Mohon tunggu...
Rizky Pratama
Rizky Pratama Mohon Tunggu... Penulis - The Calm Man

Knowledge is Everything

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menelaah Konsep Tindak Pidana Persekusi di Indonesia Pada Masa yang akan Datang

15 Desember 2022   07:30 Diperbarui: 16 Desember 2022   08:57 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu belakangan ini, wacana pengesahan aturan hukum pidana di Indonesia yang dikenal sebagai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Edward Omar Sharif Hiariej bahwa cepatnya pengesahan tersebut disebabkan oleh usulan dari Pemerintah telah disetujui oleh DPR sehingga pembahasan mengenai pengesahan tersebut dapat diselenggarakan dengan cepat. Percepatan pengesahan pembahasan RKUHP tersebut dinilai terburu-buru oleh berbagai pihak salah satunya adalah Aliansi Reformasi KUHP. RKUHP yang akan segera disahkan oleh DPR ini, masih terdapat beberapa pasal yang berpotensi menghalangi dan mengancam kebebasan masyarakat sipil dalam menjalankan aktivitas dalam bernegara. 

Di lain sisi, banyak juga Akademisi yang mendukung pengesahan RKUHP untuk segera dilaksanakan. Sebab, dalam hal ini Indonesia membutuhkan produk hukum pidana yang mengatur secara menyeluruh yang sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Terlepas dari polemik yang terjadi terhadap pengesahan RKUHP yang akan segera disahkan. Banyak penilaian terhadap beberapa pasal yang diduga dapat merugikan kebebasan masyarakat atau merepresi masyarakat secara tidak langsung salah satu pasal yang diduga merugikan tersebut adalah Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP yang memuat ancaman pidana penjara atau pidana bagi orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden.

Selain pasal-pasal tersebut, Penulis menilai terdapat aturan yang belum diatru secara komprehensif dalam bermasyarakat yakni mengenai tindakan persekusi. Tindakan persekusi masih seirngkali terjadi di masyarakat Indonesia. Dalam masyarakat Indonesia, tindakan-tindakan main hakim sendiri terhadap suatu peristiwa yang belum tentu benar atau tidaknya peristiwa itu terjadi masih sering didapati. Bahkan tindakan persekusi ini bukan hanya dilakukan kepada orang dewasa melainkan juga kepada anak-anak. Tindakan persekusi ini menunjukkan bahwa perbuatan ini sangat erat dengan masyarakat Indonesia, sehingga membutuhkan pengaturan yang komprehensif dan siginifikan untuk menjangkau perbuatan ini. 

Persekusi tidak diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku, namun tersebar dalam beberapa produk hukum yang berlaku di luar KUHP. Sementara dalam aturan hukum pidana yang akan segera disahkan, diatur dalam Pasal 599 RKUHP yang mana masuk dalam kategori Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia. Perlu diketahui bahwa secara konsepsi hukum tentu memiliki perbedaan makna dengan istilah tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia. Istilah tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia dapat diduga memiliki kesamaan dengan pelanggaran HAM berat. Oleh karena itu, bagi Penulis tindakan persekusi yang terjadi di masyarakat Indonesia masih sulit untuk dikaitkan dengan tindak pidana berat.

Pengaturan Hukum Tindak Pidana Persekusi di Indonesia

Tindakan persekusi merupakan fenomena di negara Indonesia, hal ini berkaitan dengan keberagaman ras, agama, suku yang menimbulkan adanya perbedaan pemikiran sehingga mengakibatkan ketidakstabilan dalam masyarakat hingga terjadinya tindakan persekusi. Terdapat beberapa bentuk tindakan persekusi yang diantaranya seperti pemaksaan, penculikan, pengeroyokan, penganiayaan dan pengancaman. Apabila menggunakan pendekatan hukum Internasional yakni dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf g Statuta Roma, bahwa "Persecution means the intentional and severe deprivatitaion of fundamental rights contrary to international law by reason of the identity of the group or collectivity", berkaitan dengan ketentuan tersebut dapat dilihat terdapat adanya unsur kesengajaan melakukan perampasan terhadap hak-hak fundamental yang bertentangan dengan hukum internasional dengan identitas kelompok seperti pembunuhan, pemusnahan, pemindahan paksa penduduk, kejahatan apartheid, penyiksaan, penghilangan paksa. Lebih lanjut, merujuk definisi persekusi dalam Blacks's Law Dictionary dijelaskan bahwa "Persecution means violent, cruel, and oppressive treatment directed toward a person or group of persons because their race, religion, sexual orientation, politics or pther beliefs.".

Di Indonesia sendiri, tindakan persekusi tersebar dalam beberapa produk hukum seperti KUHP, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU 26/2000), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU 5/2018) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU 40/2008). Keberadaan beberapa produk hukum tersebut menganut konsepsi hukum internasional mengenai tindak pidana persekusi dalam Statuta Roma. Dalam KUHP yang saat ini diberlakukan Persekusi dapat dikaitkan dengan beberapa ketentuan Pasal yakni Pasal 170, Pasal 353, Pasal 340 dan Pasal 285 KUHP. Beberapa ketentuan tersebut mengarah kepada konsepsi Persekusi dalam Statuta Roma, hal ini menunjukkan bahwa rujukan pengaturan tindak pidana Persekusi diadopsi secara tidak langsung dalam Statuta Roma. Begitupun dengan produk-produk hukum lainnya seperti Pasal 9 huruf h UU 26/2000 persekusi dapat dikaitkan dengan ketentuan tersebut, sebab bentuk perbuatan dalam ketentuan tersebut adalah penganiayaan dan diikuit oleh motif yang berkaitan dengan persekusi yang dijelaskan dalam Statuta Roma yaitu politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin.

Dapat dipahami bahwa rujukan tindak pidana Perseksui di Indonesia berasal dari rumusan Statua Roma. Namun, dengan adanya praktik-praktik tindakan Persekusi yang terjadi di Indonesia, menurut Penulis masih belum cukup untuk menegaskan bahwa telah terdapat ketentuan yang secara jelas mengatur tindak pidana persekusi. Rumusan-rumusan yang dari beberapa ketentuan tersebut mengarah kepada pelanggaran-pelanggaran HAM dalam Statuta Roma, sementara di Indonesia perbuatan yang dilakukan secara kelompok dalam menghukum seseorang tanpa prosedur hukum yang berlaku masih sering terjadi dan penegakan terhadapnya masih kurang tegas.

Politik Hukum Tindak Pidana Persekusi Dalam Aturan Hukum Pidana Pada Masa Yang Akan Datang

Berbicara mengenai politik hukum, maka membahas terkait dengan maksud dan arah kebijakan yang akan diterapkan. Dalam hal ini poliitk hukum pidana, merujuk pendapat Barda Nawai Arief bahwa politik hukum pidana adalah kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana atau politik hukum pidana adalah usaha penanggulangan kejahatan melalui pembuatan perundang-undangan pidana. Dengan kata lain, politik hukum pidana mengandung arti bagaimana negara megusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundnag-undangan pidana yang baik untuk masa kini dan yang akan datang.

Berkaitan dengan hal tersebut, suatu perumusan hukum untuk mengatur suatu peristiwa tertentu harus memiliki tujuan yang akan dicapai. Hal ini berkaitan dengan proses penegakan hukum, artinya dengan rumusan yang jelas dan konkret penegakan hukum pidana tersebut dapat berjalan dengan baik. Keberadan politik hukum dalam merumuskan suatu tindak pidana akan lebih signifikan dalam penegakannya. Merujuk pendapat dari Jan Crijns mengatakan bahwa terdapat ada 2 (dua) tujuan yang dicapai dalam penegakan hukum pidana yakni First, crime control: searching for truth about criminal offences and start criminal proceedings against the accused to see whether he may be punished. Second, due process: legal protection against the adjudicating of criminal law and safeguarding against illegal acts by the authorities.

Dua tujuan ini yang menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam suatu perumusan, sebab suatu penegakan hukum yang baik tentunya berasal dari rumusan hukum yang baik pula. Berkaitan dengan hal tersebut, saat ini RKUHP selangkah lagi akan disahkan sehingga hukum pidana di Indonesia memiliki hukum pidana yang dinilai sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dalam RKUHP tersebut, diatur mengenai tindakan Persekusi yang dimuat dalam Pasal 599 huruf c Bab 34 mengenai Tindak Pidana Khusus pada bagian Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia. Dimuatnya tindak pidana Persekusi dalam RKUHP tersebut, merupakan suatu langkah yang patut diapresiasi. Namun, apabila ditinjau rumusan tersebut, tidak terlepas dari pengaruh hukum Internasional. Adapun bunyi rumusan pengaturan tindakan Persekusi sebagai berikut:

Persekusi terhadap kelompok atau perkumpulan atas dasar politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, kepercayaan, jenis kelamin, atau persekusi dengan alasan diskriminatif lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun;

Ada 2 (dua) hal yang menjadi sorotan dalam rumusan tersebut yakni Pertama, pemaknaan persekusi tidak diartikan secara spesifik mengenai bentuk tindakannya melainkan merujuk pengakuan secara universal yang mana menunjukkan bahwa tindakan seperti pemukulan, penganiayaan, pemaksaan, penyiksaan yang dilakukan tanpa prosedur hukum yang berlaku secara tidak langsung dapat disebut sebagai tindakan persekusi. Selain itu, makna persekusi merujuk ketentuan hukum internasional yang tidak lain adalah segala tindakan yang diatur dalam Statuta Roma sehingga rumusan Persekusi dimasukkan ke dalam kategori tindak pidana berat terhadap HAM. Kedua, rumusan Persekusi masih belum menggambarkan praktik-praktik yang pernah terjadi di Indonesia. Dalam hal ini seharusnya rumusan persekusi tersebut merupakan evaluasi terhadap praktik-prraktik yang pernah terjadi sebab RKUHP merupakan wujud aturan hukum pidana yang dinilai sesuai menjawab permasalahan hukum pidana bagi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan 2 (dua) hal tersebut, Penulis beranggapan bahwa akan terjadi konsekuensi apabila rumusan ini tidak didasari dari hasil evaluasi dari praktik-praktik persekusi yang pernah ada. Pertama, dari segi penegakan hukum akan mengalami kesulitan untuk menjawab benar tidaknya suatu perbuatan persekusi telah dilakukan oleh beberapa orang atau kelompok. Hal ini disebabkan, RKUHP belum menjawab konsepsi Persekusi yang sesuai praktik yang terjadi di masyarakat Indonesia. Kedua, akan menimbulkan kontradiksi terhadap rumusan tindak pidana lainnya seperti misalnya tindakan penganiayaan yang mana rumusannya juga mengarah kepada perbuatan bahkan pelakunya dapat dilakukan secara berkelompok.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Jan Crijns, bahwa a legal basis is especially needed in cases of infringements on human rights. Artinya, dasar hukuman pidana terhadap suatu tindakan yang merugikan hak asasi seseorang sangatlah diperlukan untuk dijadikan dasar yang menguatkan seseorang tersebut melakukan tindak pidana, begitupun dengan dasar hukuman terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana persekusi. 

Rumusan tindak pidana persekusi telah diatur dalam RKUHP yang dimuat dalam Pasal 599 huruf c pada Bab 34 Bagian mengenai Tindak Pidana Khusus pada bagian Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia. Rumusan tersebut, masih belum menyesuaikan dengan kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Pengakuan secara universal terhadap tindakan persekusi akan menyulitkan proses penegakan hukum, sehingga membuat tindakan tersebut dapat dinilai bukan suatu tindakan persekusi sebagaimana mestinya yang tentunya hukuman yang diberikan juga akan jauh berbeda. Dalam hal ini diperlukan suatu penyesuaian rumusan tindak pidana persekusi yang lebih spesifik baik secara internasional maupun dari kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun