-hal mempengaruhi pengukuran daya di KWh meter oleh "oknum-oknum pelanggan dan PLN nakal".

Segel meteran juga menghindari penambahan atau pengurangan elemen lain di luar setelan meteran awal dan orisinil PLN.

Sebagai informasi, KWh meter adalah alat pengukur batasan listrik milik PLN yang dititipkan ke pelanggan.

Listrik yang masuk ke rumah pelanggan diukur sesuai langganan di PLN dan sesuai dengan kapasitas instalasi listrik yang terpasang di rumah pelanggan.

Selaku pelanggan listrik PLN, maka kita harus menjaga keawetan segel meteran.

Terutama jika meteran listrik berada di luar rumah yang tidak berpagar, maka kewaspadaan mesti ekstra untuk mengantisipasi ulah oknum-oknum masyarakat yang iseng bin jahil.

Pemilik rumah harus rajin mengecek kondisi segel meteran. Jika segel rusak bukan karena disengaja, maka bisa langsung melapor ke PLN.

Sebab, kita tidak bisa hanya bergantung terhadap pemeriksaan dari petugas meteran PLN setiap bulannya.

Namun, lain cerita jika ternyata segel meteran dibuka sengaja oleh pelanggan dengan itikad tidak baik. Tentu, menyalahi aturan bukan ?

Untuk itu, kita harus menjadi pelanggan apa adanya saja dan tidak culas. Membayar listrik sesuai dengan yang dipakai saja.

Jangan kita otak-atik meteran orisinil dari PLN. Jika biaya listrik lebih besar dari pemakaian sesungguhnya, langsung buat pengaduan ke PLN.

Jika ingin tagihan listrik tidak bengkak, mari mulai menghemat pemakaian daya listrik di rumah.

Apa Saran untuk PLN?

Kendati demikian, saya selaku pelanggan PLN juga mempunyai masukan untuk PLN selain harus terus membenahi kualitas pelayanan.

Pertama, terlepas dari kejadian yang ditemui di lapangan, utamakan jalur diskusi dan mediasi agar tidak terjadi salah paham dan liar di media sosial.

Berkaca dari kasus Jessica Tjoa soal segel meteran yang rusak, tentunya bisa ditelusuri lebih mendalam. Mengingat, meteran berada di luar rumah.

Kedua, segera melakukan kunjungan investigasi mendalam dengan asas kekeluargaan ketika ditemukan ada yang tidak beres oleh petugas saat mengecek meteran. 

Asas kekeluargaan harus sesuai aturan dan prosedur berlaku. Jangan ketika sudah lama, baru turun ke lapangan. Atau timbul stigma jangan-jangan sengaja dibiarkan.

Jangan juga tiba-tiba keluar surat tagihan membengkak dan denda fantastis.

Ketiga, rajin sosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya menjaga segel meteran listrik prabayar maupun pascabayar orisinil PLN.

Ingatkan masyarakat, jika merusak dan membuka segel meteran lalu menggantinya dengan perangkat tidak resmi dari PLN bisa berpotensi terjadi hal-hal tidak diinginkan dari segi keamanan dan keselamatan pemilik rumah. Korsleting listrik berujung kebakaran misalnya.

Jangan kasi kendor pengawasan terhadap "oknum petugas-petugas PLN yang nakal" dan" oknum-oknum pelanggan PLN yang nakal juga".

Keempat, jika ada pengaduan dari pelanggan langsung gerak cepat dimanapun berada.

Kelima, diluar konteks nih. Rajin-rajin bersama instansi terkait melakukan razia layangan yang menggunakan kawat. 

Ini penting untuk mencegah kerusakan insfrastruktur PLN dan mencegah terjadinya padam listrik. Termasuk, menjadi upaya mencegah korban nyawa tersengat listrik. 

Sosialisasi tentang bahaya ini juga penting, walaupun sering dilakukan dan masyarakat masih ada yang bandel.

Oh ya, segitu saja ya ulasan saya, wahai Sobat Kompasianers dimanapun berada. 

Semoga bermanfaat, salam sehat selalu.

(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun